Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Gulita Mata Merabun

Nak... Pekat gulitanya malam ini begitu dahsyat Biru indahnya langit telah terselimuti awan hitam nan kelam  Hingga bulan dan gemintang yang tersebar menghias segala penjuru langit itu telah tersaput, tenggelam tersembunyi Lamat cahayanya pun sulit untuk dikenali Bukan saja oleh mata kita yang mungkin saja sudah merabun Mereka-mereka yang mendaku diri awas dan waskita pun sama saja Dan penantian fajar menyingsing terasa begitu  ngelangut Kita tak sepenuhnya yakin apakah kini tengah berada di ujungnya atau malah di larutnya malam Lilin-lilin yang kita nyalakan, meski beribu dan juta batang pun masih belum sanggup mengusiknya pergi Bahkan obor-obor harapan itu nasibnya sama saja Kepekatannya telah menanarkan segala mata Dan senyatanya kita semua masih belum sanggup mengenali wajah masing-masing Sekalipun itu, topeng-topengnya telah ditanggalkan Tapi Nak.. Apakah ini hanya ilusi dan fatamorgana ayahmu yang merabun ini saja Sekali seleret lidah petir di

Si AFI dan 'Warisan' nya

"Ohm udah pernah tengok akunnya anak muda berpikiran melampaui umurnya itu?"  Tanya sohib malam itu. "Ooh si AFI yang arek Banyuwangi itu...udah. Tulisan 'Warisan'  yang dapat apresiasi dan tanggapan cukup luas itu khaan."  Jawab saya, yang lalu dia meneruskan kata-katanya... "Ngga hanya itu banyak kok tulisan dia yang bagus-bagus"  Benar. Tulisan-tulisan yang di buat si AFI yang masih remaja sedang tumbuh itu benar-benar mencengangkan dan memunculkan rasa bangga bahwa ada bibit-bibit bagus yang mulai bersinar di saat usia masih tergolong dini. Masih sangat muda untuk bisa menghasilkan tulisan yang sedemikian berbobot apalagi di saat yang sama kecenderungan kebanyakan remaja seusianya masih mengisi media sosialnya hanya untuk  having fun  saja. Apa ini bukan hal yang menggembirakan? Iya ngga sih? Banyak yang memberikan apresiasi kepadanya tak kurang dari kepala daerahnya pun, bapak Abdullah Azwar Anaz bahkan menyempatkan diri mengun

"Ongotan" dan Pinsil-pinsil Runcing nan Tajam

Tak habis pikir kenapa   hate speech,  caci-maki, hujat-menghujat, fitnah, penistaan, tuduhan dan semua "anak-anaknya" itu masih saja diproduksi oleh orang dengan suka cita. Padahal sudah sangat benderang dampak buruknya bagi kehidupan kita baik secara pribadi maupun dalam cakupan yang lebih luas, dalam berbangsa dan bernegara. Banyak yang terjerat pasal undang-undang ITE hingga berujung bui yang berdampak pada kehilangan pekerjaan atau sangsi sosial yang pada akhirnya keluarga juga yang ikut menanggungnya. Jikalah hingga hari ini kita masih aman-aman saja, jangan lupa berpikir apakah esok masih akan tetap sama. Lupakan saja dan jangan terpengaruh saat mendapati orang lain yang bahkan lebih keras dan kotor dari pada apa yang kita telah perbuat, namun masih aman-aman saja sampai hari ini. Ya anggap saja mereka masih beruntung, bukankah nasib orang itu berbeda-beda?. Tapi sebenarnya tentu bukan saja karena faktor melanggar perundangan dan ancaman sebagai konsekuens

Sang Teror Dari Khandaq (SecangkirKopiPahit~7)

Kepulan uap yang keluar dari secangkir kopi pahitku berangsur menipis pertanda derajad kepanasannya sudah bisa untuk mulai dicecap lidah. Meski begitu tetap saja tidak bisa  glêkkk  saat meminumnya, kalau tidak, apa pingin lidah berubah warna? Tetap saja hanya dengan  seruputan  kecil yang bersuarakan unik yang sulit dituliskan itulah cara yang pas untuk menikmatinya. Dua kali seruputan yang telah aku buat mengalirkan rasa pahit namun ada energi semangat yang menggugah. Sesaat setelah cangkir kopi pahit itu aku taruh, terdengar gumamannya yang bernada tanya... "Pernahkah kau dengar cerita tentang seorang yang digelari The Greatest Warrior of Arabia, seorang petarung hebat yang dinilai setara dengan seribu tentara? Yang kehadirannya bisa berarti maut bagi para seterunya?" Sebelum aku sempat menjawabnya dia meneruskan gumamannya... "Dialah 'Amr Ibn Abd Wudd. Sang teror yang kembali hadir di peperangan antara kaum muslimin yang dipimpin oleh Nabi Alloh

Berhati-hatilah Dengan Simbol Yang "Disucikan"!

