"Presidential Treshold" Ditiadakan?

Yang juga tengah digarap oleh lembaga legislatif kita saat ini tentang revisi undang-undang pemilu, pileg dan pilpres yang rencananya akan dilangsungkan serentak pada tahun 2019 mendatang.
Dari lima agenda itu, wacana perubahan yang sedang menjadi perdebatan cukup sengit adalah tentang peniadaan Presidential Treshold alias ambang batas untuk pengajuan calon presiden diusulkan menjadi 0% dari yang sebelumnya berkisar antara angka 20-25%. 

Peniadaan minimal persentasi perolehan kursi legislatif atau perolehan suara sah nasional dimaksudkan oleh para politisi dari partai pengusungnya itu adalah untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi putera-puteri terbaik negeri ini untuk memimpin Indonesia.

Idenya sangat mulia, karena dengan batasan yang cukup tinggi seperti yang ada saat ini akan membatasi pula kandidat-kandidat cemerlang untuk bisa tampil di gelanggang pertarungan pilpres. Namun pertanyaannya:
Apakah usulan itu tidak ada kepentingan yang tersembunyi disebaliknya? Misal, ada kekhawatiran tidak bisa mengusung capres karena perolehan suara yang sedikit. Belajar dari pemilu 2014 yang lalu, banyak partai politik yang tidak bisa mengusung capres sendiri jika tanpa koalisi. Dan tentu mereka juga sadar bahwa koalisi itu tidaklah mudah mengingat masing-masing mempunyai jagoannya sendiri untuk dimajukan.

Atau, jika nanti disepakati PT benar-benar 0%, apakah pemerintahan yang terbentuk nantinya akan bisa menjalankan roda pemerintahannya dengan baik? Sementara contoh pemerintahan yang sekarang saja dengan adanya kubu-kubuan, KIH-KMP, pada masa awal-awal pemerintahannya menghadapi banyak resistensi dari lawan-lawan politiknya. Adakah jaminan tidak akan ada gangguan serupa? Sulit untuk dipastikan.

Dengan minimnya dukungan parpol dari senayan, apalagi yang majunya dari jalur independen, apakah tidak menjadi babak belur nantinya jika pemerintahan berhadapan dengan DPR untuk pembahasan program misalnya. 

Rasa-rasanya sangat sulit untuk mengatakan tidak akan ada masalah, kecuali kesadaran untuk bergerak bersama maju meraih cita-cita bangsa dan negara dengan cara menanggalkan segala kepentingan diri dan golongannya sudah merata ke semua lapisan. 
Kecuali jika semua yang terlibat dalam pemilu bisa legowo menerima hasilnya, karena pemilu yang diselenggarakan hanyalah sebuah sarana, yang sesudahnya itu hanya dibutuhkan sebuah kerja kolektif dari dan oleh seluruh anak bangsa. 

Semoga mereka, para wakil rakyat yang berada di senayan dan wakil dari pemerintah yang sedang bermusyawarah itu dapat menemukan solusi terbaik, menghasilkan undang-undang pemilu demi terselenggarakannya pemilu mendatang dengan lebih baik.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!