Menangis, Sebuah Katarsis

Banyak cara yang dilakukan orang untuk melepas beban yang ditanggungnya, himpitan permasalahan hidup baik yang bersifat material maupun psikologis. Dengan cara yang bersifat positif hingga yang negatif, dari cara rumit hingga yang terbilang simpel saja, misal curhat pada seorang sahabat yang dipercaya atau bahkan cukup dengan menangis saja.

Menangis? Apa itu ndak cengeng?

Tidak! Bukanlah suatu hal yang cengeng jika kita memerlukan diri untuk melakukannya, karena ianya bisa menjadi suatu cara untuk keluar, suatu cara untuk pelepasan beban dan ketegangan. Sebagai sebuah katarsis kita untuk menjadi lebih baik, menjadi lebih kuat untuk terus berhadapan dengan segala permasalahan.

Menangis di malam-malam sunyi ketika bersendirian, merajuk, bermanja, berkeluh kesah kepada Sang Maha Pengasih, senyatanya memberikan kekuatan laksana amunisi yang kian bertambah banyak sebagai persiapan perang dalam mengarungi hidup. Karena kita telah mengadu kepada Sang Pemberi Solusi yang paling tinggi.

Beberapa sahabat saya telah membuktikan itu dan tetap tegar kokoh bagai karang hingga hari ini meski berhadapan dengan kondisi dan situasi hidup yang begitu dinamis pada era sekarang ini.  

Sri, sebut saja begitu, salah satu sahabatku itu mampu melalui hari-hari yang begitu sulit semenjak biduk yang dibangunnya sekian belas tahun, bahkan telah dirintisnya semenjak belia, tiba-tiba harus oleng ketika sang nakhoda melempar sekoci dan pergi.
"Kemudi itu harus saya ambil alih" mungkin demikian jerit hatinya, suka atau tidak, bisa ataupun tidak, lalu hanya dengan sebuah keyakinan saja bahwa pertolongan dari Yang Maha Penolong akan datang dan biduk ifu tetap jalan dengan arah yang benar.

Tangis di heningnya malam yang menjadi teman setia dan penuh dengan kekuatan itu mengukuhkan tekad untuk melewati strata demi strata akademik yang ditempuhnya, hingga hari ini orang biasa memanggilnya Profesor Sri.

~~~
"Sesekali waktu bahkan kapan saja bolehlah kau menangis. Menangis yang melapangkan dada yang sesak dan pepat, menangis yang melembutkan hati-hati yang mengeras, mencairkan yang membeku. Bahkan tangis yang mampu menundukkan muka-muka angkuh pongah dan jumawa."
~~~


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!