Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2017

Menjadi Arang Menjadi Abu!

~~~ Aku benar benar ingin melampiaskan semua amarah yang menyesaki dada Marah yang kan membakar hangus Tapi yang telah menyala di dada itu berangsur redup terenggut... "Aku tak mau jadi Arang atau Abu" ~~~ Kemarahan itu sebuah energi yang harus diorganisir dengan benar. Energi besar itu tidak bisa digunakan dengan semau-maunya. Jika tidak tepat penyalurannya, bisa saja tidak akan beroleh apa yang hendak kita capai. Pernah dalam sebuah pertarungan Sayyidina 'Ali r.a. mengurungkan niat untuk menghabisi lawannya yang tinggal sekali tebas saja, lantaran beliau saat itu dilanda amarah. Karena amarah yang menerpa beliau itu telah menggeser dari niat suci yang hanya berharap ridhlo Allah menjadi pemenuhan nafsu pribadi. Peristiwa itu sungguh suatu tauladan yang luar biasa bagi kita untuk selalu menjaga kelurusan niat. Energi besar kaum muslimin yang bisa terkumpul belakangan ini, apapun pemicunya, janganlah sampai melintasi jalan penyaluran yang keliru. Amat sayang

BIGOT Ada Dimana-mana!

Prihatin. Mungkin kata yang sering dipakai mister pepo ini pas untuk menggambarkan perasaan kita saat sekarang ini. Sikap intolerance terhadap orang yang berbeda baik dari sisi etnis, agama, kelompok serta yang berbeda pendapat dan pemahaman senyatanya ada dimana-mana tempat. Bigot  (klik link untuk referensi, kamus merriam-webster) kenyataannya bukan saja milik kelompok etnis atau agama tertentu atau kaum pinggiran atau kaum kurang terdidik, dan hal-hal minus lainnya. Bigot itu ada pada semua golongan, ada di negara manapun. Karena sikap tertutup, fanatik, sektarian itu tidak mengenal sosio-ekonomi, maju tidaknya suatu negara tempat mereka berada bahkan rata-rata tingkat latar belakang pendidikannya. Berita tertanggal 28 Januari 2017 dari Amerika, sebuah negara super maju yang sering meneriakkan HAM dengan lantang, tentang pembakaran masjid di Southern Texas yang hanya berselang beberapa jam saja setelah Trump menandatangani sebuah keputusan, pelarangan pengunjung dari 7 nega

Cangkir-cangkir Yang Kepenuhan

Malam ini aku mencoba berontak total pada pakem yang dianut para barista itu. Sebuah teori seduh kopi yang rumit karena banyak batasan ini dan itu demi mempertahankan cita rasa sang kopi. Suhu air yang harus di bawah titik didihnya, resident time antara air dan kopi yang berbatas waktu sekian menit serta lain hal yang ngejlimet . Kalau malam sebelumnya beberapa teori masih aku ikuti, nah malam ini aku kembali pada cara seduh kuno, cara ndeso yang sangat simpel. Sesimpel menanggapi naiknya harga cabe yang uhuy itu. "Tanam cabe sendiri di pekarangan".   Eh maaf. (Ada lagi sih yang lebih simpel...pake karet gelang, masa rangkep empat masih ga pedes?!) Dan inilah teori warisan buyut itu, Kopi rendam. Rebus air sampai mendidih lalu masukkan bubuk kopi. Biarkan bergolak hebat sampai kopi bener-bener  mateng. Tambahkan gula secukupnya, itu kalau ga suka pahit. Simpel khan?. Cerek atau ketel berwarna kuningan dan cangkir putih telah aku pilih untuk urusan malam ini. Prose

Transformasi (KepingPuzzledanLabyrinth~3)

Selalu rasa haru biru itu muncul ketika menyaksikan kawan-kawan atau orang lain yang tidak saya kenal itu berhasil berubah. Berhasil merubah dirinya ke dalam bentuk dan keadaan yang lebih baik. Melihat kawan yang menjadi kian shaleh setelah tinggal dan menghirup udara Negeri Tauhid, negeri dimana agama Islam diturunkan, itu suatu hal yang sangat membanggakan sekaligus bikin  ngiri. Itu bentuk sukses yang patut dibanggakan. Bangga dan salut karena terkadang pilihan yang dibuat itu menyimpan konsekwensi yang tak enak. Satu contoh simpel saja, ketika meyakini kebenaran larangan tentang ishbal, celana cingkrang yang kudu dikenakan itu berbuah ejekan. Ledekan kebanjiran, kurang bahan bahkan yang lebih menyakitkan. Ketika cingkrang dihubungkan dengan pemahaman, "eh dia itu pemahaman dan penalarannya secingkrang celananya". Lihat dan rasakan, bukankah ini suatu yang menyakitkan? Makanya salut atas keteguhannya itu, bagi mereka apalah arti ejekan dan cemooh dibandingkan dengan d

