ISENG, MALES dan KAKILIMA

Tabiat orang beli barang itu terkadang suka agak-agak aneh. Rencana yang mau dibeli apa...eh yang didapatnya lain. Mendadak berubah rencana!
Atau terkadang malah ga ada rencana beli apapun...eh keluar duit juga dari dompet. Mendadak semacam keisengannya yang muncul.

Dan tabiat yang kek gituan aku masih sering melakukannya!

"Dasar aja kamunya ga pernah punya rencana matang!"

"Biarin...itu juga mungkin bagian dari rejekinya yang jualan toh...apalagi yang jualan itu pemodal kecil di emperan toko, kakilima yang ga kuat bayar sewa kios yang mehong itu!." Tangkisku atas sindiran yang sebenernya bagus sih. Dan biar lebih mantab ngelesnya maka alasan bagi-bagi rejeki dan pedagang kecil kakilima musti dibawa-bawa. Hahaha jadi keinget banget ama sebuah kata...Keberpihakan.

Tentang keisengan itu, pernah suatu ketika di siang hari bolong dan panas yang cukup menyengat, berdua dengan ibunya anak-anak jalan di sekitaran perempatan Royal Serang. Ketika pindah dari satu toko ke toko yang lain untuk sebuah alasan harga yang lebih miring untuk sebuah kompor gas, mata ini tertambat pada lapak kecil yang menjajakan cincin batu akik.

"Cantik nian itu batu!" Seru batinku. Dan sekonyong-konyong berhenti ndhodhok di depan si mamang tukang batu. Sambil menimang-nimangnya, pelototi setiap sisi-sisinya, mencobanya, liatin lagi sambil putar-puter itu jari untuk mastiin wangun nggaknya tongkrongan si batu ini. Sesaat jadi lupa deh bini dah nyampe mana.

"Abiii...lho kok berenti...ngapain?"

"Eh tinggal aja deh...ini ada yang asik. Dah aku setuju aja model ama harganya, menurut Umi cocok, dah bungkus aja". Seperti biasa...jawaban itu dan sejenisnya menegaskan kalau lekaki itu untuk urusan yang gituan cenderung simpel. Targetnya cepat kelar urusan.

"Pire kien mang? Ganti ring embane pakai perak ada ngga?" Terus jadi berapa?"
Jawaban si Mamang "Sekian aja kang kalo ring nya perak. Ini kebetulan ada"
Setelah tawar menawar dan cocok...jadi deh si jari manis kanan itu telah berhias.

Dikali lainnya, masih bentuk keisengan alias ngga sengaja nemu barang yang asik juga, ketika sedang menunggu bis kota. Di salah satu lapak di trotoar itu memajang buku-buku yang jarang orang suka karena ditulis oleh orang yang dikenal berhaluan kiri. Novel-novel ohm Pram! Aih ini namanya pucuk dicinta ulam tiba...tumbu oleh tutup kata pepatah jawa. Yaudah bungkus deh salah satu buku dari tetraloginya yang terkenal itu.

Tabiat satunya lagi yang juga jadi fenomena adalah males. Males untuk pergi ke kios atau stand-stand resmi yang harus jalan jauh dari parkiran, males harus naik turun tangga dan berdesakan, belum nantinya harus gotong menggotong atau tenteng-tenteng barang bawaan, maka alternatif kakilima yang bisa sembari-sembari, bisa sambil lalu bahkan kadang tanpa parkirpun bisa (sebenernya parkir juga sih cuman ngavling sebentar itu jalanan meski bikin nambah macet) menjadi pilihan. Lima sepuluh menit kelar urusan lalu cabut.

Ketika ikutan beli ke lapak-lapak yang mengokupasi trotoar atau bahu jalan itu ada juga sih yang mengingatkan.
"Lha ini apa sampeyan ikut-ikutan juga beli di tempat yang ngga semestinya, bagaimana pemerintah mau menertibkan PKL lha pembelinya ada. Coba kalau semua orang sadar, mau ngerti dan ngga mau beli dagangan PKL yang melanggar Perda". (Sssttt jangan bilang-bilang ya konon Perdanya sementara disimpen dulu).

Sinergi antara iseng, males/ngga mau repot dan kakilima sebagai penyambut peluang menghadirkan hukum ekonomi, supply and demand hadir disitu. Maka menjadi sebuah masalah yang tidak mudah untuk menerapkan Perda. Alasan menafkahi keluarga yang mengiris hati itu juga beban pikiran yang tak kecil bagi pemangku kebijakan.

Tetapi sebenarnya apapun alasannya pil pahit tentang ketertiban dan disiplin itu juga sebuah keharusan dan pelajaran yang mesti bisa diambil oleh semua pelaku untuk menuju perbaikan.

Solusi dari pemangku kebijakan yang benar-benar menyentuh permasalahan tanpa ada pihak lain yang dirugikan mestilah ditemukan. Selama ada pihak yang merasa isi dompetnya berkurang atas penerapan kebijakan baru, sudah bisa dipastikan bakalan ribut. Muter-muter disitu dan kusut.

Semoga solusi terbaik segera ditemukan PKL bisa punya tempat yang layak dengan harga miring jika perlu bersubsidi....aih...dan ayo jangan males untuk jalan kaki lebih jauh biar lebih sehat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!