Lelaki Pemanggul Roti dan Kurma
Malam dingin yang berhiaskan bulan yang masih sepotong ini serasa kian membeku
Musim dingin yang sedang mendekati titik terendahnya ini telah membawa angan menuju padang tandus berpasir yang telah lewat sekian belas abad lalu
Kisahnya membayang begitu jelas...
Lelaki perkasa yang tak pernah sekalipun merasa gentar terhadap siapa saja lawan yang harus dihadapinya
Yang selalu hadir di medan-medan laga yang besar dan menentukan
Yang dengan ketajaman mata pedangnya itu serta kepiawaiannya dalam memainkannya telah tak berbilang lagi berapa musuh dengan nama-nama besar yang menjadi binasa
Di malam-malam yang sunyi sepi...tak peduli lagi di musim dingin menggigit tulang belulang ataukah di musim yang mengucurkan begitu banyak keringat
Lelaki itu dengan punggung penuh beban roti dan kurma keluar dari rumahnya menemui para kaum yang papa dan yatim piatu
Lelaki itu telah menjadi ayah yang memberikan harapan bagi mereka
Yang kehadirannya selalu dinantikan dengan segala harap
Yang kehadirannya menjadi obat segala nestapa
Lalaki itu berbalut kain selembar dua lembar yang menyisakan tanya bagi anak-anaknya...Siapakah gerangan yang telah mengurai segala perih dan nestapa ini?
Tak pernah berjawab...hingga absennya yang panjang berawalkan tetakan pedang yang memutus nafas dari si Ibnu Muljam
Syair indah tentangnya telah ditulis orang demikian...
Orphan with empty cups
Silent with heads bowed
Grief on their shoulders
Tears running down their cheeks
They sighs in absence of their father
He who came alone during the nights
Bread and dates he had on his shoulders
He who during the nights was wan
Came with his face masked
The sky had became dark
In blood all hearts were drown
In the depth of the wasteland
Hungry eyes awaiting him
Without his presence life has no meaning
It is him everyone ask for
Love toward him is the paradise
He who differ between hell and paradise
With him my heart has became full of hope
Musim dingin yang sedang mendekati titik terendahnya ini telah membawa angan menuju padang tandus berpasir yang telah lewat sekian belas abad lalu
Kisahnya membayang begitu jelas...
Lelaki perkasa yang tak pernah sekalipun merasa gentar terhadap siapa saja lawan yang harus dihadapinya
Yang selalu hadir di medan-medan laga yang besar dan menentukan
Yang dengan ketajaman mata pedangnya itu serta kepiawaiannya dalam memainkannya telah tak berbilang lagi berapa musuh dengan nama-nama besar yang menjadi binasa
Di malam-malam yang sunyi sepi...tak peduli lagi di musim dingin menggigit tulang belulang ataukah di musim yang mengucurkan begitu banyak keringat
Lelaki itu dengan punggung penuh beban roti dan kurma keluar dari rumahnya menemui para kaum yang papa dan yatim piatu
Lelaki itu telah menjadi ayah yang memberikan harapan bagi mereka
Yang kehadirannya selalu dinantikan dengan segala harap
Yang kehadirannya menjadi obat segala nestapa
Lalaki itu berbalut kain selembar dua lembar yang menyisakan tanya bagi anak-anaknya...Siapakah gerangan yang telah mengurai segala perih dan nestapa ini?
Tak pernah berjawab...hingga absennya yang panjang berawalkan tetakan pedang yang memutus nafas dari si Ibnu Muljam
Syair indah tentangnya telah ditulis orang demikian...
Orphan with empty cups
Silent with heads bowed
Grief on their shoulders
Tears running down their cheeks
They sighs in absence of their father
He who came alone during the nights
Bread and dates he had on his shoulders
He who during the nights was wan
Came with his face masked
The sky had became dark
In blood all hearts were drown
In the depth of the wasteland
Hungry eyes awaiting him
Without his presence life has no meaning
It is him everyone ask for
Love toward him is the paradise
He who differ between hell and paradise
With him my heart has became full of hope
Komentar
Posting Komentar