Racun Kalajengking Dan Kegagalan Menangkap Maksudnya

Terus terang pingin ketawa ngakak ketika netizen pada heboh mengomentari pidato presiden pada sambutan di depan para peserta musrenbang nasional, yang di dalamnya menyinggung tentang komoditas paling mahal di dunia.

Tapi ngakaknya saya kali ini harus bercampur rasa sedih. Sedih karena kebanyakan dari komen itu berisi sinisme dan olok-olok, serta kata-kata yang merendahkan. Ngakaknya, semua serapah olok-olok itu sebenarnya bersumber dari kesalahan sendiri dalam menangkap maksud dari pidato presiden. Kegagalan dalam memahami konteks yang sedang dibicarakan.

Kalau kesalahan dan kegagalan memahami konteks itu hanya oleh netizen rata-rata sih tidak jadi soal dan kita musti maklum. Tetapi kalau ada tokoh sekaliber ustadz Tengku Zulkarnain yang wasekjen MUI dan beberapa orang yang biasa disebut ustadz oleh ribuan follower-nya, ini yang bikin masygul.

Dan lihat saja, cuitan dan statusnya tentang racun kalajengking pada media sosialnya lantas mendapatkan sambutan luas dari para ummatnya. Barangkali para role model ini merasa ngga seru dan ga asik kalau ketawanya sendirian, maka dengan lempar cuitan dan status, ramailah sudah penduduk dumay dengan ketawa dan nyinyir berjamaahnya. Puas?

Lagi-lagi kita harus akui, bahwa untuk berlaku adil dan obyektif itu tidaklah mudah. Ketika dalam diri kita sudah ada perasaan tidak suka bahkan benci yang barangkali sudah mengerak, maka apa yang ingin ditemukan dari orang yang kita benci itu hal-hal yang minor atau apapun yang bisa diminorkan.

Dan runyamnya lagi, jika di kemudian hari apa yang kita buat untuk olok-olok itu terbantahkan atau malah keliru, lalu kita diam saja tanpa ada kata maaf atas kekeliruan dalam memahami konteks dan tidak memberikan klarifikasi atau penjelasan yang benar, dimana sebenarnya kita taruh intelektualitas kita?!.

Banyak yang menarik sebenarnya olok-olok yang sudah dibuat orang terkait pidato racun kalajengking ini, baik berbentuk video, meme maupun tulisan, namun saya berpikir sudah tidak penting untuk ditulis lagi, biar saja orang salah mengerti dan larut nikmat dalam kesalahannya itu.

Nah, sebelum mengakhiri tulisan ini, saya hanya ingin ingatkan tentang pantun. Saya yakin bahwa kita belum lupa jika pantun itu terdiri dari dua bagian.

Rangkaian kalimat yang mengawali sebuah pantun  disebut sebagai sampiran, rangkaian kalimat berikutnya baru berisi inti atau maksud dari pantun itu. Kita lihat berikut ini contoh pantun klasik yang sangat populer.

"Jika ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi.
Jika ada umur panjang, boleh kita berjumpa lagi".

Dari pantun di atas, jika kita hanya berhenti pada sampirannya saja, apa maknanya? Nothing. Tidak ada pesan bijak apapun yang tersampaikan.

Kembali pada cerita tentang racun kalajengking yang super mahal yang disebut pada pidato itu, ibarat pantun juga, ia-nya hanyalah sekedar sampiran. Isi dan maksud dari pantun itu ada pada kalimat lanjutannya.

Bukankah mahalnya beberapa komoditas yang telah disebutkan di awal pidato itu, telah di-eliminirnya ketika presiden menyebut yang paling mahal di dunia dari semuanya itu adalah waktu dengan tambahan kalimat penegas, "Harus digaris bawahi bahwa waktu adalah komoditas yang paling mahal di dunia".

Sebenarnya, disinilah poin penting yang ingin disampaikan presiden, yang mana kita akan sangat merugi dan tidak pada tempatnya lagi jika masih terus saja membuang-buang waktu.

Presiden ingin menyampaikan bahwa praktek yang selama ini banyak membuang-buang waktu karena birokrasi yang panjang bertele-tele, tata aturan yang in-efisien dan lain sebagainya itu harus segera ditinggalkan. Kalau tidak, kita akan semakin tertinggal jauh oleh negara dan bangsa lain.

Spirit tentang berhemat waktu dengan memanfaatkannya secara optimal, momentumnya sangat tepat ketika disampaikan pada musyawarah yang dihadiri oleh para pemangku kewenangan mengatur yang berasal dari seluruh wilayah negeri, sehingga antara pusat dan daerah mempunyai kesamaan misi dalam menjalankan kerja yang efisien.

Jika poin penting ini terkaburkan oleh cerita mahalnya racun si kala yang njengking-njengking lalu malah tertarik untuk membuat olok-olok, meminjam istilah "cerdas"nya politikus PKS Mardani Ali Sera,
"Kalau sudah begini, lantas yang layak dibilang cerdas siapa ya Bang?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!