Tak urung da'i kondang dari tatar sunda itu memerlukan diri untuk angkat bicara lewat akun twitter-nya, terkait dengan ilustrasi sebuah media (koran) untuk melengkapi pemberitaannya tentang rencana pemerintah akan membubarkan sebuah ormas Islam,  HTI , yang sudah dikenal luas sebagai salah satu organisasi massa yang mengusung ide negara khilafah. "Hati ini sangat tak rela dengan gambar ini, merobek tulisan kalimat syahadat,,,, mengapa harus menggambar seperti ini?,"  Demikian ungkapan risau nan kecewa Aa Gym yang ditulis di akunnya. Terkait dengan pemakaian simbol-simbol -apalagi jika simbol itu mempunyai ikatan emosional yang begitu mendalam- yang dilakukan organisasi-organisasi, partai atau kelompok apa saja, rasa-rasanya sudah begitu lama merasa kurang  sreg.  Ada rasa tidak rela. Ketidak relaan itu karena kekawatiran, apakah para pengusung simbol-simbol itu memang bisa mewakili, bisa merepresentasikan dengan benar makna bahkan misi besar yang ada di

Mari Rawat Luka-luka Itu Tetap Menganga...

Sedih...sesedih-sedihnya melihat perseteruan yang seperti tak ada habis-habisnya. Selalu ada saja yang bisa diributkan. Belum sepenuhnya kelar sebuah masalah eh susulan dari masalah itu sudah muncul, sudah menunggu. Dan kalau begini terus keadaannya, maka yang senang sudah pasti para  demagog  itu. Menunggu kesempatan yang tepat untuk beraksi secara nyata. Pemerintahan yang sedang berjalan yang terus terusik oleh berbagai permasalahan itu lambat laun bisa memunculkan anggapan ketidak mampuan dalam menjalankan amanah (kekuasaan) nya. Delegitimasi. Pak Jokowi sedang dihadapkan pada pilihan sulit terkait dengan kasus penistaan agama. Melakukan sesuatu ataupun tidak terkait dengan kasus hukum ini juga serba salah. Lihat saja tudingan-tudingan para pengguna medsos atau bahkan para orang yang dianggap besar di negeri ini karena punya banyak pengikut. Proses hukum yang sedang berjalanpun tak luput dari tudingan adanya campur tangan RI-1. Pak Jokowi dianggap bahkan dituduh melind

Zakir Naik, Sang Fenomena Dan Nabok Nyilih Tangan

Kalau melihat dari -anggap saja semacam  portofolio -nya, pak Naik yang berkebangsaan India ini berlatar pendidikan formal pada bidang ilmu kedokteran, beliau seorang dokter. Seorang dokter yang juga seorang pendakwah yang aktif. Di samping itu beliau juga belajar ilmu sain di institusi  KCCollege  ini. Concern -nya yang tinggi pada keislaman ditunjukkan dengan aktifnya beliau pada organisasi-organisasi yang bernafaskan Islam yang dibentuknya dan lalu giat berdakwah hingga jauh ke luar negeri kelahirannya untuk membangun pemikiran Islam yang berafiliasi pada pandangan atau pemikiran salah satu madzab yang secara luas dianut di Arab Saudi, Hambali, yang jika dikerucutkan lagi bermuara pada pemikiran Syeikhul Islam Ibnu Taymiyyah dan Muhammad ibn Abdul Wahhab. Beliau punya peminatan yang tinggi pula pada studi-studi perbandingan agama, yang konon beliau menguasai kitab agama lain sebagai salah satunya adalah kitab umat kristiani, Bible. Dan tidak dipungkiri lagi bahwa beliau s

Konser Semelekethe

Sesaat saja...ya hanya sesaat Panggung yang berisi perkakas musik itu ditinggalkan para pemainnya Agaknya sebuah keperluan pentinglah hingga mengapa panggung itu mendadak lengang Sejurus kemudian terdengar alunan bunyi-bunyian menggema membahana Gedebag gedebug dan kedombrangan ditingkah oleh lengkingan Bunyian yang terasa agak ganjil bagi sebagian orang itu Ditabuh bunyi oleh para pemain baru yang tetiba muncul Dan...penonton masih terus bertahan mencoba mencerna bunyi-bunyian itu Hanya bunyian, dan bukan sebuah irama yang tertata apik dan konsisten, pada mulanya Lambat laun membentuk pola lagu meski tak terlalu merdu Kesumbangan nada-nada masih saja keluar dari perkakas itu Terkadang, malah dahi mesti dikernyitkan kuping dilebarkan... "lagu jenis apa ini?" Lalu kalimat tanya itu ditingkah oleh suara yang cukup keras   "Sudah...nikmati saja dan sesuaikan kupingmu!" Dan orang-orang tersadar Pertunjukan dari panggung itu memang tel

