Dikotomi Partai? Hanya Orang Baik Saja Yang Dibutuhkan!

Ketika awal bermunculan partai-partai politik baru berbasiskan Islam itu serasa ada harapan bahwa perubahan yang baik dalam perpolitikan nasional akan segera datang menjelang.

Saya mempunyai ekspektasi yang tinggi pada partai-partai itu untuk bekerja keras menemukan dan membentuk kader-kader muda yang militan, bersih, spiritualitasnya tinggi, idealis dan ikhlas berjuang demi kebaikan bangsa dan negaranya di atas kepentingan golongan atau partainya. Berharap banyak bahwa kader partai harapan ini menjadi role model bagi kader partai lain.

Apakah harapan yang demikian itu terlalu muluk, terlalu fiksional?

Jawaban atas pertanyaan itu terberikan setelah beberapa waktu berjalan, setelah mereka berinteraksi dalam kancah politik nasional, setelah mereka bertempur dengan dinamika yang ada.

Barangkali karena saya tidak pernah tahu cara berhitung orang yang berpolitik praktis, maka ketika ada deal-deal politik diantara mereka -yang menurut harapan saya tidak terjadi-, suka terkaget-kaget. Sikap idealis yang kukuh konsisten pada nilai yang diusungnya itu sering tidak saya dapatkan. Yang terjadi dan berlaku adalah sama saja dengan partai yang berbasis non agama atau nasionalis.

Apalagi ketika beberapa kader dari partai harapan itu terkena kasus yang tidak elok bahkan terlarang untuk dilakukan. Ini bukan berarti kader partai non agama boleh melakukan. Tetapi jelas beban moral partai yang berbasis agama jauh lebih tinggi. Pertaruhannya tidak hanya terbatas pada integritas personalnya saja, tetapi lebih dari itu adalah nama agama yang disandangnya. Karena kita tahu dan sadar bahwa masih sangat banyak orang atau pihak yang ketika memberikan penilaiannya lebih suka pada sikap generalisasi.

Dari beberapa kasus tertangkapnya kader partai yang melakukan penggelapan uang negara alias korupsi,  atau terungkapnya kasus suap terkait kebijakan, atau kasus esek-esek yang berbau-bau lendir itu telah menjelaskan bahwa harapan perubahan itu masih berada jauh di atas awang-awang.
Sekaligus juga membantah wacana dikotomi antara partai setan dan partai Allah yang dilontarkan oleh politisi senior yang semestinya sudah tinggal duduk manis sebagai guru bangsa. Menjadi semacam begawan atau pandhita yang mengamati dari balik layar lalu memberikan solusi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan bangsa yang tengah dihadapi.

Bersepakat dengan apa yang pernah dibilang pak Mahfud MD terkait partai baru (PSI), agar menjadi partai manusia saja karena tidak ada dikotomi partai yang seperti itu, semua partai sama saja, banyak bercokol di semua partai itu "setan-setan" yang merusak.

Putuskah harapan itu?

Saya kira, meski sangat berat untuk diwujudkan dalam bentuk kesatuan yang utuh berupa partai, namun harapan baik mestilah terus dijaga, yakin masih ada pribadi-pribadi yang tulus berjuang demi kebaikan bangsa dan negara. Semoga pribadi-pribadi yang baik itu ada tersebar di semua partai dan konsisten dengan kebaikannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!