Titik Temu

Dengan berembug, musyawarah atau diskusi banyak hal yang bisa diselesaikan. Banyak hal yang bisa disepakati karena dicapai suatu titik temu. Diskusi yang sehat harus berangkat dari niat mencari kesesuaian bukan untuk mendapatkan pengakuan akan kebenaran pendapatnya. Setajam apapun perbedaan selalu ada titik temunya. Bahkan ketika dalam beragama yang merupakan ranah paling sensitif, yang perbedaan pemahamannya bisa berujung pada pertumpahan darah tetap bisa direm. Nasehat dan peringatan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a. bisa dijadikan contoh "Mereka yang bukan saudaramu dalam agama adalah saudaramu dalam kemanusiaan". Nasihat ini saya kira sebuah rem pakem ketika kita menyadari keberadaan kita sebagai manusia. Ketika kita sadar sebagai saudara akal sehat pasti menolak untuk saling menyakiti apalagi menumpahkan darah. Kalaulah tetap terjadi hal yang demikian kemungkinan saat itu akal tidak sedang dalam keadaan sehat. Dalam ranah keislaman orang yang berbaha

Bidak Yang Ter-eksploitasi

Pada permainan catur bidak yang hanya tahu jalan ke depan dan ga pernah bisa mundur itu yang sering dijadikan korban. Bisa diumpankan sebagai jebakan atau dibiarkan dimangsa karena tak ada pilihan. Pengorbanan selalu dipilih dari yang paling kecil nilainya. Itu suatu yang normal. Meski begitu bidak juga sangat efektif untuk perlindungan. Ratu yang rokard berlindungnya juga pada susunan bidak-bidak. Bersatunya bidak yang bersusun, mempunyai kekuatan besar yang perwira pun dibuat tidak berkutik. Kekuatannya itu hanya bisa dilumpuhkan dengan cara dipreteli dari belakang atau kalaupun berhadapan langsung yang diadu sesama bidak. Hal ini jelas untuk menghindari kerugian. Tentulah perwira tak akan diadu dengan bidak. Dalam praktek keseharian fenomena permainan ini juga bisa ditemukan. Massa yang besar laiknya susunan bidak acapkali digunakan untuk menopang kepentingan para penggeraknya. Pengerahan massa yang besar itu digunakan sebagai kekuatan yang mengangkat daya tawar. Kadang sebaga

Pesta Para DEMAGOG?

Pemberian istilah atau penamaan pada sesuatu, baik berupa benda atau aktifitas dimaksudkan untuk mempermudah penyebutan, mempermudah dalam berkomunikasi. Bisa dibayangkan kesulitannya jika tanpa nama atau istilah. Kita perlu berpanjang-panjang untuk men-diskripsikan-nya. Sebut saja misalnya meja, orang langsung terbayang sebuah benda dengan papan datar berkaki. Simpel. Demikian pula dengan kata demagog, digunakan   untuk menyebut orang (biasanya politikus/tokoh/pemimpin rakyat) yang suka menghasut dengan kedustaan baik itu melalui cerita atau berita. Kata lain yang sangat populer dan sudah digunakan secara luas adalah kata provokator  tetapi sepertinya (menurut saya) demagog lebih mewakili. Untuk membaca penjelasannya bisa dirujuk ke KBBI...Kamus Besar Bahasa Indonesia Online untuk  demagog  dan demagogi . Hasrat "orang-orang besar" yang demagog itu pada kenyataannya demikian besar. Untuk memenuhi sahwatnya itu konsistensi usahanya tidak diragukan lagi, bahkan meski tu

PUZZLE Itu Belum Sepenuhnya Utuh (KepingPuzzleDanLabyrinth~2)

Gambar
