Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

Sampai Kapan?

Ibu pertiwi belumlah berhenti menangis Air matanya masih terus bercucuran Berlelehan tak terseka Rona ayunya sirna tersaput kesedihan Duka tak berujung pangkal Hatinya perih luka mendapati anak-anaknya Tak kunjung berhenti bermusuhan Tak kunjung berhenti bersengketa Tentang apa saja Anak-anaknya masih saja seperti dulu Meski telah tumbuh dan beranjak menua Mereka nyatanya belum sekalipun menemui masa dewasanya Dan kepedihan itu semakin mendera-dera luka hatinya Manakala diantara mereka yang Ia harap bijaksana Menjadi guru-guru bangsa Tak lebih kini menjelma bagai Guru Durna Yang dari lidahnya Tersembur kata-kata Bercampuran antara bermakna dan berbisa Dan awampun semakin tercabik Berserak berpecahan Sampai kapan?

Wis Wayahe

Gambar
Ketika pilgub Jawa Timur tahun lalu, tagline ini begitu lekat dengan salah satu kandidat pemilihan gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Dan benar memang, di akhir pertarungan itu Ibu Khofifah "wis wayahe" jadi gubernur dengan memenangkan kontestasi itu. Berangkat dari keberhasilan itu, salah satu pimpinan dan pengasuh pondok pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, KH. Hasib Wahab Chasbullah yang juga putra salah satu pendiri NU itu pernah melontarkan gagasan agar Prabowo-Sandi menggunakan tagline yang sama untuk mendapatkan coattail effect-nya di wilayah Jatim. Saran ini sontak disambut cukup meriah oleh banyak pendukung pasangan 02, setidaknya nampak dari ramainya percakapan di media sosial tentang tagline wis wayahe ini. Banyak yang menganggap sebagai "pertanda alam" atau "kehendak alam" yang lalu dilengkapi dengan berbagai macam unggahan atau postingan yang terkadang terkesan dipas-pasin alias cocoklogi untuk mendukung ke-wis wayahe-an itu

Onani Massal Negativisme

Rasa cemas dan takut itu kalian hadirkan sendiri dalam angan dan imajinasi kalian Kalian hadirkan segenap pengancam yang tengah sibuk mengintimidasi kalian Menteror keselamatan hidup kalian, ekonomi kalian, lapangan pekerjaan kalian bahkan agama dan keyakinan kalian Kalian reka dan bangun keadaan dan rasa itu menjadi kian kokoh dari hari ke hari "Ini fakta! Ini nyata!" Itulah kata-kata argumen penguat kalian Lalu, kalian akan cerca habis, kalian kutuki, kalian laknati saban hari apa dan siapa saja yang ada di angan-khayal kalian itu Dan.... Serentak kalian teriak "Aku klimaks!!!"

Fiksi Siang Bolong

"BRAAAKKKKK!!!!" Suara cukup kencang terdengar dari meja yang beberapa saat masih menyisakan getar setelah digebrak oleh sebuah tangan perkasa. Tak bisa dipungkiri, tangan itu senyatanya masih cukup kuat meski pemiliknya sudah berumur lewat dari angka 60-an. Barangkali latihan-latihan fisik yang keras pada masa mudanyalah yang bisa membuatnya begitu. Sangat bisa dimaklumi memang jika keperkasaan itu dimilikinya bahkan hingga masih tersisa sampai hari ini. Sebagai hulubalang raja sememangnya bekal penunjang kesamaptaan diri itu baik fisik maupun psikis sangatlah penting, apalagi sebagai hulubalang kepala. Gebrakan keras pada meja yang terjadi hari itu, konon, lantaran salah seorang koleganya berusaha menahannya untuk tidak berlaku tergesa-gesa. Barangkali sang kolega itu mempunyai pandangan bahwa tidak ada yang bisa dipetik buah dari sesuatu yang didasari dengan ketergesaan. "Pergi Kau!"

Kwik Koen

Belum lama ini nama itu selalu disebut-sebut oleh sangat banyak orang. Dia dituduh telah membikin suasana gaduh segaduh-gaduhnya seantero negeri yang sedang mengadakan pesta akbar. Namanya memang terdengar mirip nama dari etnis Tionghoa, tapi sebenarnya dia tidak pernah berbangsa. Bahkan dia juga tak ber-gender. Kwik Koen saat ini sedang menghadapi masalah serius. Dia dipertanyakan tentang genetikanya, hingga para ahli -diwakili oleh Ba Paong- yang lagi sewot dengan keberadaannya itu menantang buka-bukaan untuk test DNA. Karena merasa tidak ada yang salah dengan dirinya maka Kwik Koen dengan sangat percaya diri berani menjawab tantangannya. Alhasil, setelah rangkaian test itu dilakukan, sebagai imbalan atas kesediannya itu, Kwik Koen meminta balik pada Ba Paong dan para ahli tersebut untuk juga menjalani test yang sama. Dan agaknya Kwik Koen hingga hari yang telah lewat harus menelan ludah dan menggigit jarinya karena imbalan itu tak kunjung diberikan hingga batas waktu yang tidak