INTELEK, Antara Klaim dan Fakta

"Intelektual itu pemihakan kepada nilai-nilai yang agung dan luhur. Yang bisa menerjemahkan keindahan langit menjadi keindahan bumi. Yang bisa mengubah kemulyaan apa saja yang ada di langit sana menjadi kemulyaan di bumi". Barisan kalimat -kurang lebihnya- nan apik itu disampaikan oleh budayawan Kang M. Sobary pada sebuah diskusi yang digelar oleh  Para Syndicate Statesmanship & Political Campaign  berkaitan dengan simbol kedatangan Raja Salman ke Indonesia tempo hari itu. Sekelumit tentang  Para Syndicate  ini mengingatkan pada sebuah acara dialog yang rutin dihelat di TVRI dengan tajuk  Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS)  yang telah berhenti tayang seiring sang host-nya, Bapak Soegeng Sarjadi tutup usia. Dialognya mengangkat tema-tema yang selalu mencerahkan dengan para nara sumber yang berkualitas jempolan. Dan sayang memang acara yang berkualitas itu telah berhenti. Namun kini muncul  Para Syndicate  sebuah lembaga kajian yang memang melanjutkan ide-ide dan pem

Bang Anies Dan Setumpuk Beban Yang Menantinya

Pilkada DKI yang sudah terlanjur dipolarisasi sedemikian rupa menyisakan beban yang sangat berat kepada pasangan Anies-Sandi. Sebagai gubernur muslim yang di- gadang-gadang  sedemikian rupa dan akan menggantikan gubernur kafir (kata para pendukung militannya Bang Anies) yang mendapatkan kepuasan dari warga DKI dengan nilai yang cukup tinggi, saya kira akan menjadi tambahan beban psikologis yang tidak ringan. Dan ini rawan hujatan. Jika dalam pelaksanaannya nanti ada sedikit saja yang tidak sesuai dengan janji kampanye, akan memanen cemooh yang bisa menjatuhkan kredibilitasnya. Apalagi jika berniat  nyapres  di helatan 2019 nanti. Untuk itu Bang Anies harus bekerja ekstra keras mengatasi semua problema ibukota dengan tingkat kepuasan yang juga tinggi, minimal sama dengan gubernur lama, dan tentu tidak boleh jika berada di bawahnya. Pertaruhannya kelewat besar, ya karena polarisasi yang terlanjur itu. Bang Anies akhirnya dipaksa untuk memikul beban yang sangat besar karena

Akankah Pak Prabowo Dibuat "Kecewa" Kali Yang Kedua?

KPU DKI telah secara resmi menetapkan pemenang pilkadanya, yaitu pasangan nomor 3, Anies Rasyid Baswedan dengan Sandiaga S. Uno sebagai wakilnya. Oleh karenanya mulai Oktober nanti Jakarta akan dipimpin oleh gubernur yang baru. Selamat kita sampaikan kepada beliau berdua atas keberhasilannya merebut jabatan gub-wagub DKI. Demikian pula ucapan selamat untuk seluruh rakyat Jakarta yang telah berhasil dalam usahanya untuk melewati kontestasi politik dengan aman walau dikatakan oleh sebagian orang bahwa pilkada ini adalah pilkada paling brutal yang pernah ada, yang bahkan kata bang Anies laksana Perang Badar saja. Semoga dalam lima tahun ke depan di bawah arahan dan manajemen baru, kejayaan baru bisa dipanen dengan lebih hebat lagi. Selamat juga perlu saya haturkan untuk Pak Prabowo, yang dengan kepiawaiannya dan insting yang bagus dalam memilih kandidat  (meski ada khabar tentang adanya saran dari pak JK)  hingga kali ini adalah kemenangan jago yang diusungnya untuk kali yang ke

API

Diceritakan, dahulu kala ketika orang membutuhkan api mereka harus kerja ekstra keras. Membenturkan dan menggesek-gesekkan batu-batuan yang keras hingga muncul percikan. Atau dengan tekun menggesekkan ranting-ranting kering hingga derajat kepanasannya mampu membakar ranting-ranting itu. Lalu jaman berganti. Orang terus berpikir dan beinovasi, dimana saat sekarang ini begitu mudahnya kita mencipta api. Berbagai cara telah ditemukan dan sudah pasti kita pun dengan kemudahan yang ada ini tidak pernah berpikir bahkan terlintaspun tidak, untuk mengulang apa yang pernah dilakukan orang-orang di jaman  kuno-makuno  itu. Namun kini masih saja ada, bahkan banyak, cara-cara kuno seperti gesek, gosok, bentur itu tetap dilakukan orang. Ranting-ranting kering berwujud rasa benci atau batu-batu keras berupa SARA masih mengasyikkan dan begitu merangsang untuk terus dilakukan. Percayalah suatu saat ketika semua ukuran dan takarannya terpenuhi maka api-api yang hendak dicipta itu akan