Mainan puzzle -nya Kinanti, anakku yang bontot nan cantik itu, agak sulit diselesaikan. Pasalnya banyak bagian kepingannya yang  klèndran, kêtlisut alias tercecer entah kemana. Hal yang paling mungkin adalah  nyampur sama beberapa puzzle lain yang sama-sama terurai tak tersusun di kotak mainan itu. Cukup repot juga. Usaha memilah dan memilih kepingan-kepingan yang sesuai dengan yang dibutuhkan menjadi hal yang ga gampang jadinya. Banyak kriteria yang musti dibuat, misalnya kesesuaian corak dan warna, pola, tarikan garis-garis pembentuk gambar atau citra itu. Jika gambar utuhnya masih ada, bisa dijadikan referensi sehingga tentu sangat membantu dalam pencarian itu. Kalau tidak, puyenglah pala babeh! Dan sememangnya...gambar referensinya udah hilang! Ampuunn beneran ini mah!. Di tengah keasyikan yang sedang melanda itu, sekonyong-konyong serasa ada tamparan di pipi berkali-kali... "plak plakk plakkk". Sesaat aku hentikan kegiatanku. Kedua pipi terasa menghangat, mata men

CANDU ITU BERNAMA SESAL

Sesekali dengus nafas itu perlu dikeluarkan dengan kuat Dihentakkan setelah tarikan nafas panjang nan dalam Ya...dihentakkan bersama segala pepat Berharap himpitan pergi...tak diingini untuk kembali Esok atau lusa Atau sesaat setelah ini Rasa sukacita yang menghapus sedan Gembira lengah lena dan segala bentuk sibuk Adalah berbuah-buah awalan yang nikmat memikat Bagi nafas yang kembali sesak "Segala omong kosong ini harus segera diakhiri" Slogan itu begitu setia terus mengiringi dan juga diingkari Karena segalanya itu berisi ketika dihadapi Hanya menjadi segala omong kosong setelah usai dan basi Dan sesal berulang itu sudah menjadi candu yang selalu nagih

Bendera

Tentang bendera itu Aku bingung sebingung-bingungnya Pasal? Semua menafsiri Yang terjadi...dua lembar kain berwarna dijejerpun disebutnya begitu Taplak meja atau apapun juga namanya jadi sama Berani duduk di taplak itu? Taruh sembarangan yang dua warna itu? Pelecehan! Kalau kebetulan dalamanmu diwarnai yang dua itu..hati-hatilah kamu Dua warna yang dijejer itu sudah begitu sakral Sakral karena tafsir Ambigu...ketaksaannya akut Standar dilupakan Apa memang tak ada ukuran dan aturan? Gak mungkin...pakem selalu ada...lha identitas negara Undang-undang tentu mengaturnya Ah...yang nomor 24 tahun 2009 itu rupanya banyak dilupakan

Aku Mencari Khalifah!

Aku mencarimu! Tapi, aku sekaligus bingung Karena engkau nampaknya ada di manapun juga "Aku pingin orang Turki itu. Disini sahabatnya banyak!"  Seru kawan-kawanku begitu. Romantika tentang kejayaan yang telah lewat itu nyata telah mewarnainya "Yang dari   harakah itu sajalah mestinya!"   Yang lain lagi bilangnya begitu. "Ah siapa saja yang penting memenuhi syarat. Mari kita bersatu apapun yang melatarinya". Seru orang-orang yang bergumpal-gumpal semangat di dadanya. Lalu bersepakatkah semuanya? Tidak yakin, bersepakat itu bukan perkara gampang Sukarela melepaskan ego pribadi dan kelompok itu persoalan, bukanlah pekerjaan membalik tangan Ini ambigu...ah aku saja yang ambigu! Atau keadaan yang terpaksa harus disebut begitu? "Bukan! Khilafah itu utopia!" Teriak mereka yang ga sepaham. Ah ga tahulah... Lalu teringat tentang kisah-kisah tua yang tertulis di kitab suci... Adam ditetapkan Malaikat menanyakan Allah berfirman mene

Keping Puzzle Dan Labyrinth?

Bukan! Itu bukanlah labyrinth Malahan itu jalan yang lurus lagi lempang...sedemikian lempangnya hingga engkau bisa memacu kendaraanmu secepat yang kamu mau dan mampu... Ah...janganlah kau berbohong kopiku...berdusta itu bukanlah adat kamu...katakan saja yang sebenarnya seperti yang sudah menjadi tabiatmu. Itu labyrinth senyatanya...jalan liku berkelok-kelok yang nyaris tanpa ujung. Bukan! Sekali lagi bukan. Kalau kau melihatnya begitu...awaslah sifat hayawanmu yang telah menawan, yang telah mengaturmu hingga matapun sudah tidak awas lagi. Lalui saja yang kau anggap labyrinth itu, lalu punguti semua keping-keping puzzle yang tercecer itu. Kamu harus segera melengkapi semuanya. Bukankah puzzle-mu itu tak kunjung berbentuk juga?. Aku ingin tidak mempercayainya. Tapi apa yang dikatakannya tentang puzzle itu... Ah kopiku...kamu benar. Senyatanya memang bentuk itu belum sempurna, belum pernah utuh. Bagiannya itu masih banyak yang belum terpasang. Dan labyrinth itu?

