Postingan

Suluh-suluh Kebenaran

Saya percaya pada pendapat yang mengatakan bahwa kebenaran itu akan mampu menemukan jalannya sendiri untuk kemudian menjelma secara terang benderang laksana matahari siang bolong di langit biru tak bermendung di wilayah tropis sekaligus. Meski untuk itu dibutuhkan waktu yang teramat panjang dan silih bergantinya generasi, bahkan. Masa tunggu yang panjang itu pula adalah keniscayaan, oleh sebab dalam perjalanan sang terang itu selalu ada aral melintang dan awan gelap yang mengiringinya, yang terus mencoba untuk mengaburkan bahkan mengurung menyembunyikannya. Bukankah dalam setiap detak kehidupan ini selalu ada paraga-paraga yang bekerja keras menjalani 'peran' pada posisinya masing-masing?. Tentu kita masih ingat tentang sekeping koin berwajah ganda khan? Sang gelap, para penghambat dan penentang itu pun berkeras untuk selalu hadir ketika sang suluh penerang bermaksud mengusir kelamnya 'malam kejahilan' dengan cahaya-cahaya petunjuknya yang menerangi. Mereka, agen-ag

DENGAN CINTA (1)

What is the difference between I like you and I love you? It was beautifully answered by Buddha: "When you like a flower you just pluck it. But when you love a flower you water it daily. One who understands this, understands life". Quote yang bagi saya menarik itu saya baca di screen saver-nya seorang kawan yang bukan penganut Budhisme. Ia berkebangsaan India yang lahir, hidup dan tumbuh dalam keluarga dan lingkungan yang beragama Hindhu. Sebagaimana riwayat hidup dia, saya telah di-Muslim-kan semenjak pertama kali saya menghirup udara luar dan bernafas dengan paru-paru sendiri. Saya tumbuh dan berkembang dalam asuhan keluarga dan pengaruh lingkungan sekitar yang mayoritasnya berlatar belakang Islam bercorak Muhammadiyah. Kami agaknya mempunyai cara pandang yang boleh jadi sama dalam memaknai nasihat atau kata-kata bijak sarat makna dan pelajaran. Ingin terus berupaya memahami esensi dari kata-kata itu tanpa harus menyempitkan diri pada lingkup yang exclusive.  (Kita tentu ma

UANG DAN HASRAT KEINGINAN

Di suatu pagi buta saya keluar rumah untuk suatu keperluan. Seperti biasanya jalanan masih lengang, hanya ada beberapa yang lewat dan satu-dua orang sesama pekerja migran terlihat sedang menunggu bus jemputannya. Tabiat jalan saya biasanya dengan langkah-langkah tetap, namun hari itu ada sedikit akselerasi untuk mempercepat sampai di ujung gang. Ada suatu hal yang membuat tabiat itu berubah. Ketika ujung gang itu tinggal menyisakan dua puluhan langkah, seorang anak muda usia 20-an tahun berkulit cenderung gelap menghentikan langkah cepat saya. Ia menyapa ramah dengan salam yang diikuti sodoran tangannya mengajak bersalaman.  Meski sempat terlintas prasangka buruk di kepala namun uluran tangannya itu tak urung tetap saya sambut sembari menjawab salamnya. Ada beberapa cerita memang, hingga prasangka buruk itu harus singgah di pikiran saya.  Mencegat -seperti yang terjadi pagi itu-lalu bertanya basa-basi tentang apa saja telah berujung pada raibnya dompet yang tentu saja beserta semua isi

LABIRIN

Sempit menghimpit, berputar dan melingkar-lingkar. Namun seakan telah menjadi kodrat alam bahwa jalur-jalur yang sedemikian itu mestilah pula dilalui, sesekali ataupun malah berkali-kali, suka ataupun tidak.  Apakah tidak ada jalan-jalan yang lempang yang bisa dipilih?  Tentu saja ada dan pilihan itu tidak sedikit sebenarnya. Tetapi ada banyak sekali faktor penyebab -utama dan turunan-turunannya- yang membawa serta akibat yang boleh jadi berturutan bertubi-tubi, seolah beranak pinak. Adalah hukum kausalitas yang kemudian bekerja mengikuti suatu keputusan yang diambil.  Ketidak tepatan -bahasa halusnya dari kesalahan- dalam mengambil keputusan-lah yang acapkali membawa pada lorong-lorong sempit itu. Yang tebusannya tidak jarang memerlukan usaha yang luar biasa besar untuk bisa keluar darinya. Ada banyak peluh, keluh serta air mata yang tertumpah dan tentu saja sekian dan sekian nominal mata uang. Meskipun pepatah telah menyindiri dengan ungkapannya yang sangat populer tentang keledai it

