Para Pengais Emas (Puzzle&Labirynth~6)

Sadar maupun tidak, kita semuanya ini adalah musafir, sang pejalan yang tengah menyusuri lorong-lorong riuh-sunyi, terang-gelap, menukik turun-terjal mendaki di dalam rimba belantara  kehidupan kita. Sang pejalan yang tengah berhadapan langsung dengan segala aral melintangnya.

Dinamika dan romantika yang selalu hadir silih berganti dan memberi warna-warni dalam setiap jejak langkah itu, bagi kebanyakan kita,  kerap menjadi selubung yang mengaburkan pandangan, bius-bius yang sanggup melemahkan kesadaran.
Kesadaran bahwa penyandangan nama sebagai sang pejalan itu, kelak mesti kembali, pulang menuju kampung halaman asal-muasalnya.

Sungguh beruntunglah, ketika dalam situasi yang sedemikian sulit itu mendapat karunia Allah atas dipertemukannya kita dengan orang-orang yang teguh kukuh dalam jejak langkah yang terang. Pribadi-pribadi tercerahkan dan mencerahkan yang bisa membantu menjaga kesadaran kita, agar tak lupa  mengenali pula jalan-jalan pulang itu.

Orang-orang yang terpikat dan menempuh jalan spiritual, menjalani kehidupan tasawuf dengan segala pernak-pernik laku dan upaya itu begitu arifnya dalam memandang dan menyikapi hidupnya.
Mereka ada yang memilih hidup dengan sederhana, tak ingin terbebani dengan banyak urusan yang baginya bukanlah hal yang prioritas. Namun, tidak sedikit pula dari kalangan ini yang bisa bermesraan bersama dunia namun tidak pernah terikat dalam bentuk apapun dengannya.

Ada petuah dari para jawara penikmat laku spiritual, bahwa janganlah pernah dalam setiap tapak kaki penyusuran jalan-jalan sunyi hening dengan pencapaian pada setiap jenjangnya itu menganggap sebagai pencapaian atas kemampuan pribadi semata. Janganlah pernah mengira bahwa kita akan bisa menemukan jalan menuju pencerahan itu melalui diri kita sendiri. Sebab bagaimanalah mungkin seseorang bisa menemukan tentang sesuatu sementara ia sendiri tidak tahu apa sebenarnya sesuatu tersebut.

Tentang yang demikian itu, tepatlah apa yang pernah disampaikan  Maulana Jalaluddin Rumi dengan ungkapannya ini:

"Setiap orang menjadi pencari Emas, tetapi orang awam tidak mengetahuinya ketika ia melihatnya. Jika Anda tidak bisa mengenalinya, bergabunglah dengan orang bijak".

Kita, barangkali juga adalah para pencari dan pengais-pengais emas, yang keberangkatannya itu tidak tertutup kemungkinannya sebagai orang awam.

Maka inline-lah dengan perintah agama untuk terus menjalin silaturahmi antar sesama umat manusia, untuk membentuk networking yang bermanfaat dan berdaya guna.

Terlebih lagi menjalin silaturahmi dengan orang-orang salih yang 'alim nan bijak, yang mampu menerang-cerahkan, yang mampu menunjukkan kepada kita dimana saja emas-emas itu bisa dikumpulkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!