Pengantin (Bom) Teruna [MariBerceritaSaja-2]

Aku ingin sedikit berbagi perasaan sedih yang sampai hari ini masih menyesakkan dada.

Meski sudah sekitar dua pekan lamanya, jika dihitung semenjak adanya kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua Depok, lalu disusul dengan beberapa serangan suicide bombing ke beberapa gereja di Surabaya yang merenggut nyawa saudara sebangsa dan setanah air itu, rasa-rasanya masih saja menggoreskan duka dan luka. 


Bagaimana tidak meninggalkan duka dan kepiluan yang amat sangat jika temuan pada jasad 5 korban anggota Polri dari satuan Densus-88 itu terdapat jejak-jejak kesadisan yang mendahuluinya sebelum berakhir pada kematiannya?.


Saya sudah tak kuasa lagi untuk menuliskan ulang jejak-jejak luka pada tubuh korban yang rasanya begitu sulit untuk diterima oleh akal sehat. Bagaimana mungkin hal yang demikian itu ternyata sanggup dilakukan oleh anak manusia yang dikarunia akal dan hati.


Bagaimana pula tidak menorehkan kegetiran dan kepahitan yang terus mengusik nurani jika dalam serangan-serangan bom yang dilakukannya melibatkan anak-anak dibawah umur yang sangat mungkin tidak paham sama sekali apa sebenarnya yang sedang dilakukan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya yang semestinya telah genap akalnya itu.


Rasa benci yang terus dirawat dan dipupuk dengan narasi-narasi sumbang tentang ketidakadilan di berbagai bidang akibat dari tata pemerintahan yang tidak benar, tata kelola yang tidak sesuai dengan "kehendak Tuhan" dan lain sebagainya itu, kiranya telah benar-benar mengendap pada alam bawah sadar para pelaku. 


Narasi kebenciannya bisa kita lihat pada isi ceramah-ceramah beberapa tokoh yang menilai negara dan pemerintahan yang sah ini sebagai thaghut yang lalu berujung pada penilaian pada seluruh perangkat dan aparat pemerintahan sebagai alat kekuasaan untuk meminggirkan dan menzalimi sebagian ummat beragama. 


Kita bisa lihat dan dengar bagaimana mereka, para penceramah itu bisa demikian entengnya menyebut institusi Polri kita ini sebagai wereng-wereng coklat pengganggu yang melakukan penzaliman, represi, tebang pilih, pengkriminalan dan stigma buruk lainnya pada forum-forum yang mereka asuh.


Kita juga bisa dengar apa kata dan tanggapan mereka tentang serangan-serangan yang berbau terorisme itu malah disebutnya sebagai rekayasa aparat atau bahkan hanya sekedar pengalihan issue belaka.


Sungguh yang demikian ini sebuah keadaan yang tidak boleh dibiarkan terus tumbuh dan berkembang pada kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Jika tidak ada upaya-upaya ekstra yang dilakukan, maka titik-titik api itu bisa semakin meluas yang ancamannya adalah perpecahan dan dis-integrasi bangsa. Kita musti belajar banyak pada kasus-kasus negara lain yang sudah kecolongan dan berakibat pada porak-porandanya negara-negara itu.


Suriah, sebuah nama dengan kisah-kisah pilu yang mengharu-biru rasanya sangat tepat untuk dijadikan pelajaran penting buat kita semua. Bagaimana negara yang sebelumnya tergolong aman, damai dan makmur  bisa mendadak menjadi medan laga yang dahsyat dengan para petarung yang terlibat di dalamnya datang dari berbagai belahan dunia.

Iya, sentimen SARA yang berhasil digelembungkannya sedemikian rupa telah menjadi semacam magnet yang teramat kuat daya hisapnya hingga ke berbagai belahan dunia. 

Upaya pemberian penjelasan ke dunia internasional tentang apa yang sebenarnya terjadi melalui safari para ulama dan mufti besar negaranya dalam berbagai kunjungannya ke negara lain, belum cukup untuk menghapus narasi lama yang sudah terlanjur melekat sebelumnya.


Aah..inilah hal yang paling aku benci ketika mengingat kisah negeri yang sebelumnya dikenal pula sebagai negeri yang indah.


Seringkali secara tiba-tiba berbagai bayangan; puing-puing dari berbagai bangunan, situasi penuh kengerian, kebengisan, pederitaan, wajah-wajah putus asa, silih berganti berdatangan tanpa bisa dikendalikan. Terus saja mengusikku. 


Ketika coba kupejamkan mataku sebagai cara untuk menafikan semua bayangan itu, yang muncul malah wajah-wajah Indonesia yang pergi melibatkan diri kesana.

