Ahad dan "Padi" Ceria

"Siapa mula-mula yang menggeser ini, kekuatan apa yang hendak menjauhkan ummat dari agama, dari yang bersifat religius Islam menjadi non Islam?."

Begitu kira-kira luapan kesalnya yang kemudian menyerukan untuk membiasakan menggunakan nama Ahad untuk menggantikan Minggu, yang lebih bernuansa kristiani itu.

Tentu saja sepakat, karena Ahad yang berarti satu atau hari kesatu dalam konteks hitungan hari, akan sesuai dengan nama hari berikutnya yang Senin. Bukankah Senin itu transliterasi Isnain dari bahasa aslinya?. Juga Selasa yang dari Tsalaasa, Rabu dari Arba'a?. Dan seterusnya, kecuali Jumat sebagai hari yang spesial.
Karena, Ahad juga mengingatkan tentang ke-Esaan Tuhan Allah SWT, yang disebut juga dalam Pancasila sila pertama. Karena, Ahad pun mengingatkan kisah hebat sahabat Bilal bin Rabah yang tetap menyuarakan "Ahad..Ahad..Ahad" meski sedang dilanda siksaan yang pedih, ditindih batu di teriknya gurun pasir kala itu.

Hal yang lain, untuk ikut nguri-uri melestarikan kebudayaan kita, dalam ranah kejawaan atau nusantara dikenal juga nama hari yang siklusnya 5 hari-an dikenal dengan pasaran. Kliwon, Legi, Pahing, Pon dan Wage.
Urut, diawali dan diakhiri di Kliwon sebagai sentralnya atau punjer atau pancer-nya lalu bergerak ke utara dan berputar ke kiri laksana thawaf saja.
Dan mata angin bersegi empat itu menjadi Legi di Utara, Pahing di Barat, Pon di Selatan dan Wage di Timur lalu pulang ke Kliwon sang Punjer, sang Pancer.

Menarik untuk ditelusuri lagi tentang ajaran kejawaan atau kejawen tentang Sedulur Papat Kalima Pancer, beririsankah dengannya? Silakan digali lagi. Sendiri.

"Ayo nguri-uri kabudayan kita...di Ahad yang ceria ini"



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!