Rebo Wekasan (SecangkirKopiPahit~9)

"Apa yang bisa diceritakan lagi tentang kisah Rebo Wekasan itu, kecuali hal yang buruk saja? Lalu untuk apa hal yang demikian itu ingin diketahui? Sementara kamu dan kita semua sudah bisa menerima dan menikmati keadaan yang ada hingga perjalanan waktu sudah sejauh ini." 

Atas jawabannya itu mataku terpaksa menatap ke kejauhan yang tak berbatas. Menerawang menembusi semua yang ada di depannya. Tembok-tembok tebal dari bangunan dan gedung yang tinggi, pepohonan berpokok besar dan menjulang, bahkan gunung-gunung yang kokoh berdiri di depan sana. Tatapan mata itu lalu melampaui lautan dan samudera nan luas hingga ke hamparan tanah tandus berpasir yang ditumbuhi perdu-perdu yang kadang hijau dan terkadang pula menguning kecoklatan.


Anganku ikut menjelajah mencari penjelasan atas jawaban tentang rebo wekasan yang menurutku masih mengandung misteri. Hal buruk? Bisa menerima dan menikmati? 

Hal buruk apa, bisa menerima dan menikmati apa serta bagaimana? Sungguh sumir!.

Namun angan itu terus bekerja, berusaha menyambung dan menyusun semacam keping puzzle untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.


Terbayang di pelupuk mata orang-orang yang berzikir, memanjatkan do'a bersama-sama memohon keselamatan dan agar terhindar dari segala malapetaka dan bala'. Orang-orang yang sibuk sejak pagi di hari Rabu terakhir bulan Safar itu mempercayai bahwa hari itu adalah hari yang paling gawat diantara semua hari di sepanjang tahun. Hari dimana bala' dari langit berhamburan ke segenap penjuru bumi.


"Ah...sepertinya baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dicemaskan! Apakah orang-orang itu terlalu lebay dan mengada-ada?"  Suara hati kecilku mencoba membantah. Namun sejurus kemudian...


"Ah tapi boleh jadi asbab mereka yang cemas dan lalu khusyu' berdo'a itu aku ikut menikmati apa yang aku sebut dengan baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dicemaskan ini?"


Lalu dalam angan dan lamunan yang panjang tak tuntas berjawab itu, lamat-lamat terdengar sepotong bait lagu berbahasa jawa yang pernah kudengar saat senja hampir berakhir. Saat warna kemerahan di ufuk barat semakin samar tersaput gelapnya malam. Sebuah lagu bernada minor yang sudah teramat lama tak terdengar lagi...

"Eling-eling ojo dilali-lali wasiyate kanjeng Nabi"

Dan keterperanjatan yang seketika itu membuyarkan angan dan lamunan panjang "Ah kenapa lagu ini yang terlintas?"  lalu teringat tentang sebuah hadits


إِنِّي لَسْتُ أَخْشَى عَلَيْكُم أَنْ تُشْرِكُوا وَلَكِنيِّ أَخْشَى عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا أَنْ تَنَافَسُوهَا
“Sesungguhnya aku tidak takut (khawatir) kalian akan menjadi musyrik (menyekutukan Allah sepeninggalku nanti), akan tetapi aku takut (khawatir) kalian akan berlomba-lomba memperebutkan dunia.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Rebo wekasan...
Ingat Wasiyat!
Rebo wekasan...
Jangan berebut dunia!
Rebo wekasan...
Dan mereka telah memperebutkannya!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!