Mas Muhamad dan Jama'ah Tabligh (Keping Puzzle dan Labyrinth~4)

Empat tahun mukim di Kota Buaya itu telah memberi warna tersendiri. Memang sih dimana-pun kita tinggal tentu ada warna-warna yang bisa mempercantik mozaik hidup kita. Atau mungkin juga sebaliknya, malah menguranginya, yang itu tergantung saat kita memilihnya lalu memadukannya dengan apa yang sudah kita punya.

Ketepatan memilih menjadi hal yang penting untuk memperbaiki atau mempertahankan harmoninya warna paduan itu.

Dan Surabaya ternyata, telah menjadi bagian yang penting dalam usaha menyusun puzzle dan memperbaiki mozaiknya. Meski bukan pilihan pertama, karena dulu Kota Malang lah yang menjadi kota favorit untuk melanjutkan studi. Namun interaksi yang terjadi di sana sungguh sangat patut disyukuri sepenuh-penuhnya.

Pertemuan dengan seorang pria teladan yang mempunyai akhlak yang luar biasa itu sebuah berkah. Berkah yang datangnya tak pernah tersangkakan kapan dan dimananya, waktu dan tempatnya.

Dan kost-an di bilangan Peneleh yang berada di sebelah utara salah satu pusat belanja di Surabaya masa itu, Siola dan Toko Nam, menjadi tempat berkah itu turun. Aku bertemu dan mengenalnya. Muhamad namanya, dan Mas Muh, nama pendek yang dengannya biasa aku memanggilnya.

Mas Muh yang berdarah middle eastern itu memiliki disamping akhlak yang luar biasa, juga rupawan, khas gantengnya orang timur tengah. Apalagi jika tersenyum, lesung pipit di kedua pipinya yang terbentuk ketika mesem bener-bener menambah kegantengannya.

Nama belakang yang disandangnya, belakangan baru kuketahui kalau itu gambaran kebeningan nasab beliau. Nasab yang bersambung ke keluarga paling mulia, keluarga Nabi SAW. Fakta yang menambah-tambah kebagusannya.

Meski berdarah "biru" mas Muh tidak pernah canggung jaim dalam bergaul, sangat luwes malahan. Dengan siapa saja beliau bisa akrab. Tidak ada penghalang dan sekat-sekat maya yang sengaja dibuat. Sehingga kita menjadi tidak riweuh atau ewuh pekewuh.

Tentang berda'wah, mas Muh aktif sekali, dimana keseharian yang mas Muh lakukan bukan da'wah verbal yang penuh dengan kata, penuh dengan kalimat yang tinggi melambung, ndakik-ndakik. Tetapi da'wah tingkah laku dan perbuatan, yang biasa dinamai da'wah bilhal itu. Kalaupun suatu saat untaian kalimat harus ada, beliau lebih memilih yang sederhana namun sarat isi dan makna.

Setiap Kamis sore ba'da 'Ashar, dengan Vespanya mas Muh selalu pergi ke kawasan Tanjung Perak untuk sebuah pertemuan mingguan. Ijtima', begitu nama pertemuan itu disebutnya, yang sepekan sekali dihelat di Masjid Nurul Hidayah Jalan Ikan Gurame V dimana para peserta ijtima berasal dari berbagai wilayah di sekitaran kota dan juga kalangan.

Mahasiswa dari beberapa PT baik negeri maupun swasta ikut ambyur bersama jamaah yang datang dari berbagai profesi, pedagang, juru parkir, para professional, pemilik usaha dan lain sebagainya. Akrab, kekeluargaan, saling melayani yang mereka sebut sebagai ikhromul muslimin, adalah gambaran interaksi keseharian antar jama'ah. Saya kira ini jama'ah yang luar biasa yang pernah saya kenal waktu itu.