"Ndoro" Elit Politik

Dulu, di kampung tempat ibu saya lahir dan dibesarkan, ada sebuah rumah dengan arsitektur bangunannya yang jauh berbeda dengan kebanyakan rumah yang ada di sekitarnya. Atapnya bergenteng jenis Karangpilang yang telah kesohor itu, yang harganya bisa berlipat dari genteng yang biasa dipakai penduduk pada umumnya. Rumah itu bagus mentereng, bercat putih penuh wibawa, rapih terawat dengan berbagai tanaman dan bebungaan yang memberi nuansa asri harmoni. Pekarangannya pun amat luas hingga membuat rumahnya terkesan nampak kecil saja. Pintu dan jendela yang berwarna kuning gading yang amat jarang terbuka, ditambah pagar tembok cukup tinggi yang mengelilinginya serta pintu gerbang yang selalu terkunci itu makin mengentalkan kesan eksklusifnya. Berjarak. Adalah seorang tuan, priyayi berdarah biru kerabat keraton yang berasal dari kota besar di Jawa Tengah-lah sang pemilik rumah itu. Sang tuan jarang atau bahkan hampir tak pernah nampak disana karena memang hanya sesekali saja priyayi agung itu

Diamuk Renjana Kuasa?

'Pengadilan' paling demokratis terhadap para ndoro elit politik yang menurut kita tidak layak pakai, dan menghukum mereka tanpa lembaga peradilan agar berhenti dari kiprah politik praktisnya adalah di bilik suara. Rakyat-lah yang akan menghakimi mereka semua itu melalui suara yang mereka punya. Dan itu sudah dilakukan oleh para pemilik mandat lebih dari seminggu yang lalu. Kini hanya tinggal menunggu hasil dari 'penghakiman' rakyat itu seperti apa. Jauh-jauh hari sebelumnya, paling tidaknya yang tergambar di media sosial,  teramat banyak orang mengatakan: "Kita tenggelamkan mereka nanti di tanggal 17 April 2019".  Dan saya kira banyak yang sepakat bahwa pencoblosan adalah wujud dari sebuah people power yang sebenarnya. People power (lunak) yang sangat elegan dan berkeadaban tanpa adanya kekerasan fisik yang berpotensi menimbulkan banyak korban. Kalaulah dalam pelaksanaan pemilu kemarin berjatuhan korban juga, lantaran beban kerja yang kelewat berat akibat

LABELLING (1)

Gambar
Sudah barang tentu bagi orang-orang yang berkecimpung dalam dunia industri manufaktur, terutamanya industri yang terkait erat dengan bahan kimia, beberapa gambar/label yang saya sertakan ini sudah tidak asing lagi. Malahan sudah sangat familiar. Kita, orang-orang yang secara guyonan disebut "pabrik figur" oleh karena "dedikasi" atas waktu dan tenaga untuk pabrik (halah kuli pabrik wae ndadak cem-macem barang!! aahhh...iya ya) akan selalu memberikan perhatian lebih pada label-label sejenis itu ketika akan melakukan penanganannya, oleh karena pentingnya informasi yang ada padanya. Dengan mengetahui secara benar apa jenisnya dan prosedur bagaimana bahan-bahan itu harus ditangani, terlebih jika terjadi keadaan yang tidak diinginkan, kita telah melakukan semacam jaminan keselamatan baik bagi diri sendiri, orang lain, lingkungan maupun badan usaha kita. Tentu ujungnya juga pada kelancaran proses produksi -imbasnya ya keuntungan pabrik dan bayaran toh- dan juga

Kompor Meledug

Saya masih belum lupa pada orang yang selalu berpakaian hitam itu, yang tidak saja dikenal sebagai politisi tapi juga sebagai paranormal. Dan barangkali saja pakaian serba hitamnya itu sebagai simbol penegasan keparanormalannya. Semacam permakluman bahwa ia seorang yang linuwih yang memiliki kemampuan supranatural. Seorang yang memiliki "ngelmu" yang bisa mengetahui sesuatu yang belum terjadi, yang dalam khasanah Jawa dikenal sebagai "Weruh sak durunge winarah" itu. Apakah memang betul demikian, barangkali perlu ditelusur lebih jauh lagi. Beberapa tahun silam, setelah pilpres 2014 yang berakhir dengan kemenangan pak Jokowi sebagai presiden RI, tokoh kita ini meramalkan -yang saya yakini berdasarkan pembacaan supranya itu- bahwa usia pemerintahan baru ini tidak akan bertahan lama. Presiden Jokowi akan tumbang hanya dalam hitungan bulan saja, tak lebih dari seumuran jagung belaka. (Aha..saya masih ingat betul wajah dengan tarikan bibirnya yang multi tafsir itu!!)