Senja Nan Eksotis

Ketika saya diminta untuk menjelaskan makna dari sebuah kata, kerap kali saya merujuk pada KBBI daring atau bahkan mencoba konfirmasi ke Meriam Webster Dictionary jika kata itu kata serapan dari English.  Namun untuk kata eksotis saya tidak melakukan kebiasaan itu, melainkan hanya mengatakan pada si penanya “Pergilah ke suatu tempat dimana kamu bisa saksikan matahari dengan sinarnya yang telah kehilangan sama sekali kegarangannya. Di sana kamu akan mengerti apa itu eksotis.” Di saat sinar matahari telah membentuk sudut lancip dengan bilangan derajatnya kurang dari 30 terhadap bidang datar bumi, di situlah kegarangan sinarnya mulai melemah yang lalu menyuguhkan keindahan panorama dengan semburat merah jingganya nan menawan ketika sudut itu semakin mengecil. Para pelukis berbantukan cahaya sangat menyukai suasana dan momen-momen yang ikut terlibat di dalamnya lalu mengabadikannya dengan kamera dan segambreng perangkat pendukung lainnya. Senja memang telah identik dengan nuansa yang sedem

Eling Lan Waspada

Keinginan baik untuk menolong sesama umat manusia yang menderita dan teraniaya oleh karena konflik-konflik berdarah melalui bentuk-bentuk donasi yang sering kita jumpai, terutama peruntukkannya bagi mereka yang berada nun jauh di luar batas wilayah negara sendiri, jelas tidak akan cukup hanya berbekalkan rasa simpati dan romantisme belaka.  Apalagi jika melibatkan emosi yang menggebu-gebu yang karenanya bisa berakibat pada hilangnya rasionalitas yang menurunkan kewaspadaan. Potensi berujung pada mudahnya keterhasutan kita oleh narasi yang terus berseliweran yang boleh jadi tidak berimbang, menjadi sangat besar. Adalah perlu -meski tidak harus paham betul- bekal beberapa pengetahuan geopolitik tentang kawasan yang sedang bergolak itu. Yang paling bisa kita lakukan secara mandiri adalah banyak membaca informasi dari sumber berita yang variatif.  Lalu jangan lupa kesampingkan dulu kecenderungan keberpihakan kita alias menjadilah netral agar kita bisa memenuhi ungkapan "membacalah apa

To Be A Better Man

Agak kaget juga ketika pagi itu, di tempat para ahli hisap alias smoking shelter berbentuk octagonal milik maintenance department -salah satu tempat merokok favorit saya- mendengar obrolan yang nggak terlalu panjang namun ciamik punya. Apa itu? Lesson Learnt dari adanya pandemi Covid-19 yang telah berimplikasi pada banyak hal ini. Awalnya saya bersendiri saja di ruangan bercat putih kusam itu. Dan memang saya selalu mencari waktu dan tempat yang relatif sepi ketika pingin sebats  -istilah milenialis untuk udud- karena beberapa alasan.  Pertama -dan ini yang paling utama- untuk mendapatkan tingkat kekhusyu'an dalam merokok. Halah!. Tapi memang bersendiri sambil nyebats itu waktu yang paling afdhol untuk bermain-main dengan pikiran. Untuk berfiksi-fiksian dalam makna positifnya seperti penjelasan Bung Rocky Gerung tempo hari di acara talk show-nya Bung Karni Ilyas kalau ngga salah ingat.  Atau berkelana membongkar memory mencoba mencari part-part yang terlewat, semacam kontemplasi r

