Sejarah (Masih) Milik Para Pemenangnya

Pernah dalam sebuah obrolan dengan beberapa kawan perihal teori itu, salah seorang dari mereka mengatakan:
"Itu dulu, kalau sekarang lebih sulit melakukan pengaturan sejarah karena kemajuan teknologi informasi yang sudah sedemikian pesat. Akan cepat terbongkar"

Tidak terlalu salah memang pendapat seperti itu, karena cepat atau lambat kebohongan sejarah yang dipaksakan pada akhirnya akan terkuak juga. Tetapi siapakah yang bisa memperkirakan dampak serta akibat yang ditimbulkan dari ter-distorsinya sejarah atau peristiwa itu, selama menunggu segala bentuk kebohongannya terbongkar?

Mari tengok kisah Suriah. 
Bagaimana konflik yang sejak 2011 berkecamuk disana hingga sekarang belum bisa diselesaikan dengan baik. Bagaimana pula mula dari konflik itu terjadi. Peran media yang punya dana finansial yang sangat besar dan berbagai pihak di belakangnya yang berkepentingan di percaturan geopolitik timur tengah telah membentuk opini yang berpengaruh luas terhadap tafsir tentang "fakta kebenaran". Yang belakangan opini itu sanggup mendatangkan ribuan sukarelawan perang dari berbagai negara yang menyebut diri sebagai jihadis itu.

Sudah berapa banyak pengamat politik dan jurnalis independen, juga media online yang netral, yang dengan lantang meneriakkan narasi yang berbeda dari media mainstream. 
Sudah berapa banyak berita-berita pelurusan itu digemakan sebagai penyeimbang dan perlawanan terhadap "pembengkokan narasi" disana. 
Tentang konflik sektarian bermuatan SARA kontra narasi hegemoni politik, kekuasaan dan kepentingan ekonomi. Tentang kejahatan dan kebengisan pemerintah Suriah terhadap rakyatnya kontra narasi keterpilihan Bashar Assad dalam pemilu dengan perolehan suara sangat tinggi. Dan lain sebagainya.

Betapa sangat sulitnya memberikan penjelasan kepada orang yang telah terlanjur menelan semua berita yang sudah lebih dulu menyebar apalagi berbumbukan sentimen agama, tentang Sunni vs Syiah misalnya. 
Atau tentang sentimen terhadap ulama mana telah mendukung siapa. Atau skala lebih besarnya, negara mana telah mendukung pihak mana, senyatanya berpengaruh betul terhadap penentuan sikap. Secara sangat simpelnya, sebagai contoh saja, ada beberapa kawan dengan sadar dan bangganya memasang bendera salah satu kelompok yang terlibat konflik, benderanya pemberontak kalau dilihat dari kacamata pemerintahan yang sah, sebagai profile picture atau background dalam akun sosmed-nya meski saya yakin bahwa berita-berita pembanding itu juga mampir ke akun mereka. Barangkali saja mereka tidak pernah bahkan hanya sekedar mencoba membacanya saja. Mereka sudah kadung meyakini dengan "fakta kebenaran" yang telah diperolehnya terlebih dahulu itu. Saya menduga mereka hanya mau membaca apa yang ingin dia baca.

Belum lagi nampak hasil memadai seperti yang diinginkan dari upaya-upaya penyeimbangan atau lebih tepatnya upaya pelurusan sejarah itu, kehancuran yang dialami Suriah sudah sedemikian parahnya. Gedung-gedung yang hancur, masjid, infrastruktur, pemukiman penduduk yang berakibat pada jutaan penduduk sipil terusir dari kampungnya, dari tanah kelahirannya hingga terkucurnya darah-darah orang yang tak berdosa yang entah sudah berapa ribu atau juta galon banyaknya. Sebuah tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan telah terjadi disaat usaha meredamnya terus diupayakan. Dan perlu diingat juga bahwa kisah Suriah itu hanyalah satu contoh saja.

Kekuatan narasi yang telah terlebih dahulu terbentuk yang dibangun dan di-blow up sedemikian rupa oleh para pemenangnya, dalam hal ini para penguasa media, benar-benar membuktikan teori bahwa sejarah (masih) milik para pemenangnya.

Jangan dilupakan, di era ini para pemenang itu adalah sesiapa yang memegang kendali informasi. Karena dengan menguasai informasi maka sebagian dari kemenangan itu sudah dalam genggaman.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!