Terperangkap Permainankah Kita Ini?

Kalau memperhatikan media sosial kita yang hari-harinya penuh dengan gegontokan, saling serang, saling olok dan maki, saling merendahkan, saling hujat, saling memberi atribut nama-nama binatang pada saudara kita sesama anak manusia sebangsa setanah air, saya menjadi percaya betul pada kata-kata Hermann Goering pada pengadilan Nuremberg yang berangka tahun 1946. Meskipun saat ini berantemnya baru dalam tahap virtual, dalam dunia maya,  namun kecemasan akan berlanjut pada physical clash itu terus menghantui.

"Naturally, the common people don't war neither in Russia nor in England nor in America nor for that matter in Germany. That is understood. 
The people can always be brought to the bidding of The Leader. That is easy. 
All you have to do is tell them they are being attacked and denounce the pacifists for lack of patriotism and exposing the country to danger. It works the same way in any country.
(Hermann Goering at The Nuremberg Trials 1946)

Poin terpenting dari rangkaian kalimatnya itu, saya kira terletak pada kalimat kelimanya.

Meskipun kita hanyalah masyarakat awam yang tidak melek politik, yang jika terlibat dalam urusan politik-pun hanya sebagai penggembira, hanya sebagai pemasok suara di bilik-bilik sepi yang setelahnya itu kita tidak pernah tahu secara pasti akan dikemanakan dan digunakan untuk kepentingan apa suara kita itu kelak.

Kita akan tersinggung, marah lalu bergerak dengan semangat patriotisme yang tinggi manakala kita merasa sedang dipinggirkan, merasa diperlakukan tidak adil, merasa sedang terancam baik itu berupa ancaman sosial, politik, hukum, ekonomi, budaya, agama dan apapun saja yang membuat kita dan negara ini pada posisi bahaya. Lalu berdiam diri akan semuanya itu tentu merupakan kekonyolan sikap yang sangat menyedihkan. Maka menjadilah kita militan-militan yang suka rela berkorban dengan segala resikonya.

Pertanyaan penting yang harus diajukan sebagai penguji keakuratan penilaian atas kondisi itu, menurut saya adalah, Apakah benar bahwa kondisi bahaya yang sedang kita risaukan ini merupakan fakta yang akurat? Yang mana hanya bisa didapatkan dengan usaha yang tidak mudah. Yang untuk mengerti dengan benar keadaan riilnya perlu melakukan kajian atau minimalnya banyak membaca informasi dari berbagai sumber. Cover both side, baik itu informasi resmi yang released dari pemerintah maupun yang ditulis orang tentangnya, lagi-lagi baik itu orang yang pro maupun yang kontranya.

Kita harus mampu menanggalkan terlebih dahulu dari perasaan suka-tidak suka, karena sikap yang demikian ini berpotensi membawa kita kepada pemilihan berita atau informasi yang ingin kita baca dan dengar saja. Berhenti hanya pada materi yang meng-afirmasi, membenarkan dan mendukung keberpihakan kita.

Oleh karenanya, tentu harus jujur kepada diri sendiri, apakah sikap keberpihakan kita saat ini sudah melalui tahapan yang demikian itu? Apakah kita malah sudah terjebak pada permainan politik praktis dari orang-orang, baik itu politisi yang penuh ambisi kekuasaan maupun para konglomerat penguasa ekonomi sebagai penyokong dana politiknya?

Jika kondisi kedua itu yang telah merasuki pikiran lalu mendominasi alam bawah sadar kita, alangkah beruntung dan sukses besar para demagog itu dalam membangun persepsi publik. Barangkali tinggal selangkah lagi para demagog itu yang akan mengatur segala sesuatunya dan bersiap-siap saja, ibarat lolos dari mulut singa lalu masuk ke dalam mulut buaya, rakyat lagi-lagi tidak beroleh manfaat apapun atas jerih payah perjuangan kerasnya. Jikapun ada, maka barangkali hanyalah sedikit saja yang berbonus kebanggaan bahwa pilihannyalah yang memenangkan kontestasi sambil berharap keajaiban datang dengan serta merta.

Mari sama-sama berusaha dan berdoa untuk kebaikan kita semua menuju jayanya Indonesia.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!