Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Mari Bercerita Saja!

Dari Nguping Aku Mengenal Mereka, Sebuah Episode Awal Bepergian sendiri tanpa membawa serta keluarga itu ada semacam kebebasan tersendiri. Ga ada beban pikiran yang berlebih. Ini bukan tentang ngga mau repotnya, tetapi biasanya menjadi tidak sederhana jika dalam bepergiannya itu harus ada transit-transit yang mesti dilakukan. Apalagi jika transitnya berjam-jam yang begitu menjemukan. Kasian aja melihat mereka seperti keleleran gitu. Ga tega..sumpeh deh. Sementara mau nyariin penginapan, tanggung, sayang di waktu eh duitnya (dasarnya aja pelit!) Nah kalau sendiri itu, mau tiduran dimana aja ga jadi masalah. Mau di kursi peron, mau di bangku terminal, mau ngleset di karpet ruang tunggu bandara atau bahkan nyempil di pojokan mushola juga ga jadi masalah. Dibikin sesimpel-simpelnya. Hari itu ngga seperti biasanya. Jika sebelum-sebelumnya waktu transit paling pendek yang ditawarkan di web maskapai Qatar Airways selalu menjadi pilihan, maka hari itu transit panjang sekitar 6 jam-an di

Trans-literasi, Problem Yang Tak Kunjung Usai

"Bahwa segala sesuatu itu tergantung pada apa yang diniatkannya. Baik yang diucap-lafalkan maupun yang tersembunyi di dalam hati. Dan (pengetahuan) Allah sekali-kali tidak pernah tersembunyi dari segala isi hati. Allah maha melihat dan mengetahui baik yang nampak maupun yang tersembunyi." Sebuah pengingat yang pernah disampaikan oleh salah satu guru agama saat di bangku sekolah dulu itu, kembali terngiang saat ini dan rasanya masih (bisa) relevan untuk menanggapi ketika masih banyak diantara kawan di medsos yang masih saja mempermasalahkan atau saling koreksi terhadap penulisan kata atau kalimat dari bahasa asing (dalam hal ini Arab). Problem sebenarnya adalah faktor trans-literasi dari bahasa asal ke bahasa yang dipakai sehari-hari oleh penutur itu. Serta pilihan huruf sebagai simbol yang mewakili bunyi atau huruf asalnya yang berbeda untuk setiap bangsa/negara. Ketika kita menuliskan kata atau kalimat bahasa Arab ke bahasa Indonesia maka sudah semestinya jika kita menu

ISENG, MALES dan KAKILIMA

Tabiat orang beli barang itu terkadang suka agak-agak aneh. Rencana yang mau dibeli apa...eh yang didapatnya lain. Mendadak berubah rencana! Atau terkadang malah ga ada rencana beli apapun...eh keluar duit juga dari dompet. Mendadak semacam keisengannya yang muncul. Dan tabiat yang kek gituan aku masih sering melakukannya! "Dasar aja kamunya ga pernah punya rencana matang!" "Biarin...itu juga mungkin bagian dari rejekinya yang jualan toh...apalagi yang jualan itu pemodal kecil di emperan toko, kakilima yang ga kuat bayar sewa kios yang mehong itu!." Tangkisku atas sindiran yang sebenernya bagus sih. Dan biar lebih mantab ngelesnya maka alasan bagi-bagi rejeki dan pedagang kecil kakilima musti dibawa-bawa. Hahaha jadi keinget banget ama sebuah kata...Keberpihakan. Tentang keisengan itu, pernah suatu ketika di siang hari bolong dan panas yang cukup menyengat, berdua dengan ibunya anak-anak jalan di sekitaran perempatan Royal Serang. Ketika pindah dari satu to