UHUD Dan "Bagai Kambing Gunung Yang Berloncatan" (SecangkirKopiPahit~6)

Sejenak kopi itu menghentikan kata-katanya dan mengamatiku dengan tatapan  welas asih- nya. Ketika menyadari aku hanya terdiam dan sedang berusaha memahami semuanya itu, dia meneruskan pesannya... "Tentang kepahitan yang aku maksudkan sebenarnya sangat banyak bisa dijumpai di belantara kehidupan kita ini. Namun ada kepahitan yang teramat sangat yang andai saja kau diberi kesempatan untuk mencecapnya mungkin lidahmu akan membeku karena kadar pahitnya".  Dia alihkan pandangannya yang nampak gundah itu, jauh...jauh menerobos dan menembusi segala penghalang. Tarikan pelan nafasnya seakan ikut membantu membuka kembali lembaran-lembaran masa silam. Membantu mengingat peristiwa-peristiwa yang penuh sedu sedan. "Masihkah kau ingat tentang Uhud? Benar...perang besar yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabatnya di medan tempur Uhud yang berbukit berlembah itu. Ingatkah kau ada kepahitan yang teramat sangat di sana?" Tanyanya sembari mengalihkan pandangannya yang kini men

Kopi Tak Pernah Berbohong (SecangkirKopiPahit~5)

Tiap kali hendak aku tambahkan gula barang sesendok kecilpun Kopi itu serta merta menahanku untuk melakukannya Pesannya begitu kuat meski lembut dibisikkannya "Segala pemanis yang kau tambahkan itu hanya akan menipu dan mengecohmu.  Mengaburkan makna dan maksud dari kepahitannya. Menutupi pesan yang hendak disampaikan.  Ia akan menutup sebagiannya  bahkan mungkin keseluruhannya.  Melenakan hingga terlupakan esensinya. R esapi dan nikmati pahitnya dan kau akan mengerti". Fakta bahwa dalam perjalanan sejarahnya, Islam juga tidak terlepas dari awan kelabu yang bergelayut dan mengiringinya itu tidak serta merta boleh untuk dinihilkan pun bahkan hanya sekedar dilupakan. Lalu memilihkan hanya pada kisah-kisah indah tentang kejayaan dan harmonisnya pergaulan di dalamnya. Karena sesungguhnya dalam kepahitan sejarah itu ada hikmah yang mesti dipetik. Jikalah tetap saja demikian, seperti halnya kopi yang ditambahi gula itu, reduksi pada manfaat kafein yang hendak diambil itu s

"Masih Sebatas Karena..." (SecangkirKopiPahit~4)

Malam ini kawanku absen ngga berkunjung ke rumah dan secangkir kopi pahitku pun sudah tinggal separohnya. Sudah dingin...sedingin hembusan angin yang berasal dari daratan utara, arah Persia? Sepertinya begitu. (Eits jangan nyebutin nama Persia itu...khan itu negeriii syingah...) Masih kuingat kata-katanya yang dia lontarkan beberapa malam yang lalu... "Apa yang melekat sampai saat ini pada diri kita adalah belenggu pamrih, belenggu ketidak ikhlasan. Beribadahnya kita itu masih sebatas karena...belum lepas, belum los, belum ikhlas. Tahajud yang dilakukan biar dapat kerjaan lebih baik. Dhuha yang ditunaikan juga agar rejeki lancar. Sedekah yang disalurkan untuk memancing rejeki lebih gedhe lagi. Puasa sunnah...nasibnya sama saja". Ah aku jadi ingat sepotong kalimat dari Cak Nun tentang logika dagang...memang ngga persis begini juga sih... "Ben diwenehi rejeki sing akeh, lancar...ben di...ben di...emange kowe ki dagang popiye? mbok wes ben terserah Gusti Alloh wae&q

Khawatir Dan Takut! (SecangkirKopiPahit~3)

Secangkir kopi pahit yang kunikmati tadi sudah tandas...tinggal menyisakan ampas yang teronggok membeku di dasar cangkir . Ia sepertinya telah ter-ekstraksi dengan sempurna. Ah...kata sempurna itu...apakah ada yang sempurna sebenarnya selain Yang Maha Rahim itu? Ketika secangkir kopi pahit kedua sedang ku siapkan mengikuti saran seorang teman dari Garut...Kang Odjhat namanya...seorang yang telah bergelut cukup lama dengan per-kopian itu, katanya "Menyeduh kopi itu jangan dengan air yang terlalu panas suhunya karena akan menguapkan citarasa nikmat kopinya, diamkan beberapa saat dulu baru Mas tuang. Ngaduknya tiru thawaf itu lho Mas". Dan secangkir kopi pahit yang sarat makna ini siap dinikmati... "Cak, pernahkah sampeyan merasakan takut? Takut kehilangan pekerjaan, takut jatuh miskin, kekurangan harta benda dan lain-lain hal yang bersifat materi?". S ekonyong-konyong pertanyaan itu dilontarkan kawanku yang sedari tadi sedang asik menekuri mainannya itu. "

Tuliskan Saja Kawan...(SecangkirKopiPahit~2)

