"Dungu"-nya RG Dan Pentingkah Tontonan Talk Show

"Apa sih menariknya menonton sebuah Talk Show di Televisi?"

Varian jawaban atas pertanyaan di atas tentu bisa beberapa dan beragam pandangan. Dari yang bersifat candaan maupun yang serius.

Menikmati tontonan Talk Show itu, buat saya adalah saat menantikan munculnya istilah baru dan kosa kata yang terbarukan pemaknaannya.
Dari situ seringkali muncul peristilahan yang menggelitik dan mengundang senyum, kadang malah bisa bikin ketawa ngakak. Atau bahkan ada beberapa istilah yang memancing perbedaan pendapat yang panas, tidak saja bagi para nara sumber yang diundang, melainkan meluas dan berlanjut di masyarakat melalui interaksi di media sosial.

Perhatikan saja bagaimana istilah IQ 200 sekolam butek yang dihuni oleh para kecebong dungu yang fiksional itu telah menjelma menjadi topik perbincangan publik yang begitu sangat populernya. Sebuah olok-olok yang disematkan pada para pendukung Ahok-Jokowi ini sangat digemari oleh para hater-nya.

Sebuah contoh saja, "Dungu"nya Rocky Gerung telah menjadi pilihan pengganti dari kata bodoh yang saat ini terkesan kurang makjleb dalam sebuah perolok-olok-an ketika para netizen sedang bertengkar hebat berdebat di media sosial.

Saya kira Bung Rocky Gerung (yang kata dia sendiri bukan dosen UI) dengan gaya khasnya ketika memberikan narasinya yang sangat akademik penuh dengan kata-kata yang tidak mudah cerna, serta pemberian definisi pada kata yang dipilihnya itu telah berhasil mengangkat dengan baik istilah-istilah itu hingga menjadi trending.

Malah, saya kira bukan itu saja. Sihir kata-kata Bung RG ini berhasil meredam banyak orang untuk tidak marah dan malah bisa menerima sebagai sebuah pemikiran yang maju ketika si bung dengan berani menyebut kitab suci sebagai fiksi. Itu semua karena kepiawaian dia dalam mengkondisikan dan  membuat batasan tentang fiksi dan fiktif.
(Tentang Kitab Suci Fiksi ini, dalam benak saya membatin, jangan-jangan yang tidak marah itu, dengan berbagai alasan yang dibuatnya adalah wujud kegelisahan yang Ia sembunyikan jika kelak akan disebut dungu jika tidak bisa memahami penjelasan Rocky)

Dari sisi yang lebih serius lagi, Talk Show tidak bisa dipungkiri, seringkali juga memberikan tambahan pengetahuan dan pencerahan. Tentu saja hal demikian ini bisa didapatkan dari nara sumber yang memang jempolan.

Salah satu yang saya paling tunggu komentar dan tanggapannya ketika diundang dalam acara itu adalah Pak Profesor Mahfud MD. Dari beliau seringkali saya dapat gambaran lebih jernih.

Sebagai contoh, ketika beliau menjelaskan tentang duduk perkaranya Freeport, kenapa urusan Freeport ini sangat sulit untuk diselesaikan oleh pemegang kekuasaan negeri ini, siapapun itu orangnya dan kapan saja masanya. Oleh sebab kita telah tersandera oleh undang-undang yang dibuat pada masa lalu oleh DPR dan pemerintah, yang betul-betul menjerat kita hingga sulit untuk bergerak.
Pihak perusahaan bisa berada pada posisi yang sangat kuat hingga sebuah Negara berdaulatpun bisa kalah dalam berebut penguasaan asset milik negara dan bangsa pada saat konflik itu di bawa ke pengadilan internasional, misalnya.

Tak urung penjelasan profesor ini membuat nara sumber sekelas Ridwan Saidi yang budayawan Betawi itu terbengong dan mengajukan pertanyaan yang menurut saya tidak perlu lagi, karena sudah sangat jelas.

Juga penjelasan tentang bagaimana pembuatan undang-undang yang ada tarifnya untuk setiap pasal yang dibahas oleh legislator.

Bagaimana pula ketika beliau menjawab dan menjelaskan pertanyaan potongan dari Fadli Zon tentang salahnya prediksi lembaga kredibel, World Bank, meski sudah berisi data dan menyebut tahapan-tahapan berikut angka tahun bahwa  Indonesia is Asian Miracle, yang hanya berselang 4 tahun collaps tumbang karena krisis ekonomi yang melanda dunia.
Singkat dan jelas jawaban Pak Mahfud (yang kurang lebih poinnya): "Dengan data dan menyebut tahapan yang sudah gamblang saja masih salah, apalagi yang ngawur".

Sila ikuti link ini untuk menyaksikan cuplikan video beliau di ILC dengan tajuk 2030 Indonesia Terancam Bubar?

Nah, menjadi jelas bahwa tontonan berupa Talk Show itu jika kita bisa menyaringnya dengan baik, maka kategori dari tontonan itu adalah bisa menambah wawasan dan penting juga pada akhirnya.

Satu hal yang harus tetap dijaga oleh host-nya adalah netralitas, adil dan berimbang. Tidak ada keberpihakan pada kepentingan kelompok atau golongan dan politik tertentu.

Salam pencerahan!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!