Jama'ah Tabligh atau juga biasa disebut jama'ah jaulah - karena intens-nya mereka dalam bersilaturahmi dari kampung ke kampung, dari masjid ke masjid- ternyata itulah nama kelompok yang rutin mengadakan ijtima' mingguan. Dan saya mengenalnya lantaran tertarik dengan mas Muh dan apa yang dilakukannya.

Dua tahunan saya melewatkan masa untuk bersentuhan langsung dengan aktifitas JT. Banyak hal yang bisa dipetik dan ambil yang senyatanya telah membawa perubahan. Menjadi semacam Revolusi Mental pribadi, seperti tekad Pak Jokowi dalam menata negeri ini.

Ghirah
 terhadap agama menjadi lebih tumbuh. Ada semangat baru dalam belajar terus dan terus. Kitab Riyadhus Shalihin dan Hayatus Shahabah yang dijadikan kitab standar minimal menu ta'lim wa ta'lum harian, telah menggugah untuk mau membaca lebih lagi.

Siraman ruhani yang diberikan para petinggi/syura dan karkun senior serta pengalaman ikut keluar di jalan Allah, khuruj fi sabilillah, selama tiga hari dan tujuh hari telah membangkitkan semangat da'wah.

Pernah suatu ketika selagi hangat-hangatnya, penuh dengan semangat, yang biasa disebutnya dengan jos gandhos, menyampaikan tentang pentingnya iman dan amal shaleh sebagaimana yang kerap diguyurkan para karkun itu tak mengenal medan. Kapan saja ada kesempatan ketemu kawan, bahkan ke orang tua saat mudik sekalipun. Semacam ada dorongan untuk berbagi rasa nyaman yang terasa, lalu melupakan bahwa orang lain belum tentu sepaham. Orang lain tentu mempunyai cara pandang sendiri.

Perubahan drastis dan militansi yang cukup tinggi itu sempat menghadirkan rasa cemas dan was-was kedua orang tua. Mengkhawatirkan putranya terlibat kelompok radikal. Ayah begitu khawatir kalau-kalau suatu saat berurusan dengan kepolisian. Wanti-wantinya begitu serius dan sangat tegas.

Ah..mengingat masa-masa itu terkadang merasa agak malu, maklum lagi jos gandhos dan sedang berproses. Tentang hal ini ternyata saya tidak sendiri, pengalaman yang sama berlaku hampir pada semuanya.

Perburuan puzzle dan upaya memperluas cakrawala serta harapan mempercantik mozaiknya tidak berhenti pada JT. Bertemu dengan orang-orang dari berbagai pemikiran lalu bertukar pikiran dengannya, membacai buku dan tulisan yang disarankannya, telah membuka pikiran untuk bisa menerima perbedaan pandangan dalam ideologi dan theologi. Bahkan berbeda dalam masalah yang krusial, semisal tentang Tuhan yang berada di suatu tempat, tentang Tuhan yang turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir. Meski logika dan nalar saya tidak bisa menerimanya. Karena mereka juga punya argumen yang harus dihormati.

Tetapi untuk para radikalis yang menyerang membabi buta dengan dalih agama melalui cara kekerasan bahkan pembunuhan, apalagi dengan bom bunuh diri, sampai kapanpun tidak akan bisa menerimanya. Karena agama tidak pernah mengajarkan yang demikian itù. Agama mengajarkan cinta dan kasih sayang.

Jikalah muncul para radikalis, yang sudah berabad umurnya itu, tentu berasal dari kesalahan tafsir, ketidak tepatan interpretasi dari teks-teks suci karena adanya keterbatasan dan kemampuan yang dipaksakan. Ada hak-hak yang dilanggarnya.
Karena hanyalah orang-orang tertentu yang dibersihkan oleh Allah sajalah yang sanggup menyentuh Alquran pada kedalamannya.

Allahumma shalli wasallim 'alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa aali sayyidina Muhammad.
Shalawat dan salam buat Engkau dan keluargamu ya Nabi Allah SAW.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!