Sembari menikmati sebatang kretek filter dan beberapa kali seruputan kopi pahit ini aku bilang ke kawan kongkow-ku malam ini... "Sebaiknya coba ditulis saja apa yang berkecamuk di kapala sampeyan itu, buah pikiran, renungan dan kontemplasinya itu". Kataku mencoba membujuknya. Lalu kuteruskan dengan beberapa kalimat penekanan dan semangat untuk kadang perlu juga berbagi... " Saya percaya akan ada manfaat yang bisa dipetik minimal buat kita. Apa yang telah kita tulis itu biar jadi semacam cambuk pengingat terus bagi kita, kamu kan sudah menulisnya toh jalanin dong, seperti kata sampeyan itu bahwa setiap pernyataan dan pengakuan butuh bukti nyata". "Nggak bisa! Itu sesuatu yang sulit bagi saya. Ketika menuliskan itu potensial muncul rasa takabur, pamer pengetahuan, merasa ini lho aku yang mempunyai pemahaman yang bagus. Nah itu juga...pembuktian itu berat, tuntutan yang tidak main-main". Katanya menimpali. Dan obrolan pun terus berlanjut dengan saling

Secangkir Kopi Pahit

Kopi tanpa gula yang saya seduh malam ini terasa memberikan sensasi rasa berbeda. Pahit memang. Tetapi di setiap akhir kepahitan itu ada sejenis rasa yang sulit dideskripsikan. Sulit menemukan kata yang bisa mewakilinya. Ketika saya paksakan menamainya rasa itu dengan manis yang unik  misalnya, belum tentu juga orang lain bisa sepakat. Setiap orang pasti berbeda. Karena sifatnya yang sangat personal. Apa yang dirasakan lidah itu mempunyai referensi sendiri pada masing-masing pengalamannya. Saya berkeyakinan tidak semua orang mempunyai penafsiran yang sama meski sama-sama sedang menyantap semangkuk soto misalnya. Jika sepakat bilang enakpun tentu enak menurut tafsirnya masing-masing. Kopi pahit yang saya cecap dan nikmati setiap kali melewati bibir ini, menemani obrolan santai dengan seorang kawan malam ini yang bertandang ke rumah. Obrolan yang ngalor-ngidul itu tentu saja tak pernah bertema, seperti malam-malam yang sudah-sudah itu juga, tetapi bisa saja mendadak berbelok menjad

Sungguh Perseteruannya Itu Abadi

Saat hati dan pikiran sedang jernih, sedang menuju pada arah yang benar biasanya lantas merenung, melongok ke kedalaman diri sendiri. Muhasabah terhadap diri sendiri tentang apa yang sudah dan telah tertinggal, tentang bagaimana dan sejauh mana langkah kaki menyusuri lorong-lorong waktu yang telah dikaruniakan ini. Lalu kembali teringat tentang sebuah firman Alloh  "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada Ku".   Dan yang terjadi kemudian adalah hitung-hitungan yang dilakukan itu seringkali menghasilkan kondisi yang  imbalace... ketimpangan yang menyedihkan. Kalau sudah begini tak terasa pelupuk mata membasah. Pandangan menjadi agak kabur terbiaskan oleh kristal-kristal bening itu. Menangisi semua yang hilang, menyesali segala yang terlepas. Namun terkadang berlaku hanya sejurus saja ketika ada banyak suara lain yang membela dan menenangkan... "Ah jangan terlalu risau...apa yang telah kamu usahakan selama ini juga bagian dari ibadah. Usah

"1001"

Seribu satu, orang sering menggunakan angka ini untuk menyebut sesuatu yang "....." tergantung dari konteks kalimatnya bagaimana dan untuk tujuan atau penjelasan apa. Beberapa contoh, misalnya seperti yang berikut ini: "Bang Nasir itu mempunyai 1001 macam cara untuk menyelesaikan persoalannya", ketika menjelaskan tentang seseorang yang ukil,  kreatif, penuh ide dan bisa menemukan hal-hal atau metode baru. "Ah lelaki itu punya 1001 macam alasan untuk tidak datang menemuimu...lupakan saja dia", saat menyebut orang yang suka ingkar janji. "Buku primbon tafsir 1001 mimpi" untuk menamai buku kecil berisi ramalan angka-angka yang akan keluar di togel ..yang SDSB itu tuh. "Ah keknya punya pengalaman nih dengan pertogelan?" Itu cerita lama ketika SMA dulu saat nunggu angkutan di penjahit baju yang dinamai Desember. Buku tafsir mimpi yang ada di situ isinya tentang mimpi yang di-angkakan dan orang pakai untuk menebak togel...apakah tepat

MERAWAT MOMENTUM

"Jangan sekarang ya...saat ini waktunya ngga tepat deh. Pak Boss lagi pusing dan sariawan, bisa-bisa kalau diomongin sekarang malah mental...kalau ditolak khan ngga bisa lagi nanti ngomongnya" Kata-kata itu jawaban dari pak Boss direct superior saya dulu terkait peninjauan gaji beberapa rekan yang belum juga berubah. Moment-nya ngga tepat dan juga tidak ada momentum yang pas untuk mendukung permintaan peninjauan itu. Tidak bisa disangkal memang kalau ketepatan momentum itu bisa dijadikan semacam jaminan, bisa dikapitalisasi untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Ketika perusahaan gencar mempromosikan program peningkatan plant reliability dan availability sebagai contoh ,  maka ide-ide yang kita usulkan seputar masalah itu bisa mengkatrol nilai jual kita. Sehingga ketika kita pingin ditinjau lagi bayarannya ada modal yang cukup untuk daya tawarnya. Seperti yang dilakukan para artis tenar yang merambah ke berbagai bidang itu bisa kita jadikan contoh tentang mer

Lelaki Pemanggul Roti dan Kurma

