Bidak Yang Ter-eksploitasi

Pada permainan catur bidak yang hanya tahu jalan ke depan dan ga pernah bisa mundur itu yang sering dijadikan korban. Bisa diumpankan sebagai jebakan atau dibiarkan dimangsa karena tak ada pilihan. Pengorbanan selalu dipilih dari yang paling kecil nilainya. Itu suatu yang normal.

Meski begitu bidak juga sangat efektif untuk perlindungan. Ratu yang rokard berlindungnya juga pada susunan bidak-bidak. Bersatunya bidak yang bersusun, mempunyai kekuatan besar yang perwira pun dibuat tidak berkutik. Kekuatannya itu hanya bisa dilumpuhkan dengan cara dipreteli dari belakang atau kalaupun berhadapan langsung yang diadu sesama bidak. Hal ini jelas untuk menghindari kerugian. Tentulah perwira tak akan diadu dengan bidak.

Dalam praktek keseharian fenomena permainan ini juga bisa ditemukan.
Massa yang besar laiknya susunan bidak acapkali digunakan untuk menopang kepentingan para penggeraknya. Pengerahan massa yang besar itu digunakan sebagai kekuatan yang mengangkat daya tawar. Kadang sebagai pressure, tekanan pada institusi yang didatangi. Ini semacam dijadikan bukti bahwa opini yang sedang diusung merupakan opini orang banyak. Bukan hanya opini perseorangan.

Contoh demo besar yang pernah dibuat oleh serikatnya orang-orang yang bekerja mburuh pabrik atau jenis mburuh yang lainnya, seperti saya yang orang pabrikan ini, dimaksudkan untuk mengangkat daya tawar. Karena besaran jumlah adalah refleksi ukuran persentasi, keterwakilan. Sehingga nilai tuntutan lebih valid karena kehendak mayoritas bukan kehendak para elitnya. Tapi kadang ada yang agak ga enak ketika elitnya bermain politik. Kekuatan massa yang dia punyai itu sebagiannya dipakai untuk kepentingan sendiri, mengincar jabatan misalnya. Kalau suatu ketika bisa jadi mas menteri, mas menaker misalnya khan keren juga!

Massa yang besar itu bagi elitnya juga sebuah benteng pengamanan, yang dalam kondisi tak terduga, karena adanya massa lain yang kontra dan terjadi bentrok, maka cukuplah massa akar rumput yang berhadapan. Kasus bentrok di Bandung itu yang berdarah-darah ya akar rumput, yang kena pukulan balok ya massa yang bergerak itu bukan tokohnya. Penggede tentu ketemu dan berundingnya juga dengan penggede.

Apa yang bisa menggerakkan massa demikian besar? Sepemahaman. Kesamaan ideologi, cara pandang dan tentu ga kalah penting adalah kharisma penggedenya. Masalah apakah massa itu telah mendapatkan brainwashing sehingga bisa begitu loyal, sulit dikatakan begitu apalagi kalau menyangkut keyakinan. Ketika orang diluar kelompoknya bilang terjadi brain washed tapi bagi internal adalah sebuah keharusan yang butuh perjuangan.

Ketika akhirnya didapati kenapa tidak semua orang melibatkan diri pada suatu aksi, ada perbedaan sikap dan pandangan, mungkin mereka-mereka itu melihat ada kepentingan tersembunyi di sebaliknya. Kejelian dan kehati-hatian yang telah dijadikan alasan itu menuntunnya untuk tidak sekedar menjadi bidak yang ter-eksplotasi kiranya patut mendapatkan respect yang memadai. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!