Terkotak Dalam Perbedaan

Apa yang dulu pernah saya alami di masa-masa usia sekolah itu ternyata perwujudan kecil skala kampung dari mendunianya pergulatan seru atas perbedaan pandangan theologis. Ya, ianya adalah gambaran faktual dari dinamika yang nampaknya tak pernah akan lekang oleh waktu dan terus berlangsung, terwariskan generasi ke generasi selama keberadaan makhluk hidup yang namanya manusia itu ada. Saat itu, dengan usia yang baru sekitaran delapan tahun, saya memang belum cukup umur untuk mengerti secara terang apa yang sebenarnya telah terjadi dengan orang-orang dewasa dan rasa-rasanya cukup berilmu di lingkungan yang saya tinggali itu. Hingga akhirnya sekelompok orang memutuskan untuk membangun mushola kecil yang kita sebut sebagai langgar, berjarak kurang dari 100 meter ke arah timur dari masjid yang sudah ada dan terbilang cukup besar. Kepingan yang masih saya ingat betul adalah ketika ikut kerja bakti mengangkut material wakaf dari desa sebelah berupa batu bata, kayu dan genteng sebagai bahan

Sekedar Obyek Belaka?

"Mugiya kita kabeh tansah pinaringan rahayu widada lan sih kawêlasane Gusti Alloh Kang Maha Suci, kalis sakehing sambekala. Gambuh jumbuh karo piwulange agami samubarang kang rinekadaya kuwi kudu sinartan nyênyuwun lan tumungkul pasrah maring ngarsane Gusti Kang Murbeng Dumadi. Amêrga sakabehing tumitah kang lumaku ing sak lumahing bumi lan jagad raya kuwi ana ing panguwasaning Gusti. Nanging kosokwaline uga kita ora kêna lumuhing gawe lirwa ing pambudidaya, banjur   hamung  mligi  ndêdonga nuli pasrah bongkokan maring Gusti." Adalah Pak Sulam, lelaki yang telah berumur menjelang 60 tahun namun masih nampak segar bugar dan tegap itulah yang menuturkan sebarisan kalimat dalam bahasa jawa di atas. Kalimat yang bermuatan doa, nasihat dan pengingat pada acara anjangsana yang dihelat di pendapa -begitulah kita menyebutnya- yang berada di samping rumahnya petang itu. Pendapanya, adalah sebuah bangunan sederhana yang tidak terlalu luas dan dibiarkan terbuka tanpa dinding. Tiang-

MEGATRUH

Senja yang masih menggantung di atas garis cakrawala itu seolah memberi isyarat, "Selesaikan semua urusanmu, persiapkan segalanya sebelum aku membawamu serta dalam dekap hangatku, dalam larut sepiku". Warna merah jingga yang bertahan di ufuk itu masih memberi kesempatan. Ya, masih ada waktu karena siang memang belumlah sepenuhnya usai. Masih ada kesempatan tersisa untuk melengkapi keping-keping puzzle kehidupan. Agar citra diri itu sepenuhnya utuh. Kesempatan yang berhimpitan tak terpisah dari sang waktu adalah niscaya. Hanyalah kegigihan dan keteguhan hati bekal untuk bertarung dan bersiasat dengan sang waktu. Yang ianya tak sekalipun abai dengan ketetapan. Yang terus berjalan memenuhi kodratnya. Yang lugas dalam memutus setiap pengupayaan. Yang tak pernah hirau pada para pengharap yang merasa kehilangan. Dan anugerah atas kesempatan itu telah menjadi karunia besar yang tak bijak bila terhampa sia-sia.

OJO KLERU

Definisi itu menjelaskan dan menjadikannya gamblang. Mestinya begitu. Tapi, tak jarang ia malah membuat sekat. Sekat yang menghalangi, membelenggu, mengungkung dan, akhirnya jumud. Keterkungkungan kronis yang menjumudkan itu lantas membuatnya semakin rigid. Kaku, mengeras-batu. Menyisakan sisi-sisi tajam tak ramah. Wujud penghadir rasa ngeri Penyebab luka bagi para pendekat yang tak hati-hati. Mulo, sing ngati-ati ojo nganti kleru

HANYA IGAUAN

Mata itu tak lagi bisa dibuka lebar Hanya separuh katup atau malah kurang Melemahnya koordinasi antar saraf yang bertanggung jawab pada semua aktifitasnya itulah pangkalnya Kelopaknya bak terberati beban Hingga hanya menyisakan ruang sempit Bagi kornea yang masih berhasrat menangkapi segala citra Lalu di antara jaga dan lena itulah Kenanaran, samar-samar, ke-tak jelas-an, bayang-bayang pucat, citra-citra distorsif yang memenuhinya Kantuk berat nan panjang itu Lalu menyeretnya masuk ke kedalaman alam warna-warni Tangkapan citra-citra distorsifnya ikut pula berbaur Berkelindan tak berjarak Bergumulan tak terpisah Bergelora membuncah-buncah Merambahi malam yang semakin dalam Dalam Dalam dan pekat Lalu suara keras memecah di ujung sunyi "THOGHUT...THOGHUUUT!!!" "Nak, banguuun...bangun nak! Engkau mengigau!."