Malam dingin yang berhiaskan bulan yang masih sepotong ini serasa kian membeku Musim dingin yang sedang mendekati titik terendahnya ini telah membawa angan menuju padang tandus berpasir yang telah lewat sekian belas abad lalu Kisahnya membayang begitu jelas... Lelaki perkasa yang tak pernah sekalipun merasa gentar terhadap siapa saja lawan yang harus dihadapinya Yang selalu hadir di medan-medan laga yang besar dan menentukan Yang dengan ketajaman mata pedangnya itu serta kepiawaiannya dalam memainkannya telah tak berbilang lagi berapa musuh dengan nama-nama besar yang menjadi binasa Di malam-malam yang sunyi sepi...tak peduli lagi di musim dingin menggigit tulang belulang ataukah di musim yang mengucurkan begitu banyak keringat Lelaki itu dengan punggung penuh beban roti dan kurma keluar dari rumahnya menemui para kaum yang papa dan yatim piatu Lelaki itu telah menjadi ayah yang memberikan harapan bagi mereka Yang kehadirannya selalu dinantikan dengan segala harap Yang ke

Sebotol Air Segenggam Pasir

Gambar
Laut atau samudera yang begitu banyak menyimpan khazanah di dalamnya, pada keperluan tertentu seringkali digunakan untuk penggambaran sesuatu yang sangat luas, sesuatu yang sangat banyak berlimpah atau sesuatu yang tak terbilang. Sebagaimana digunakan ketika orang ingin meng- apresiasi  seseorang   atau   tokoh yang mumpuni dan luas pengetahuannya dengan menyebutnya sebagai  lautan ilmu atau samudera ilmu.  Atau ketika orang berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak seperti pada Aksi Bela Islam III tempo hari... "Lautan manusia telah menggenangi Monas " misalnya...yang dengan metafora ini lebih tidak beresiko diledek ketika sebuah angka dipakai untuk menyebutkan jumlahnya. Atau dalam bentuk yang lain seperti yang sering terdengar dalam bahasa Jawa ketika seseorang meminta maaf.. "Nyuwun gunging samudra pangaksami" mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya. Metafora laut ini kiranya bisa juga dipakai untuk menyebut internet saat ini yang di dalamnya t

PARANOIA

"Damn...asemm...sialan..." Begitulah gerutuan (iya...hanya yang gituan aja ngga ikutan mas Dhani yang bawa-bawa ternak ama si pelacak itu) yang acap kali keluar dari bibirku setiap kali rasa cemas atau bahkan rasa takut yang sebenarnya tidak cukup beralasan itu tiba-tiba menyergapku. Sungguh rasa itu begitu mengganggu dan aku sangat tidak menyukainya. Bahkan kadang timbul rasa kecewa pada diri sendiri mengapa bisa jadi begini. Aku sedang dalam paranoia akut. Jauh sebelumnya tidak sedikitpun rasa itu ada dalam benak, justru sebaliknya...yang ada hanyalah rasa suka, bangga dan hormat. Tangkapan mataku mengatakan ada ketakwaan dan kesalihan dari simbol-simbol yang dikenakan itu. Putih bersih tak bercela dan ada wibawa di sana. Pancarannya itu begitu kuat dan berkesan. Tahun-tahun yang aku lalui di Surabaya saat bersentuhan dengan Jama'ah Tabligh yang di beberapa daerah lain dikenal juga dengan Jaulah karena aktifitas jaulah atau kunjung silaturahminya yang intens it

Ah Settingan...

Sebenernya sudah bisa diduga kalau fanspage seberang balkon dan para penggemarnya itu akan menanggapi secara minor keberhasilan aparat dalam upaya pengamanan negara termasuk usaha usaha pemutusan sel sel tukang teror yang mana link nya sudah mendunia...transnasional. Namun tak urung tetap saja terkaget kaget dengan bagaimana cara mereka melihatnya. Point of view nya sedemikian berbeda. Tanggapan yang dibuatnya selalu berbasis negative thinking . Analisa...kalau kata ini boleh diturunkan derajatnya sebagai pengganti tuduhan...yang mereka buat nampak sebagai wujud atau bentuk ekspresi dari ketidak percayaan dan kebencian yang berkarat dan menyumbat. Tengoklah kembali kasus Sarinah...apa kata mereka? Bla bla bla...settingan itu! Lalu tentang temuan bom di BinKasi? Ngga kurang kurang miringnya terhadap aparat. Kritis sekali mereka itu yang saking kritis dan cerdasnya saya belum sanggup mengikuti alur berpikirnya. Pun juga keberanian dalam menarik kesimpulan yang diametral dengan n

Dan Mengenangmu Meneguhkan

Malam terasa begitu dalam Hening... Dan anginpun seolah enggan bertiup Sebatang pohon kurma diujung jalan itu pun sedemikian terlihat kaku Seluruh pelepahnya ditekuk merendah... Berkabung Terpekur mengenang waktu yang tertinggal jauh disana Lalu...sayup...pelan lembut...alunan biola menyentuh gendang telinga melantunkan Gugur Bunga nan syahdu mengharu Alunan itu menghantar syair indah tentang mu duhai Pahlawan sepanjang zaman Gugur Bungaku di Taman Hati Di Haribaan Pertiwi Harum semerbak menambahkan sari Dan mengenangmu menenteramkan...meneguhkan...

