UHUD Dan "Bagai Kambing Gunung Yang Berloncatan" (SecangkirKopiPahit~6)

Sejenak kopi itu menghentikan kata-katanya dan mengamatiku dengan tatapan welas asih-nya. Ketika menyadari aku hanya terdiam dan sedang berusaha memahami semuanya itu, dia meneruskan pesannya...

"Tentang kepahitan yang aku maksudkan sebenarnya sangat banyak bisa dijumpai di belantara kehidupan kita ini. Namun ada kepahitan yang teramat sangat yang andai saja kau diberi kesempatan untuk mencecapnya mungkin lidahmu akan membeku karena kadar pahitnya". 
Dia alihkan pandangannya yang nampak gundah itu, jauh...jauh menerobos dan menembusi segala penghalang. Tarikan pelan nafasnya seakan ikut membantu membuka kembali lembaran-lembaran masa silam. Membantu mengingat peristiwa-peristiwa yang penuh sedu sedan.

"Masihkah kau ingat tentang Uhud? Benar...perang besar yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabatnya di medan tempur Uhud yang berbukit berlembah itu. Ingatkah kau ada kepahitan yang teramat sangat di sana?" Tanyanya sembari mengalihkan pandangannya yang kini menatapku persis di kedua bola mataku. Berharap ada kata yang keluar dari kedua bibirku.

Aku tidak memberikan reaksi apapun dari pertanyaannya itu. Aku terdiam, hanya pikiranku saja yang kini berkelana menanggapinya. Ganti kini tatapan mataku yang menerawang jauh mengabaikan tatapannya yang nampak menelisik. Anganku terbang menyusuri kawasan berbukit berlembah. Menjelajahi peristiwa itu. Membayangkan kejadian perangnya, membayangkan keadaan di sekitarnya.

Kepahitan yang tertuang di lembaran sejarah yang ditulis para sejarawan itu terjadi tatkala kemenangan kaum muslimin yang sudah diraih terpaksa terporak-porandakan oleh musuh hingga Nabi pun terluka.

Berawal dari pesona ghanimah, harta rampasan perang yang tergeletak di lembah itu para sahabat berlomba menuruni bukit untuk mengambilnya. Seruan yang Nabi kumandangkan agar tetap bertahan di posisinya tidak dihiraukan oleh para sahabatnya. Lalu pasukan yang tengah terlena itu hilang sudah kewaspadaannya. Serangan dadakan yang dilancarkan oleh pihak musuh benar-benar telah menghancurkan mereka. Yang kemudian terjadi, para sahabat yang berhasil keluar dari gempuran itu berhamburan melarikan diri dari laga untuk mencari tempat perlindungan demi kelanjutan nafasnya.

Seruan Nabi berkali-kali untuk kembali, untuk mencegah perginya dari medan juang itu terdengar sepi tak berbalaskan apapun. Seruan untuk kembali yang berimbalkan kebahagiaan abadi jannaatunna'im di hari kelak itupun tak juga bersahut. Barangkali kedahsyatan serangan mendadak itu begitu menggoncangkan jiwa-jiwa hingga terputuslah jalur komunikasi antara gendang telinga dan pusat kendalinya. Getaran-getaran yang diterima oleh gendang telinga tidak bisa tersalurkan dengan lengkap ke pusat pengendalinya itu. Yang terjadi malahan adalah koordinasi yang kukuh yang menggerakkan kaki semakin cepat melangkah untuk menemukan segera titik-titik akhir dari pelariannya dimanapun tempat itu berada. Dari berbagai teriakan yang saling bertingkah, yang lebih kuat terdengar membahana justru teriakan yang mengatakan bahwa Nabi telah terbunuh, Nabi meninggal dalam insiden itu.

Sejarawan menuliskan kisah berhamburannya para sahabat itu dengan menukil cerita pelaku sejarahnya, seorang sahabat berkata "Pada saat itu aku berloncatan seperti kambing gunung dari bukit ke bukit".  Para sahabat yang berlarian itu beberapa diantaranya berhenti untuk beristirahat sebelum melanjutkan pelariannya, di sebuah bukit batu. Ketika sampai berita tentang Nabi yang telah tiada itu seorang diantaranya mengatakan "Sekiranya ada seseorang di antara kalian yang pergi ke Mekkah menemui Abu Sufyan untuk membicarakan tentang pengampunannya". 

Setelah semua peristiwa berakhir dengan keselamatan Nabi, para sahabat kembali menemui Nabi untuk permohonan maaf atas perbuatan mereka. Ada beberapa orang yang karena begitu jauhnya tempat akhir buat perlindungannya, memerlukan waktu 3 hari lamanya untuk bisa kembali berjumpa dengan Nabi SAW.

Pada hari-hari pertemuan itu mereka tidak mendapatkan dari Nabi SAW kecuali kelapangan dada dan keluasan pintu maaf dari baginda Nabi SAW. Beliau akan selalu memberikan segala kemanisan meski beliau sendiri sedang mengulum kepahitan yang teramat sangat.

Ah betapa sulit dan pahitnya masa-masa itu...benarlah apa yang dikatakan kopi pahitku..."yang andai saja kau diberi kesempatan untuk mencecapnya mungkin lidahmu akan membeku karena kadar pahitnya". 

Dan memang benarlah kopi tidak pernah berbohong.


[SecangkirKopiPahit]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!