Sang Pengobar Perang (SecangkirKopiPahit~8)

Saat gelapnya malam dirasanya telah sempurna melenyapkan semua bayang-bayang, tiga sosok lelaki bertutup kepala dan berkain panjang dengan warna senada dengan pekatnya malam itu bergerak meninggalkan rumahnya masing-masing. Mereka mengarah pada tempat yang sama, menuju ke kediaman seorang lelaki yang tengah menggemparkan segenap warga kota di kawasan yang berpadang pasir itu.

Mereka bertiga bukanlah orang biasa di kota itu melainkan pribadi-pribadi yang berpengaruh kuat dan berkedudukan di mata masyarakat luas. Bahkan salah seorang darinya, di kemudian hari dikenal sebagai pengobar nomor wahid atas permusuhan dan penolakan dakwah lelaki yang kini akan didatanginya.

Dalam kepergiannya malam itu, di antara mereka tidak pernah ada janji sepakat yang satu dengan yang lainnya dalam hal penetapan hari dan waktunya, pun mereka juga tidak tinggal pada tempat-tempat yang saling berdekatan. Namun mereka datang (dengan sembunyi-sembunyi dan mengendap-endap) ke tempat yang ditujunya itu dalam waktu bersamaan dan dengan tujuan yang sama, yakni mendengarkan lantunan kalimat-kalimat indah nan suci dari lisan lelaki itu, yang telah menyampaikan keterutusannya sebagai Nabi penutup.

Adalah sebuah kebetulan yang sangat luar biasa bahwa kejadian malam itu, pertemuan tak disengajanya malam itu adalah pertemuan kali yang ketiga. Dan dengan kesekian kalinya kejadian itu pula akhirnya mereka bersepakat untuk menghentikan saja apa yang selama ini telah mereka lakukan. Malam itu menjadi malam terakhir bagi mereka untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat suci yang senyatanya telah menggetarkan hatinya.

Apa yang dibaca-lantunkan oleh lelaki suci itu, Rasulullah Muhammad SAW adalah sesuatu yang lain dari yang pernah mereka dengar, ada kekhususan konten yang sulit bagi mereka untuk tidak mengakuinya sebagai bukan kalam biasa. Hanya saja karena kekerasan hati dan juga kepentingan kedudukan dan pengaruh yang mereka miliki saat itu mengalahkan getar-getar halus yang ada dalam hatinya untuk menerima seruan Nabi suci.

Dalam perkembangan selanjutnya, salah seorang dari mereka menjadi kreator utama banyak perang sebagai usaha untuk memadamkan cahaya kebenaran dalam penyampaian risalah.
Permusuhan yang dilakukannya bersama isteri dan anaknya dengan dukungan banyak kalangan, dalam salah satu perang besarnya, Perang Badr, bahkan telah merenggut nyawa pamanda Nabi yang mulia,  Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. dengan cerita tragisnya itu, dada beliau dibelah dan diambil jantungnya lalu dikunyah oleh seorang wanita qurays bernama Hindhun.

Segala permusuhan yang dibuatnya itu nampak telah berakhir setelah kota Makkah jatuh ke tangan Nabi dan kaum muslimin tanpa adanya kekerasan yang terjadi. Pasukan besar yang mengiringi Nabi SAW telah menyiutkan semua nyali para musuh dakwah dan Fathul Makkah dengan segala sesuatunya itu telah memberikan kesempatan yang luas hingga berbondong-bondong orang untuk menyerah dan memeluk agama yang dibawa Nabi SAW dengan sukarela.

Apakah kopi pahit itu lantas berakhir setelah Fathul Makkah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!