Jadilah Kuat dan Menang

Aku tahu dan kamupun juga tahu... Semua kita pun agaknya begitu Masa lalu itu sudah kita tinggalkan Mereka ada di belakang punggung-punggung kita Ianya telah menjadi jejak dan undakan perjalanan cerita kita Kisah kisah yang telah terberikan itu.... Lalu apakah pahit atau buramnya kisah yang telah lewat itu menjadikan kita lemah? Tanyaku "Oh tidak..." itu jawaban tak ada gentar darimu kawan...yang lalu kamu lanjutkan... "Kita punya penolong yang MauNYA tak satupun dari para pencegah itu sanggup merintangi kecuali kita sendiri" Oh sungguh Ia telah setegar karang Telah menjadikan kisah kisah lalunya itu tempat berpijak...titik tolak yang kokoh malahan Untuk merengkuh kecemerlangan yang telah menunggu Kamu kuat kawan...aku tahu itu Jabat erat tangan kecilku ini berharap menguatkan #Buat sahabatku yang gigih berjuang melakoni cerita barunya sebagai single parent

Pungguk dan Bulan Yang Dirindukan

Pungguk pungguk itu terus saja menatapi bulan Kerinduanya teramat membuncah sudah Akupun merinduinya Pun juga dirimu Iya...kita semua merinduinya Lalu ketika pesawat pesawat kertas itu Menjanjikan kan membawa kesana Penuhlah sudah pesawat itu dengan si pungguk Selamat jalan pungguk moga kau temui bulan mimpimu itu

Lagu Merdu Yang Kurindu

Rasanya sudah begitu lama kita tidak mendendangkan lagu-lagu merdu itu Lagu dengan syair lembut yang kadang mendayu merayu Syair penuh makna kebersamaan damai dan cinta Perasaan rindu itu kini semakin menggumpal mengkristal seiring dengan berubahnya jaman Berubahnya selera dan keinginan dan kepentingan Kini bukan lagi lagu malahan Terdengar nyanyianya hanyalah teriakan-teriakan kencang penuh kemarahan langka kata cinta langka kata mesra Lalu sampai kapan telinga kita betah mendengarnya? Tidakkah kita rindu lagu yang merdu?

Pedang Yang Terhunus

Membacai semua narasi dan kisah tentangmu telah membuatku berpikir ulang tentang mu Apakah kau seorang pahlawan dengan segala kebesarannya? Ataukah hanyalah seekor pecundang yang berkeliaran melata saja? Tentang siapa sejatinya dirimu adalah menjadi sebuah keburaman. Keburaman yang dibuat oleh tangan tangan tak bertanggung jawab. Kemilau pedangmu dan torehan rekornya telah memenuhi lembar demi lembar pustaka yang ada. Dan puja puji gemuruh dan nyaring menggelegar berlangsung terus hingga kini dan nanti Sebagai buah dari kuatnya narasi dengan segala amplitude nya Sambil tersembunyikan segala borok berbau yang ada di sekujur tubuhmu Sungguh kau begitu beruntung kawan memiliki banyak pemuja nan lugu bermodal prasangka baik dan angan angan kosong setinggi awan kelabu Kesaksian dari yang tersembunyi mengungkap cerita Tentang kilat pedangmu yang telah tidak saja menghabisi sesiapa yang berseberang denganmu Pun juga sesiapa yang mestinya terlindung dengan kilaunya dari yang te

Sang Prawira Tama

Sungguh kepahlawananmu wahai junjunganku insan termulia...begitu menjulang tinggi tak tertandingi Keteguhanmu yang engkau warisi dari Abah dan Datukmu betul betul membuka mata mata yang enggan untuk melihat Pengorbananmu bersama sekabilah kecil yang menyertaimu telah menjadi tonggak kebenaran yang tertancap kokoh dan memancar ke segala penjuru Menjadikan inspirasi perjuangan segala bangsa Kebenaran itu tidak mengenal jumlah...seberapapun sedikitnya orang bersamanya Dan menyamudranya para penentang itu tidak lantas menjadi pembenar kejahatan dan kesesatan mereka Sepasukan sangat kecil ini hendak mengingatkan kita bahwa jangan pernah terlena dengan bilangan terlena terus menerus hanya menjadi buih buih di lautan yang dipermainkan angin Hingga tak tahu kemana harus berlabuh...kemana harus berpegang Para terlaknat yang dihimpun keturunan perempuan pengunyah jantung pamanda Al Musthofa itu mengira Cahaya kebenaran itu akan bisa dipadamkan dan digantikan Tidak...sekali kali

Para TANDINGAN

