Kompor Meledug

Saya masih belum lupa pada orang yang selalu berpakaian hitam itu, yang tidak saja dikenal sebagai politisi tapi juga sebagai paranormal. Dan barangkali saja pakaian serba hitamnya itu sebagai simbol penegasan keparanormalannya.
Semacam permakluman bahwa ia seorang yang linuwih yang memiliki kemampuan supranatural. Seorang yang memiliki "ngelmu" yang bisa mengetahui sesuatu yang belum terjadi, yang dalam khasanah Jawa dikenal sebagai "Weruh sak durunge winarah" itu. Apakah memang betul demikian, barangkali perlu ditelusur lebih jauh lagi.

Beberapa tahun silam, setelah pilpres 2014 yang berakhir dengan kemenangan pak Jokowi sebagai presiden RI, tokoh kita ini meramalkan -yang saya yakini berdasarkan pembacaan supranya itu- bahwa usia pemerintahan baru ini tidak akan bertahan lama. Presiden Jokowi akan tumbang hanya dalam hitungan bulan saja, tak lebih dari seumuran jagung belaka.
(Aha..saya masih ingat betul wajah dengan tarikan bibirnya yang multi tafsir itu!!)

Dan atas penerawangannya, saya tergoda untuk mengikuti perkembangan yang terjadi. Ada sih memang riak-riak kecil upaya untuk impeachment atau apalah namanya, namun hingga satu tahun lewat, pemerintahan tetap berjalan dengan cukup baik dan aman.
Dua tahun lewat, sama, masih aman. Tiga tahun, empat tahun bahkan hingga pilpres 2019 yang baru saja lewat ini masih juga sama, Presiden Jokowi masih tak tergoyahkan juga. Malah kelihatannya akan lanjut ke periode keduanya jika melihat hasil sementara hitung suara riil dari KPU.
(Pada awal-awalnya saya sempat cemas dan langsung jatuh iba pada para petani. Apa jangan-jangan memang usia panen jagung itu sekarang sudah bergeser amat sangat jauh hingga bertahun-tahun?!)

Setelah sekian tahun tidak terlalu kedengaran dan nampak jelas kiprah besarnya -dilihat dari frekuensi nongolnya di layar kaca dan media online yang tidak sedahsyat tokoh-tokoh lainnya-, tetiba beberapa waktu lalu di sebuah ruangan rapat yang sangat 'representatif' dan bagus, sang tokoh ini memaparkan situasi keras yang bakal terjadi di bumi nusantara ini. Peristiwa berdarah-darah dengan korban yang sangat besar dari para penghuni negeri. Kejadian itu, katanya, mestilah terjadi karena Tuhan sedang melakukan semacam segregasi, ibarat kata laiknya "gabah den interi" untuk memilah mana yang layak pungut dan buang demi menyelamatkan negeri dari ancaman kekuatan asing yang bersembunyi di balik layar.

Saya tercenung dengan paparannya itu ketika narasi bermuara pada penetapan pihak mana yang protagonis dan mana yang antagonis. Penetapan secara diametral yang amat sangat tajam dan berbahaya. Tentu sudah bisa ditebak siapa-siapa yang dia masukkan kedalam barisan protagonisnya, dan siapa yang akan dilawannya.
Lebih dahsyatnya lagi, dia mengatakan bahwa jalur-jalur konstitusional itu tidak bisa lagi dilalui, yang ada hanya satu jalan saja, revolusi.

Video berdurasi 8 menitan yang sudah tayang di youtube itu telah membuat dada rasanya seperti terbakar, meski sang kompor meledug itu berada amat jauh dari jangkauan, rasanya pingin menutupinya dengan karung basah agar kompor meledug itu apinya tidak menjalar kemana-mana hingga membakar seluruh ruangan negeri.
Adalah sangat disesalkan atau barangkali malah perlu dikutuki, jika "mengetahui" akan ada potensi berbahaya yang sedemikian gawat itu bukan malah mencari solusi untuk menghindarinya, tetapi apa yang dilakukan malah hendak menyongsongnya dengan begitu arogan. (Yang demikian ini, kalau kata temen Solo saya "Pitik tenan!!!")

Saya sungguh-sungguh berharap sesegera mungkin kompor meledug semacam ini mendapatkan pengamanan yang memadai. Memakai teori pemadaman api sederhana, segera isolasilah kompor meledug ini dari paparan oksigen agar segera padam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!