Sembako, Tragedi Yang (Terus) Berulang?

Sudah berapa kali sajakah acara yang sedianya wujud kepedulian sosial, bentuk dari rasa simpati dan empati pada penduduk kurang mampu itu bisa berubah menjadi bencana yang memakan korban?

Berita-berita tentang jatuhnya korban pada acara semacam itu, dari yang cedera ringan hingga kehilangan nyawa adalah jawabannya. Berkali-kali sudah!

Keterulangan yang sedemikian itu menyisakan pertanyaan, berbarengan dengan rasa perih duka yang mendalam. Belasungkawa dan penyampaian rasa simpati atas keluarga korban harus kita berikan meski ini hanyalah sebentuk simpati paling rendahnya.

Lalu pertanyaan yang harus diajukan barangkali adalah; "Apakah kita ini baik penyelenggara maupun yang datang untuk keperluan itu tidak pernah belajar dari kasus-kasus sebelumnya?"

Tentu, disamping kita menilai panitia penyelenggara, misalnya dianggap kurang antisipatif terhadap segala kemungkinan yang bisa saja terjadi dilihat dari ketersedian infrastruktur kepanitiaan, temuan kurangnya banyak hal dari mereka, kita harus pula berani mengatakan bahwa masyarakat juga belum bisa belajar dari kejadian sebelumnya.

Mereka seolah masih tidak mengerti juga bahwa acara beginian sudah pasti yang datang sangat banyak. Saling berebut ingin duluan dan cepat kelar urusan itu, sudah menjadi sesuatu yang akrab dengan kita. Kalau hendak sedikit kasar menyebut, semacam sudah menjadi tabiat dari kebanyakan kita. Dan oleh karenanya berbagai macam kemungkinan yang tidak mengenakkan pasti akan menyertainya. Sebenarnya sulit untuk tidak memperkirakan akan terjadi demikian.
Lalu keputusan membawa anak-anak, dengan berbagai alasan yang dibuatpun tetap sulit bisa diterima pada akhirnya.

Tentang yang namanya berebut, jangankan akan beroleh sesuatu untuk dibawa pulang apalagi dengan gratis. Secara yang perlu belanjain duit saja kita juga saling berebut juga kok. Tentu kita tidak pernah lupa bagaimana dulu orang berdesakan untuk memperoleh tiket nonton bola misalnya. Atau tiket nonton konser musik dari penyanyi favorit. Yang cerita berdesakannya itu berlanjut ketika memasuki arena konser atau stadion bola. Berebut dekat panggung dan lain sebagainya yang butuh kekuatan fisik yang memadai.

Dari kondisi yang memang begitu adanya maka perlu ditemukan cara yang paling baik dan elegan dari pihak penyelenggara lalu masyarakat juga perlu mempertimbangkan dan memperhatikan dengan baik-baik tentang dirinya sendiri, kesiapan fisik dan mental adalah keharusan, agar kisah serupa tidak perlu terjadi lagi.

Dalam konteks jatuhnya korban meninggal 2 anak usia 10 dan 12 tahun pada acara Untukmu Indonesia, banyak yang mengkritisi mengapa kasus itu kalah gemanya seolah menganggap remeh pada nilai nyawa orang dibanding dengan kasus car-free day yang "hanya" sebegitu kejadiannya? Yang ngga ada sama sekali korban cedera fisik berupa luka bahkan yang ringan sekalipun?

Disregarding, apakah itu buah dari agenda setting dari sebuah rekayasa sosial politik ataupun kejadian faktual, ada suatu hal yang penting untuk dicermati dan diwaspadai. Yaitu potensial konflik horizontal-nya yang bisa meluas menjalar kemana-mana. Potensi kerusuhan yang menular ke tempat-tempat lain di Ibukota dan daerah-daerah di negeri ini yang punya basis dukungan politik yang kuat dari kedua belah pihak.

Oleh karena inilah, kecemasan banyak pihak dan sebagian tokoh akhirnya berbuah pernyataan yang menyesalkan atas kejadian itu.

Apakah kekhawatiran ini terlalu berlebihan dan mengada-ada alias lebay? Saya akan bersepakat dengan yang mengatakan "Sama sekali tidak". Mengingat semakin hangat dan cenderung panasnya situasi menjelang pemilu legislatif dan pilpres tahun 2019, ditambah pula tahun ini berbarengan dengan pilkada serentak di berbagai daerah, insiden skala kecilpun perlu diwaspadai.

Urusan politik praktis ini senyatanya bukan hal yang bisa dianggap remeh-temeh hanya berupa kegembiraan politik bersama saja. Akan tetapi sebuah hal yang sangat serius untuk ditangani apalagi jika ada pihak yang menaburkan bumbu "penyedap" berupa SARA.

Dampak dari konfliknya itu jika ada semacam pembiaran atau penanganan yang kurang serius dan tidak tepat, bisa berdarah-darah yang menimbulkan kerugian berupa materiil dengan angka yang sangat besar maupun kerusakan immateriil yang sangat susah untuk diketahui besaran angka-angka pastinya. Banyaknya nyawa yang hilang, keterbelahan dan keterpecahan bangsa menjadi berkubu-kubu, bukankah sesuatu yang sulit untuk dikalkulasikan kerugiannya?

Mempertimbangkan potensi kemungkinan di-eskalasi kasusnya itulah mengapa kasus yang bersifat politik selalu mendapatkan perhatian lebih.

Bukanlah bermaksud meremehkan dan mengecilkan korban jiwa pada acara bagi-bagi sembako atau acara sejenis itu, karena kasus kecelakaan yang demikian saya kira akan lebih mudah penyelesaiannya, baik diusahakan melalui jalur kekeluargaan maupun melalui jalur hukum. Tinggal niat baik kedua belah pihak saja untuk segera menyelesaikan persoalannya.

Demikianlah saya kira.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!