Masih terbilang segar dalam ingatan karena belum terlalu lama di DKI Jakarta pernah dilantik gubernur tandingan...pak ustadz siapa tuh ya...ah ga penting penting amatlah sebuah nama itu karena yang menarik justru kisahnya...kisah pelantikan sebagai Tandingan itu. Kisah tentang membuat suatu tandingan sebenarnya hanyalah pengulangan sejarah masa silam saja. Benarlah kiranya jika dikatakan kisah kisah yang ada saat ini banyak sekali...jika tidak bisa dibilang semuanya...dulunya juga pernah terjadi. Yang menarik dari pembuatan tandingan ini ketika ada orang yang secara kompetensi pribadi tidaklah "terlalu menonjol" kecuali dalam hal hal yang khusus saja misal keras perangai, pemrotes ulung, sok pinter kurang ajar lagi lalu ditandingkan dengan sosok yang sangat fenomenal dalam segala bidang baik keilmuan maupun keprawiraan. Ketokohanya di- amplitude , dikatrol sedemikian rupa hingga seolah-olah menjadi pribadi pilih tanding yang jempolan. Pengkatrolannya bahkan tidak segan

Immigrant Song

Group music rock legendaris dari daratan Inggris, Led Zeppelin, didirikan sekitar tahun 1968  dengan 4 personilnya; Jimmy Page, John Bonham, Robert Plant dan John Paul Jones. Mereka sempat merajai blantika music di jagat ini di era 70an dan telah merilis album-album laris dan keren . Salah satu album yang saya suka dan yang paling sukses dirilis sekitar tahun 71an dengan titel album Led Zeppelin IV. Stairway to Heaven menjadi lagu terpopuler saat itu dan sampai kinipun masih enak dinikmati. Setahun sebelumnya mereka merilis juga album yang lumayan sukses bertitel Led Zeppelin III yang dibuka dengan Immigrant Song...yang mempopulerkan raungan Plant di awal lagu itu... "Aaaaaaaaaaaaaaahhhhh...." Immigrant Song konon dilatari oleh kisah Viking yang menjadi agresor yang menyerbu daerah lain untuk kejayaannya. Mereka memerangi suku-suku dari daerah yang diserangnya itu untuk kemakmuran dan kejayaannya. Kisah serangan Viking ini apakah sekarang tidak ada lagi? Ah jangan

KOLORPUL Itu Juga COLORFULL

Menuliskan cerita ketika masih jadi bocil? When I were a Boy or Kid? ...wah banyak yang bisa dituliskan sebenernya tapi mungkin bagian bagian yang terlalu personal...semacam rahasia dapur gituh...ya sulit untuk diceritakan. Rahasia! Antara episode episode sedih dan gembira itu silih berganti datangnya. Bahkan sesekali pernah dua kondisi itu bisa hampir berbarengan. Ah tapi itu biasa...semua orang juga mungkin mengalami hal sama. Senangnya dikasih hadiah baju dan celana apalagi menjelang lebaran itu sangat mengasyikkan...dah pol-polan senengnya...tetapi kalau diikuti kata kata tajam mengiris itu juga meninggalkan bekas...ah sudahlah itu masa yang telah lewat jauh. Satu cerita yang tak pernah bisa kulupakan itu ketika kelas 2 SD awal. Bersepeda dengan kakak pake onta aku duduk di depan di batang palakan sepeda yang jarak dagu hanya sekian sentimeter saja dari setir. Begitu dekat. Saat itu di tengah perjalanan tiba tiba kakak maksa aku nyetir padahal dia tahu kalo aku belum bisa.

Ayah Dan April Yang Dikenangnya

Semua orang itu punya kenangan. Pasti! Dan itu menjadi sah sah saja bila kenanganya tersangkut pada hal hal yang bahkan sederhana, sepele dan  remeh temeh sekalipun. Ya ngga apa apa....apapun itu boleh boleh saja. Ya toh? Ya karena Its all about Personal Experienced and Taste guys...pengalaman dan cita rasa pribadi. Pribadi dalam individual ataupun pribadi dalam bentuk yang lebih luas...sebagai bangsa misalnya. Lalu ada apa dengan April yang Ayah kenang itu? Di bulan April salah satu bulan dalam penanggalan Gregorian terdapat banyak kisah yang menarik dan penting...ah kata menarik dan penting ini saya kira masih debatable ...karena Ya dan Tidaknya lagi lagi berpulang pada subjeknya...menurut siapanya. Saya tak akan menyebutkan semuanya tapi cukuplah beberapa saja yang sangat populer yang sudah menjadi pengetahuan umum di kita bahkan dunia. Sebut saja tentang April Mop. Iyaa cerita tentang tanggal satu itu. Hampir di seluruh belahan dunia merayakanya (ngga juga kalee!!) Lupak