MERAWAT MOMENTUM

"Jangan sekarang ya...saat ini waktunya ngga tepat deh. Pak Boss lagi pusing dan sariawan, bisa-bisa kalau diomongin sekarang malah mental...kalau ditolak khan ngga bisa lagi nanti ngomongnya"

Kata-kata itu jawaban dari pak Boss direct superior saya dulu terkait peninjauan gaji beberapa rekan yang belum juga berubah. Moment-nya ngga tepat dan juga tidak ada momentum yang pas untuk mendukung permintaan peninjauan itu.

Tidak bisa disangkal memang kalau ketepatan momentum itu bisa dijadikan semacam jaminan, bisa dikapitalisasi untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan.

Ketika perusahaan gencar mempromosikan program peningkatan plant reliability dan availability sebagai contohmaka ide-ide yang kita usulkan seputar masalah itu bisa mengkatrol nilai jual kita. Sehingga ketika kita pingin ditinjau lagi bayarannya ada modal yang cukup untuk daya tawarnya.

Seperti yang dilakukan para artis tenar yang merambah ke berbagai bidang itu bisa kita jadikan contoh tentang merawat momentum...meski banyak yang bilang "itu sih aji mumpung...bisa nyanyi juga kaga eh bikin album"

Atau lihat saja ketika beberapa anggota dewan yang mulia ikut turun dalam kasus-kasus yang cukup seksi. Turun terlibatnya itu jelas sekali untuk pertunjukan keberpihakan...untuk setor muka jika suatu saat yang tepat nanti bisa mendapatkan hasil berlipat.

Tidak dinyana sama sekali sebelumnya kalau kasus Pulau Pramuka itu menjadi momentum yang menguntungkan banyak pihak. Ada yang semakin bersinar dan melambung namanya, ada yang popularitasnya terkatrol setelah terpuruk beberapa waktu...dan sebagainya.

Tapi yang paling besar adalah tentang diyakininya oleh banyak orang bahwa ini telah menjadi awal kebangkitan ummat. Keyakinan itu terbit setelah menyaksikan betapa sambutan masyarakat begitu antusias dalam mendukung aksi-aksi yang telah dihelat itu. Skalanya terus meningkat. Fenomena menggembirakan ini menjerat...kalau boleh dibilang begitu...untuk membuat aksi-aksi susulan yang skalanya lebih besar lagi dan lagi.
Maka tidak heran jika petinggi GNPF melakukan safari bergerilya ke berbagai kota untuk terus merawat momentum dan menjaga gaungnya jangan sampai reda.

Namun, jika kurang berhati-hati eskalasi aksi bisa jadi membahayakan, bahaya bagi pemerintah juga bagi partisipan.

Kenapa berbahaya?

Bagi pemerintah, jelaslah menangani sedemikian besar massa yang berjumlah jutaan itu tidak mudah meskipun bertajuk damai tapi potensi dimanfaatkan para perusuh dan para demagog itu potensial bisa terjadi. Apalagi terselip kata REVOLUSI. Negara bisa chaos.

Bagi para pelaku aksi, berbahaya jika tidak kuat-kuat dalam mengontrol niat...potensial muncul sikap jumawa menepuk-nepuk dada lupa bahwa massa yang bisa terkumpul sedemikian itu bukan hanya hasil jerih payah dari usaha kita sendiri. Ada Tangan tak terlihat yang ikut campur dalam urusan itu. Lalu dengan angkuh dan pandangan mata menyipit bersudut terhadap orang-orang yang tak sependapat.
"Kalian ini tidak suka ya dengan kebangkitan ummat...kalian ini muslim apa bukan?" 
Kalau sudah begini...musti berhati-hati dan ingat bahwa tujuan mulia ini bisa runtuh jika kita gagal mengontrol niat.

Semoga kekawatiran aksi-aksi lanjutan di kemudian hari itu akan menjadi awal kekacauan dan kehancuran hanyalah bentuk kecemasan tak beralasan saja.

Salam Damai

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!