Menang Tanpo Ngasorake

Pepatah atau semboyan lama berbahasa Jawa ini nampaknya tidak cukup jika hanya untuk di-inget-inget aja. Perlu banget  diadopsi menjadi sikap, terutama oleh para politisi yang sedang ingin memperoleh pengakuan dan legitimasi dari khalayak atas potensi dirinya.

Menang tanpo ngasorake. Menang atau unggul atas seseorang tanpa harus merendahkannya.

Untuk memantapkan anggapan bahwa dirinya pinter, intelek, terpelajar dan keunggulan lain yang dimilikinya tanpa harus menunjuk orang lain, lawan politiknya atau yang Ia posisikan sebagai lawan politiknya itu bodoh, yang belakangan orang lebih suka memakai kata GOBLOK.

Barangkali ada yang terlupakan karena terlena oleh meriahnya tepuk tangan ketika memakai cara dan kata tak elok itu, atau malah karena keinginan dan ambisi yang kelewat besar alias kebelet beud, maka kesantunan itu Ia kesampingkan.

Barangkali Ia lupa juga bahwa yang terlibat dalam keseluruhan proses kontestasi itu tidak hanya yang bertepuk tangan meriah saja, tetapi banyak pula yang sudah bosan dengan model penggalangan dukungan semacam itu.

Orang yang ngga kagetan pada figur-figur yang kelewat show of power-nya barangkali malah akan bilang "apa-apaan sih ini, norak tau!"

Yang lebih mengenaskan, ketika ada dari kalangan yang dikenal sebagai agamawan yang sudah semestinya menunjukkan ahlak yang baik, malah pilihan kata-katanya tidak lebih dari umpatan-umpatan kasar belaka.

Bagaimana boleh kita bergembira dan menyambut dengan tepuk tangan penuh semangat ketika Ia -si iGus Nur, demikian ia menamakan dirinya- dalam orasi beberapa menit itu demikian merendahkan seorang Menteri Agama?.

Atau dalam videonya, ngga tahu sedang melakukan kajian apa, di hadapan jamaahnya dengan narasi pembuka "semua sumber masalahnya ada di sini", lalu Ia tuliskan nama Jokowi dan meng-otak-atiknya, Ia hitung nama itu berdasar indeks angka yang Ia buat-buat sendiri, tanpa lupa Ia berseru "Pak Jokowi tonton ini!"  lalu dari hasil itungannya dihubungkan ke nama surat dalam Al-Qur'an. Apakah kekasaran dan kekurang-adaban dan cara seperti ngitung togel lalu disematkan dengan Kitab Suci itu masih bisa membuat kita bergembira ketawa-tawa apalagi diiringi teriakan takbir?. Kalau begitu, agaknya kita udah keracunan deh!

Berharap, bener-bener berharap, orang yang diketahui publik sebagai para salihin itu hendaknya bisa mengontrol dan tidak menuruti emosi sesaatnya saja, atau demi kepentingan yang remeh temeh; popularitas, dianggap pemberani, kritis, yang sangat jauh tingkatannya dari jalur yang telah dipilih dan digelutinya selama ini...Guru yang membimbing dalam urusan Agama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!