"Gebug dan Gerudug"

Dua kata kerja itu, Gebug dan Gerudug masih akan terus populer dan "menggema" entah sampai kapan ujungnya.

Gebug!

Otoritas negara telah menetapkan langkah tegas untuk menggebug siapa saja atau ormas apa saja yang mempunyai kecenderungan atau berpotensi menyebabkan perpecahan, terlebih bagi yang coba-coba hendak mengganti dasar negara. 
Tentu langkah gebug yang diambil otoritas negara ini harus dipahami sebagai langkah pengamanan nasional, bukan malahan menuduh sebagai bentuk pengamanan kekuasaan.

Instruksi sudah dikeluarkan. Tanggapan baik dari yang pro maupun yang kontra sudah pula menjejali linimassa. Sudah barang tentu pihak otoritas sudah melakukan kalkulasi politik untuk wacana ini dengan matang. Tinggal kita menanti realisasinya akan seperti apa lalu respon yang akan terjadi seperti apa pula. Berharap tidak timbul kegaduhan baru yang berimbas pada keadaan yang tidak diinginkan. 

Patut untuk juga dipertimbangkan adalah pemberangusan terhadap kelompok atau pemikiran yang dicap sebagai radikal dengan cara pembubaran atau bahkan penahanan terhadap para pelakunya sebenarnya tidak lantas benar-benar bisa mematikan atau bahkan meski cuma menyurutkan. Dalam beberapa kasus menunjukkan bahwa ideologi yang sudah terpateri itu sangat sulit untuk dihapus. Banyak para pelaku dan juga simpatisannya malah merasa semakin mengkristal akan "kebenaran" dari keyakinannya itu. Segala macam bentuk "rintangan" yang ada bagi mereka malahan merupakan ujian atau cobaan dari Tuhan, seberapa jauh dan kuatnya keteguhan dalam menghadapinya. Sekeluar dari penjarapun tidak mengubah pandangannya sedikitpun. Yang begini sudah banyak contohnya. Dan kalau sudah demikian tentu hal yang sangat tidak mudah penanganannya. Namun kita tetap tidak boleh lepas dari pengharapan untuk menuju ke hal yang lebih baik. Minimal langkah-langkah yang diambil pemerintah itu sedikit banyak bisa menyurutkan minat 
orang-orang baru untuk bergabung dan terlibat dalam pemikiran yang disebut radikal itu. 
Lalu untuk mereka yang sudah terlanjur meng-kristal kiranya perlu adanya pendampingan dan pembinaan dari tokoh-tokoh ulama/yang berkompeten dalam keagamaan untuk melakukan pembinaan dengan intensif.
Saya kira program pemerintah untuk menjaga kondusifitas negara sudah semestinya kita dukung.

Lalu...
Gerudug?

Kata atau lebih tepatnya kegiatan gerudug menggerudug, sudah lebih dulu populer (baca: terjadi). Sudah berkali-kali kisah tentang gerudugan itu terjadi di beberapa tempat di tanah air. 

Sebab atau alasan yang digunakan untuk aksi penggerudugan sangat variatif. Bisa apa saja, dari yang remeh temeh hingga ke hal yang serius. 

Dulu sekali, semasa sekolah, hanya urusan sepele tentang permainan tenis meja yang karena salah pengertian dari satu oknum...iya hanya satu oknum, beberapa orang dengan marah-marah menggerudug saya dan dua orang kawan saya. Kepalan tangan dari seorang yang cukup tinggi besar itu sudah hampir terayun, beruntung pak guru PMP saat itu ikut datang melerai. Saya ngga habis mengerti apa yang telah diceritakan oleh oknum itu pada kawan-kawannya. Sepertinya ada bumbu sentimen IPA-IPS, semacam kebanggaan korps...tapi korps apaan sih...ga jelas!

Yang lagi marak saat ini, hingga pihak berwenang mengeluarkan ancaman penindakan adalah tentang adanya persekusi. Penggerudugan yang disertai dengan intimidasi yang berakibat pada tekanan kejiwaan bahkan ada yang disertai dengan tindakan fisik yang bersifat menyakiti, apakah itu berupa tampar, pukul dan lain sebagainya. 

Tentang intimidasi itu sendiri sebenarnya tidak harus adanya ancaman yang dilontarkan secara verbal. Orang bisa saja sudah merasa terintimidasi ketika ada orang (apalagi jika dilakukan berkelompok) yang lalu-lalang mondar-mandir lewat depan rumah sambil mengawasi rumah kita. Perasaan khawatir dan terancam tentu sudah bisa dirasakan.

Dalam beberapa kasus, penggerudugan pada instansi bisa menjadi sebentuk tekanan psiko politik yang berpotensi bisa mempengaruhi keputusan. Mempengaruhi tindakan apa yang akan dilakukan karena adanya pertimbangan untung-rugi, keamanan dan keselamatan, menghindari konflik lebih luas, popularitas dan lain sebagainya. 

Tempo hari, sebagai salah satu contoh, komnas HAM didatangi sekelompok orang yang menamai diri sebagai presidium alumni 212, yang meminta komnas untuk melakukan investigasi dan memberikan rekomendasi akan adanya pelanggaran HAM terhadap salah seorang ulama. Yang mana nantinya rekomendasi dari komisi itu akan dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan untuk diadakannya sebuah sidang istimewa. Sidang yang bisa berujung pada pemakzulan Presiden.

Menarik untuk dicermati apa yang telah disampaikan kepada komnas itu. Meminta komnas melakukan investigasi tetapi uniknya sekaligus sudah memberikan isyarat atau kerangka tentang hasilnya mesti seperti apa. Plot akan kemananya sudah sangat jelas. Kok gitu ya?

Menjadi sangat menarik untuk ditunggu apa yang akan dilakukan dan dihasilkan oleh komnas itu. Apakah komnas akan mampu bekerja secara ideal dalam arti betul-betul independen tanpa terpengaruh oleh bentuk tekanan, berupa apapun itu. Beranikah menyatakan secara terbuka dan transparan jika hasil investigasinya -misalnya- tidak sesuai dengan keinginan presidium itu?

Hari-hari ini banyak dari lembaga kita sedang mengalami ujian yang tidak ringan. Namun saya kira hal ini malah merupakan kesempatan untuk membuktikan bahwa lembaga-lembaga yang ada di negeri ini bisa diharapkan memberikan kontribusinya secara nyata, sesuai dengan harapan dibentuknya lembaga-lembaga itu. Semoga saja.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!