Berhati-hatilah Dengan Simbol Yang "Disucikan"!
Tak urung da'i kondang dari
tatar sunda itu memerlukan diri untuk angkat bicara lewat akun twitter-nya,
terkait dengan ilustrasi sebuah media (koran) untuk melengkapi pemberitaannya
tentang rencana pemerintah akan membubarkan sebuah ormas Islam, HTI,
yang sudah dikenal luas sebagai salah satu organisasi massa yang mengusung ide
negara khilafah.
"Hati ini sangat tak rela dengan gambar
ini, merobek tulisan kalimat syahadat,,,, mengapa harus menggambar seperti
ini?,"
Demikian ungkapan risau nan kecewa Aa Gym yang ditulis di akunnya.
Terkait dengan pemakaian simbol-simbol -apalagi jika simbol itu
mempunyai ikatan emosional yang begitu mendalam- yang dilakukan
organisasi-organisasi, partai atau kelompok apa saja, rasa-rasanya sudah begitu
lama merasa kurang sreg. Ada rasa tidak rela.
Ketidak relaan itu karena kekawatiran, apakah para pengusung
simbol-simbol itu memang bisa mewakili, bisa merepresentasikan dengan benar
makna bahkan misi besar yang ada di sebaliknya? Bukankah tafsir tentang
kebenaran itu senyatanya terdapat perbedaan? Yang oleh karenanya bisa berujung
pada klaim sepihak saja.
Kalaulah dianggap bisa, lalu apakah mereka bisa terus berjalan
konsisten dalam frame yang benar?
Mari tengok apa yang terjadi dengan kelompok yang menduduki
wilayah dari negara yang sah dan memproklamirkan negara baru di dalamnya yang
mereka sebut ISIS atau Daes itu. Bendera hitam yang dipakainya itu juga mencantumkan kalimat tauhid yang konon juga adalah stempel dari baginda Nabi
yang suci.
Lalu apa saja sepak terjang yang telah dilakukannya selama kurun
waktu ini?
Banyak ulama yang mengatakan bahwa mereka bukanlah representasi
dari Islam. Kekerasan bahkan kekejian dan kebengisan yang tertampil itu
bukanlah bagian dari ajaran agama yang dikenal dengan agama yang rahmatan lil
alamin ini. Alih-alih melestarikan kerahmatannya, malahan telah menodai dan
menghancurkan citra indah yang ditorehkan oleh baginda Nabi SAW.
Jika sudah demikian halnya, pertanyaan yang muncul adalah, apakah
mereka pantas sebagai pihak yang mengusung simbol dan panji itu? Alangkah besar
dan beratnya tanggung jawab itu nantinya.
Kembali tentang pemberitaan itu..
Dalam sebuah pemberitaan, ilustrasi juga punya peran yang tidak
kecil. Ianya bisa merangkum dan memberi penguatan pada isi berita. Dan untuk
memberikan gambaran mudah tentang sesuatu itu maka yang paling mudah dilakukan adalah dengan mengambil simbolnya. Seperti pohon beringin untuk partai melambangkan
partai golkar atau banteng bergincu misalnya untuk menggambarkan PDIP. Ya
begitulah adanya.
Hal yang sama juga berlaku ketika para ilustrator hendak
menggambarkan tentang kekejaman ISIS misalnya, yang telah menyulut emosi kaum
muslimin itu, yang seperti apa ilustrasinya saya tak hendak menuliskannya di
sini, cukup biar termemori saja.
Atau yang saat ini lagi hangat tentang HTI, maka ya
simbol-simbolnya itulah yang juga diambil. Ketika Al Liwa (yang replika) itu digambarkan
dirobek oleh burung garuda yang melambangkan pemerintah RI, lalu kita marah dan
tidak terima karena ada konten syahadatnya.
Sebelum kita marah-marah dengan kejadian ini semestinya kita sudah
harus tidak rela dan marah juga ketika simbol dan panji yang keramat itu
dipakai sebagai lambang organisasi. Kita harusnya menolak dengan tegas. Karena
konsekuensi ikutannya itu bisa tak terduga-duga. Bisa kecil bisa juga yang
fatal.
Namun sebenarnya bagi saya simbol dan panji-panji itu, Al
Royah dan Al Liwa dan yang dipakai oleh Daes, hanyalah
baru sebentuk replika atau tiruan yang mengatas namakan. Tidak ada legitimasi
yang kuat sebagai representasinya. Karena jika itu adalah benar simbol dan
Panji Rasulullah SAW yang begitu agung, maka sudah semestinya benda-benda itu
harus berasal dari yang mempunyai kewenangan atau minimal mendapatkan ijin
pemakaiannya dari yang berhak, tidak bisa semena-mena menggunakannya berdasar
keinginan kita belaka.
Lalu pertanyaannya, siapa yang mempunyai access dan
cara untuk mendapatkan ijin itu? Apa bukan suatu perkara yang musykil?
Kiranya sudah menjadi cukup jelas.
Tapi okelah, agaknya masih bisa dimengerti jika simbol dan panji
yang telah di-keramat sucikan (meski replikanya) itu tetap saja dipakai. Karena
ianya bisa dijadikan magnet penarik bongkahan hati kaum muslimin untuk
bergabung. Ikatan emosional yang ada itulah yang memanggil-manggilnya,
menjadikan mudah untuk menerima apa yang ditawarkan sebuah organisasi, partai
atau bahkan jika itu hanya sebuah produk bendawi sekalipun.
Tetapi alangkah eloknya jika kita selalu berlaku hati-hati dan
tidak sembrono sekaitan dengan simbol dan panji yang sangat penting itu.
Komentar
Posting Komentar