INTELEK, Antara Klaim dan Fakta

"Intelektual itu pemihakan kepada nilai-nilai yang agung dan luhur. Yang bisa menerjemahkan keindahan langit menjadi keindahan bumi. Yang bisa mengubah kemulyaan apa saja yang ada di langit sana menjadi kemulyaan di bumi".

Barisan kalimat -kurang lebihnya- nan apik itu disampaikan oleh budayawan Kang M. Sobary pada sebuah diskusi yang digelar oleh Para Syndicate Statesmanship & Political Campaign berkaitan dengan simbol kedatangan Raja Salman ke Indonesia tempo hari itu.

Sekelumit tentang Para Syndicate ini mengingatkan pada sebuah acara dialog yang rutin dihelat di TVRI dengan tajuk Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang telah berhenti tayang seiring sang host-nya, Bapak Soegeng Sarjadi tutup usia. Dialognya mengangkat tema-tema yang selalu mencerahkan dengan para nara sumber yang berkualitas jempolan. Dan sayang memang acara yang berkualitas itu telah berhenti. Namun kini muncul Para Syndicate sebuah lembaga kajian yang memang melanjutkan ide-ide dan pemikiran dari SSS tersebut. Untuk lebih detilnya sila menelusuri sendiri sang Para Syndicate ini.

Selain kalimat di atas Kang Sobary juga mengatakan -ini pun kurang lebihnya- bahwa intelektualitas itu tidak selalu sejalan dan linier dengan titel dan gelar akademik seseorang. Sepertinya ada benarnya juga, mengingat beberapa orang yang sudah menumpuk gelar pun terkadang terjebak pada logical fallacy yang cukup parah. "Siapa?" Ada deehh.

Disamping ujaran Kang Sobary tentang intelektual tadi, pujangga kita yang juga tak kalah masyhurnya, Pramoedya Ananta Toer dalam tetraloginya Boemi Manusia juga pernah menyinggung tentang seorang yang disebut sebagai intelek atau terpelajar itu harus sudah adil sejak dari kepalanya. Lewat para tokoh dalam tetraloginya itu, Minke sedang dinasihati oleh sahabat Perancis-nya yang bernama Jean Marais demikian petikannya:

"Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar. Uji benar tidaknya pendapat umum. Ikut pendapat umum yg salah juga salah".

Sikap adil itu memang sudah harus ditanamkan sejak dalam pikiran, meski telah berseliweran di benak dan kepala tentang sesuatu. Keberpihakan itu pada kebenaran dan fakta, bukan sekedar mengikut apa pendapat kumpulan orang banyak, ya karena jumlah, meski bilangannya besar bukanlah sebuah jaminan akan kebenaran pendapat itu. Apalagi di jaman yang opini publik bisa dibentuk dan dikondisikan sedemikian rupa. Tentu masih ingat tentang seorang anak di kursi orange dan apa kerja White Helmet itu khan?!

Untuk lebih maremnya perlulah kiranya merujuk ke KBBI, intelek atau intelektual silakan cusss langsung saja.

intelek/in·te·lek/ /intelék/ 1 n Psi daya atau proses pemikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berpikir; 2 aterpelajar; cendekia: kaum --
intelektual/in·te·lek·tu·al/ /inteléktual/ 1 a cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan; 2 n (yang) mempunyai kecerdasan tinggi; cendekiawan; 3 n totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman

Nah jika andaikan ada oknum yang berada pada suatu wadah yang meng-klaim sebagai kumpulan para cerdik pandai atau para cendekia, kemudian mengeluarkan statement yang cenderung partisan dan tak berkeadilan, tidak melihat suatu permasalahan itu secara lebih mendalam, ya apa bedanya dengan saya yang cupet dan ga pernah tamat SMK? hehehe. Menurut saya sih, jika merujuk pada "batasan" di atas, yang seperti itu baru sarjana saja belum masuk sebagai intelektual. Pintar sih sudah pasti tapi ibarat bass bunyinya masih dep...belum lagi dhebbb.

Kampus, yang disebut sebagai institusi pawiyatan luhur itu kiranya harus bisa menanamkan pada para stakeholder atau civitas academy-nya untuk selalu punya sikap yang adil. Bersinergi secara serius untuk membuat suatu tradisi yang mengedepankan kejernihan. Punya jajaran alumni yang bergudang jumlahnya pun menjadi seperti kurang greget jika seperti demikian hasilnya.

Cita-cita dan amanat UUD45 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tanggung jawab bersama, terlebih bagi institusi pendidikan.
Selamat kerja kerja kerja!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!