Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Ke Ustadz-ustadz Itulah Saya Belajar Memaki

Luar biasa memang jaman now ini, kita sangat dimanjakan dengan adanya fasilitas internet yang sudah sedemikian rupa, hingga (kalau tidak bisa mengendalikan diri) bisa terlena dan habislah waktu kita terserap olehnya. Baru di kanal youtube saja, konon katanya, untuk bisa menonton semua yang ada disana seumur hidup kitapun ngga akan selesai, karena saking banyaknya. Dan karenanya pula, seolah apapun yang ingin kita cari akan bisa didapatkan, yang bermanfat maupun tidak, yang baik-baik maupun yang menjijikkan. Barangkali kata menjijikkan bagi sebagian kita akan terasosiasi pada hal-hal yang lebih bersifat pornografis meskipun tidak selalu demikian, karena ada banyak diluar pornografi yang bisa membuat kita muak dan merasa jijik. Dari banyak hal itu apa yang lebih menjijikkan, menurut saya, adalah jika orang berbicara agama tetapi di dalamnya bercampur dengan hal-hal yang berlawanan dengan ajaran agama itu sendiri. Pensitiran kalam-kalam suci lalu diikuti cacian, makian, hinaan, kata-

Nasehat Diri

Ketahuilah, untuk menyebutmu sebagai radikal itu tidak harus menunggumu membuat kerusakan. Dan pernyataan kerasmu "Andai kami-kami ini radikal, kalian sudah habis semua, ibukota ini sudah rata dengan tanah" tidak serta merta merubah pandangan terhadapmu. Pun ketika dengan kalimat lain kamu berujar "Lihat, bahkan rumputpun kami jaga, tidak kami rusak dengan menginjak-injaknya" tak lantas pula menggeser orang dari penilaiannya karena yang ada malah nampak menggelikan. Betapa tidak, kamu sanggup tidak merusak rumput tapi kamu sanggup menyakiti hati saudara seagamamu dengan apa yang kamu lakukan selama ini. Apakah menurutmu saudara seagamamu tidak lebih berharga dari sekedar hamparan rumput?. Pun juga, ketika kamu tidak bersetuju dengan ucapan atau perbuatan/kegiatan orang atau kelompok diluarmu lantaran berbeda dengan penafsiranmu, hargai perbedaan yang ada itu dengan tidak mengganggu mereka lewat provokasi dan hasutan apalagi pengerahan massa untuk menekan, memak

Rocky Gerung, Sang Fenomenal?

Sudah sekian bulan ini nama Rocky Gerung yang tak terpisahkan dari kata "Akal Sehat dan Dungu" ini selalu menjadi buah bibir. Dia dielu-elukan dan banyak mendapat sanjungan serta pujian dari banyak kalangan lantaran 'ilmu dan kecerdasannya' serta kelugasannya dalam berpendapat dan berargumentasi. Banyak yang terpikat dengan kepiawaiannya dalam memilih dan merangkai kosa kata dalam mengekspresikan pikiran-pikirannya itu, hingga yang tadinya tidak suka silogisme dan alergi pada ilmu filsafat bahkan mensesatkannya mendadak berubah haluan menjadi penggemar baru keilmuan itu. 'Sihir' Rocky ini melahirkan ungkapan "No Rocky No Party". Mumtaz!. Kepopuleran semacam ini tentu tidak luput dari pantauan seorang produser acara karena secara bisnis tayangan jelas akan sangat menguntungkan untuk mendulang rating yang ujungnya mendatangkan fulus dari para pengiklan. Tidak heran jika dia laris manis diundang sebagai nara sumber untuk acara-acara talk show di berba

Bonus Demografi Itu Mesti Terselamatkan!

Fenomena menarik yang belakangan ini tengah mengemuka adalah cerita tentang banyaknya angkatan muda kita, para remaja pelajar kita yang sedang giat dan gandrung untuk lebih mempelajari agamanya. Antusiasme belajar mereka begitu tinggi. Fenomena yang terjadi ini saya kira sangat menggembirakan mengingat gambaran umum dari masa remaja adalah masa bersuka-ria yang seolah tanpa beban. Tentu kita patut bersyukur dan berbangga pada mereka yang telah tersadarkan akan pentingnya agama sebagai pedoman hidup selagi masih dalam usia belia. Semacam ada harapan baik jika kelak mereka dewasa, telah mempunyai bekal spiritual yang memadai yang akan sangat berguna untuk melanjutkan estafet dalam merawat dan memajukan negeri ini untuk meraih gelar baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Atas fenomena ini, adakah terbersit sesuatu yang lain selain dari rasa gembira, bangga dan optimisme yang tinggi itu? Ada. Kekhawatiran itu muncul ketika mereka tidak mendapatkan pengajaran yang benar, ketika merek

Misogyny?

Alkisah, pada masa yang disebut dengan masa jahiliyah, masa kebodohan/kegelapan di wilayah jazirah ada budaya atau tradisi untuk mengubur hidup-hidup jika bayi yang terlahir adalah perempuan. Konon, bagi mereka kelahiran bayi perempuan pada keluarga mereka adalah aib yang harus dihapuskan. Dan dengan cara demikianlah sang aib itu dibersihkan dari rona-rona kehormatan keluarga. Apakah kisah kelam itu dilakukan oleh seluruh keluarga yang ada pada masa dan kawasan itu? Saya meyakini, dalam sebuah lingkungan yang buruk sekalipun masih akan bisa ditemukan yang baik-baik meski barangkali tercecer. Berangkat dari persangkaan inilah, meskipun juga belum menemukan catatan tentang hal ini, saya tetap meyakini bahwa pada masa itu masih ada keluarga-keluarga yang tetap kukuh mempertahankan bayi-bayi perempuan mereka untuk tetap hidup meski beroleh tekanan, cibiran, makian dan provokasi dari lingkungannya. Atau dengan cara sembunyi-sembunyi, proses kelahiran itu diatur sedemikian rupa hingga