Tembang Macapat

Lewat baris-baris kata yang dipilih dan disusun secara indah, lalu disenandungkan dengan tak kalah apiknya pula, adalah metode bernasihat, memberi pêpeling kepada khalayak yang dilakukan oleh para leluhur kita tempo doeloe. Budaya dan sastra merupakan sarana yang dipilih untuk ikut berpartisipasi dalam membangun karakter masyarakat dan bangsa. Karya-karya kesusastraan para leluhur yang adiluhung itu telah menjadi khasanah bangsa yang bernilai sangat tinggi. Karya-karya yang penuh nasihat dan petuah bijak itu agaknya akan tetap relevan dengan kondisi kekinian. Dari sekian banyak karya sastra yang telah para leluhur lahirkan itu, adalah Macapat yang konon termasuk ke dalam karya sastra tembang cilik, mempunyai banyak ragam di mana pada setiap ragam dari tembang itu memiliki kandungan nilai tersendiri yang amat bagus. Ada sebelas ragam atau jenis dalam Macapat yang isinya nasihat berkenaan dengan perjalanan hidup manusia dari semenjak dalam kandungan ibu hingga kembali kepada Sang

Kesahajaan Yang Tersalah-pahami

Berabad-abad lamanya Engkau tersimpan dan berpindah dalam sulbi-sulbi suci dan rahim-rahim pilihan Berabad-abad lamanya pula namaMu selalu disebut dan menjadi tuah dan azimat bagi para pengharap Engkau dinanti-nantikan sepanjang waktu hingga Engkau hadir di bulan Rabiul Awwal kala itu Menebar cinta, kasih sayang dan berkah bagi sekalian alam KehadiranMu bersama keagungan dan keluhuran sifat dan budi pekerti yang tak tertandingi oleh siapapun Telah menjadi rahmat bagi semesta raya Sekaligus penutup Kenabian, penyempurna agama dan akhlak sekalian manusia Keagungan, keluhuran dan segala keunggulanMu yang berbalutkan kesahajaan yang sangat luar biasa itu Ke-basariyah-anMu yang Engkau perlihatkan secara jelas dan terang Sungguh telah menjadi tabir tebal dan suatu perkara bagi sebagian ummatMu Hingga membuatnya berpurbasangka serampangan akan hal ikhwalMu Gegabah memperbandingkan, mempertanyakan, mensoalkan hal yang bagi sebagian orang teranggap sebagai amat terlarang yang bah

Hikayat Mata Air

Mata air abadi itu terus saja memancarkan air yang jernih menyegarkan. Tanpa kenal putus. Barang sejenak pun. Airnya tetap terus mengalir melintasi sungai-sungai nan panjang tak berujung. Mengalir melintasi rentang waktu yang amat panjang. Bahkan hingga berakhirnya jaman. Ia memenuhi segala hajat, mencukupi segala kebutuhan. Men-tawarkan segala dahaga hingga membasuh sucikan hati-hati yang muram dan nestapa oleh beragamnya khilaf dan dosa, berpadu pengharapan dan rindu yang tak terperi. Adalah hikmah dan berkah dari gempa besar kala itu. Gempa tektonik bergesernya lempeng-lempeng bumi oleh sebab aktifitas bawah tanah. Gempa vulkanik yang memuntahkan lava dan bebatuan besarnya itu sempat menghadang dan menutup lintasannya. Hingga airnya meluap, meluber kemana-mana. Membanjiri tanah-tanah tandus, sawah-sawah gersang serta ladang-ladang yang kekeringan. Meluber mencari dan membentuk lintasan-lintasan baru. Adalah tanah-tanah persemaian yang selalu kekurangan air itulah yang menan