UANG DAN HASRAT KEINGINAN

Di suatu pagi buta saya keluar rumah untuk suatu keperluan. Seperti biasanya jalanan masih lengang, hanya ada beberapa yang lewat dan satu-dua orang sesama pekerja migran terlihat sedang menunggu bus jemputannya.


Tabiat jalan saya biasanya dengan langkah-langkah tetap, namun hari itu ada sedikit akselerasi untuk mempercepat sampai di ujung gang. Ada suatu hal yang membuat tabiat itu berubah.


Ketika ujung gang itu tinggal menyisakan dua puluhan langkah, seorang anak muda usia 20-an tahun berkulit cenderung gelap menghentikan langkah cepat saya. Ia menyapa ramah dengan salam yang diikuti sodoran tangannya mengajak bersalaman. 

Meski sempat terlintas prasangka buruk di kepala namun uluran tangannya itu tak urung tetap saya sambut sembari menjawab salamnya.


Ada beberapa cerita memang, hingga prasangka buruk itu harus singgah di pikiran saya. 

Mencegat -seperti yang terjadi pagi itu-lalu bertanya basa-basi tentang apa saja telah berujung pada raibnya dompet yang tentu saja beserta semua isinya. 

Adalah seorang rekan yang lagi apes, ia telah dibuat sangat repot atas kehilangan kartu ATM, kartu kredit, KTP pemukim migran yang kesemuanya itu pengurusannya butuh waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit.  


Bagaimana ceritanya si dompet bisa raib?  


Sang pencegat memang motifnya pingin dapat uang, tetapi ada yang berpura-pura pingin lihat KTP lalu merebut dompet. Atau terang-terangan langsung meminta uang. Nah ketika si calon korban mengeluarkan dompetnya itulah dengan secepat kilat si pencegat merebut dompet itu lalu berlari laksana atlet sprinter kelas olimpiade yang sangat sulit untuk dikejar. 


Dari pengalaman kejadian yang demikian itulah maka untuk menghindari kejadian serupa kita mesti menyiapkan uang pecahan di saku celana atau baju agar kita tidak perlu mengeluarkan dompet lagi.

 

Pagi itu saya memang sangat khawatir pasalnya di semua saku saya tidak ada satu lembar pun uang pecahan yang saya siapkan. Hanya ada satu cara untuk menihilkan resiko, lepaskan cekalan tangannya dan kabur.


Tapi alamaaaakk, ini beneran tak terduga. Meski tangannya terhitung tidak kekar sama sekali namun cengkeraman tangannya itu bagaikan berlapis zat adhesive super kuat, sebegitu lengketnya hingga berkali-kali usaha untuk melepaskan cekalan tangannya itu selalu gagal.


Namun pagi itu saya masih beruntung. Seorang Pilipino yang berada di ujung gang itu ternyata mengawasi kami. Dengan dua atau tiga kali teriakan “Police”-nya, si pencegat mendadak melepas cengkeramannya. Lalu kesempatan yang baik itu saya gunakan untuk bergegas pergi. Ada perasaan lega mengiri langkah cepat saya. Agaknya nama institusi itu telah menyurutkan niatnya untuk berbuat lebih jauh. 


Sepenggal cerita di atas hanyalah satu contoh level yang sangat remeh temeh dari yang barangkali saja ada jutaan kasus yang dilatari urusan uang dengan berbagai macam cerita latar belakangnya, modus atau cara-cara memperolehnya serta varian besaran nilainya. 


Kalau diingat-ingat kembali, senyatanya memang ada banyak sekali cerita di sekitar kita. Dari yang sekedar transaksi pinjam-meminjam biasa, patungan untuk menjalankan usaha, tergiur oleh investasi yang return-nya menakjubkan, tertipu lewat sambungan telepon yang mengabarkan kita dapat hadiah atau anak dan anggota keluarga kita ditangkap polisi karena terjaring operasi narkoba dan lain sebagainya hingga sampai pada level kekerasan yang bahkan bisa mengancam jiwa.

Belum lagi tentang uang negara dengan nilai fantastis yang dikorupsi oleh para punggawa dan pengatur kebijakan yang sudah tentu bisa berdampak buruk pada masyarakat luas. 


Lembaran kertas yang bertulis-gambar dan tertera angka-angka nominal padanya itu telah menjelma sedemikian rupa. Dayanya dahsyat bak mengandung sihir. Lembaran-lembaran itu bisa mengubah tabiat orang, yang dalam takaran dan kondisi tertentu bisa menafikan semua tatanan yang ada. Apakah itu moral, etika, hukum -termasuk di dalamnya adalah agama- semuanya bisa ditabrak begitu saja demi lembaran bernama uang. 


Penjelmaan yang sedemikian itu memang tidak akan bisa terjadi ya karena dia hanyalah obyek, hanyalah alat dimana manfaat dan mudaratnya ada di tangan subyeknya, para pemegangnya. Hanya karena adanya kolaborasi yang kuat dengan hasrat keinginan, nafsu keserakahan oranglah maka bisa nenjadi demikian itu.


Maka beruntunglah bagi siapa saja yang masih bisa menjaga diri dari kungkungannya dan kungkungan hasrat keinginannya serta memperlakukan si alat tukar itu tidak kelewat melampaui dari fungsi awalnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!