Rocky Gerung, Sang Fenomenal?

Sudah sekian bulan ini nama Rocky Gerung yang tak terpisahkan dari kata "Akal Sehat dan Dungu" ini selalu menjadi buah bibir. Dia dielu-elukan dan banyak mendapat sanjungan serta pujian dari banyak kalangan lantaran 'ilmu dan kecerdasannya' serta kelugasannya dalam berpendapat dan berargumentasi. Banyak yang terpikat dengan kepiawaiannya dalam memilih dan merangkai kosa kata dalam mengekspresikan pikiran-pikirannya itu, hingga yang tadinya tidak suka silogisme dan alergi pada ilmu filsafat bahkan mensesatkannya mendadak berubah haluan menjadi penggemar baru keilmuan itu. 'Sihir' Rocky ini melahirkan ungkapan "No Rocky No Party". Mumtaz!.

Kepopuleran semacam ini tentu tidak luput dari pantauan seorang produser acara karena secara bisnis tayangan jelas akan sangat menguntungkan untuk mendulang rating yang ujungnya mendatangkan fulus dari para pengiklan. Tidak heran jika dia laris manis diundang sebagai nara sumber untuk acara-acara talk show di berbagai stasiun televisi swasta nasional. Sebuah simbiosis yang sangat mutualisme.

Kehebatan Rocky tidak berhenti disitu saja, meskipun karena beberapa hal hingga menjadi tidak begitu jelas apa agama yang dianutnya, ia bahkan telah diundang oleh sekelompok muslim -belum begitu jelas dimana tempat persisnya, apakah di masjiid, pesantren atau rumah seseorang,- untuk memberikan orasi dihadapan mereka (muslimin) dimana pekik suci takbir 'jamaah' menyelingi diantara orasinya.
Malahan, jauh hari sebelum itu, dengan kemampuan silogisme-nya serta narasi yang mendampinginya, tidak saja dia lolos dari pengkasusan hukum atau didemo masif dan berseri saat dia dengan berani dan tenang berujar tentang kitab suci yang fiksi, melainkan dia mendapatkan pembelaan yang sedemikian rupa dari orang-orang yang dikenal keras dan sensitif jika berkenaan dengan urusan agama. Masih ingat kasus Ahok khan? Kalau begini, kurang hebat apa si Rocky ini coba?

Tetapi, sebenarnya popularitas Rocky yang begitu tinggi dan cepat yang boleh dibilang fenomenal ini, menurut saya bukanlah hasil capaian mutlak dari faktor internalnya dia sendiri melainkan ada faktor eksternal yang mengiringinya. Adalah kontestasi Pilpres dengan segala gegap gempita dukung mendukung paslon dan dimana dia menempatkan dirinyalah yang mengatrol itu semua. Popularitas dan panggung pesta demokrasi hari ini senyatanya tidak bisa dipisahkan.

Ada satu lagi faktor eksternal yang tidak bisa dinafikan yang masih berkaitan dengan kontestasi pilpres adalah Jokowi. Ya, faktor adanya Jokowi yang maju lagi pada pentas pilpres inilah yang semakin membuatnya seru. Posisi Jokowi yang mempunyai banyak "masalah dan lawan" bisa dikapitalisasi menjadi sarana/alat. Bukankah banyak sekali yang membenci Jokowi dengan berbagai alasan pembenarnya, yang terus berkelanjutan sejak lebih dari 4 tahun yang lalu?.

Pak Jokowi yang bukan ketua dan pemilik partai, yang bukan anak jenderal, yang bukan anak mantan pejabat tinggi negara, yang hanya berasal dari keluarga kebanyakan, dari keluarga rakyat jelata, tiba-tiba muncul dalam pentas politik nasional dan berhasil 'merebut' jabatan tertinggi di negeri ini dari seorang yang berasal dari keluarga elit, mantan menantu presiden, ketua dan pemilik partai politik dan sekaligus mantan petinggi militer yang namanya cukup harum, seolah menampari wajah-wajah elit politik negeri ini.
Kesahajaan dan kejelataan Pak Jokowi, kelebihan dan kekurangannya, ternyata tidak saja telah mengusik kaum elitnya, melainkan keterusikan dengan kadar dan jenis berbeda menimpa pula pada sebagian masyarakat kebanyakan yang tentu dengan berbagai sebab dan alasan.
Mungkin, bagi orang kebanyakan itu tidak suka jika dipimpin oleh orang yang kurang wah, kurang mentereng dan perlente karena yang demikian ini tidak bisa memuaskan imajinasinya tentang kegagahan, kehormatan dan kemewahan hidup yang sulit didapatkan. Ibarat sinetron atau telenovela yang menyajikan cerita kehidupan mewah penuh glamour dengan penampilan aktor dan aktris yang aduhai lah yang lebih diminati. Mereka tidak ingin menonton tayangan yang menceritakan kehidupan sarat derita dan masalah dengan aktor dan akttis yang terlihat kucel kusam karena hanyalah akan menambah beban perasaan dan tentu tidak bisa memanjakan imajinasinya itu.

Rocky hadir pada saat yang tepat dan berpihak pada kelompok yang tepat pula. Andai saja dia berada pada kubu sebelah, keadaan sangat mungkin berubah 180 derajad. Dan sangat mungkin cerita Ahok jilid 2 akan terjadi, demo berjilid yang barangkali terseling kata "Persetan dengan silogisme Persetan dengan filsafat!!! Penjarakan!!!

Tapi ya sudahlah, memang politik itu bisa membuat orang bisa mendadak senewen, hingga pada keparahan tertentu lupa pada rambu-rambu agama.
Nah sebagai pengakhir, tetiba saya teringat beberapa teks suci dan ingin memajangnya sebagai penutup

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [Q.S Al Hujurat (49):6]

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
 [Q.S Al Fath (48):29]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!