Terlintas wajah Abdul Hayie salah satu anak ustadz terkenal di Jakarta yang sedang menenteng senjata.
Wajah orang Purwakarta yang bekerja sebagai teknisi elekrikal di wilayah kekuasaan yang di-klaim sebagai "negara baru" itu. 
Wajah anak-anak Indonesia yang dibawa hijrah orang tuanya kesana. 
Lalu wajah-wajah para penganjur dan penyeru jihad yang mengajak datang sebagai anshor-anshor Daulah. Dan masih banyak lagi kelebatan-kelebatan yang lainnya lagi, namun mendadak terputus ketika tiba-tiba aku teringat sebuah nama. 

"Teruna!" Sambil membuka mata aku terpekik dengan nama ini. "Ah apa kabarnya anak itu sekarang?!" 


Teruna, si pemuda belia yang pernah kukenal dan temui ini seorang pemuda yang tengah bersemangat dalam beragama. Gairahnya meletup-letup, semacam mengalami pubertas dalam beragama. Aku sungguh salut dan bangga padanya mengingat ketika seusia dia, aku belum memiliki gairah sedemikian besarnya. Barangkali kegiatan ekskul semacam ROHIS di sekolahnya lah yang telah berperan membentuknya.


Namun disamping rasa bangga dan salutku, terbersit pula rasa was-was dan cemas. Aku memang agak mencemaskan si Teruna ini lantaran beberapa sikap beragama yang Ia tunjukkan itu terkesan keras dan kaku. 

Ghirah terhadap agamanya yang sedemikian kuatnya telah membawa pengaruh pada pikiran-pikirannya. Pikiran tentang tegaknya syariah Islam secara total pada negeri ini. 
Tentang bumi miliknya Allah yang harus diurus dengan hukum bersumber hanya dariNYA. 
Tentang tata kelola negara dan kehidupan berbangsa yang harus mengikuti semua tata aturan agama. Tentang keburukan dan mudharatnya sistim demokrasi. 
Tentang penegakan khilafah yang teramat utopis itu. Dan tentang-tentang yang lainnya yang akhirnya mengarah pada hujatan dan ketidak puasan pada pemerintah.

Aku tidak yakin apakah saran yang pernah aku katakan padanya, bisa menjadi pertimbangannya untuk banyak bergaul dengan berbagai kalangan, berbagai pemikiran keagamaan yang senyatanya sangat beragam. Jangan dulu merasa puas dan sudah merasa berada dalam kebenaran yang paling hakiki dengan paham dan pemikiran yang dianutnya saat ini. Karena banyak sekali ulama dan tokoh-tokoh agama yang sikap dan cara pandang terhadap praktek keagamaan dan tata kelola negeri ini berbeda bahkan bertolak belakang dengan apa yang Ia pelajari dari para tokoh pembimbingnya.


Usia mudanya dan kesempatan yang terhampar luas untuk terus mengkaji agama dan praktikal keagamaan, haruslah Ia manfaatkan sebaik mungkin. Pengembangan dan pendewasaan nalar harus terus ditingkatkan. Akan kelewat berharga jika kesempatan yang baik itu disia-siakan begitu saja.


Terus terang kekhawatiran ku padanya yang suatu ketika bisa terjebak pada kegiatan yang bersifat destruktif masih kuat membayangi anganku. 

Aku sangat tidak ingin mendengar berita bahwa pada suatu hari kelak Ia berketetapan hati untuk menjadi "Pengantin" yang sangat ditakuti dan mengerikan bagi banyak orang.
Ia, dan siapa saja kaum muda harapan bangsa ini tidak boleh terjebak pada fanatisme buta dan ego sektoralnya sendiri dan kelompoknya.

Ada yang cukup melegakan dan mudah-mudahan ini menjadi hal yang positif adalah ketika pemerintah dengan sangat berani menerbitkan Perppu Ormas meski banyak ditentang oleh berbagai kalangan yang khawatir Perppu ini hanya sebagai senjata untuk menghabisi lawan-lawan politiknya. Senjata untuk memberangus organisasi yang bercorak keislaman. 

Lebih menggembirakannya lagi ketika pemerintah juga mengaktifkan Koopssusgab yang terdiri dari berbagai unsur kekuatan militer dan kepolisian untuk aktif melakukan penanganan pada kasus-kasus tindak kekerasan dan teror.

Kiranya sudah saatnya jika para tokoh dan otak dari radikalisme ini bisa segera ditemukan lalu dengan segenap kemampuan diajak kembali setia pada kepentingan bersama. Namun jika hal demikian tidak dimungkinkan, maka pembatasan gerak mereka harus dilakukan dengan sebaik-baik yang bisa kita kerjakan.


Kepentingan dan urgensinya sudah sangat kuat. Hal ini demi terhindarnya negeri ini dari malapetaka yang tentu tidak kita inginkan.

Terus terang aku masih sangat khawatir jika kelak bermunculan "pengantin-pengantin (bom) teruna" dalam jumlah besar dan tersebar di berbagai daerah yang nyata-nyata sangat pemberani itu men-teror kehidupan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!