"NGRAKOTI" HOAX

Apa yang menyedihkan di era teknologi informasi yang semakin cepat serta gawai canggih yang semakin murah? 

Yang menggembirakan tentu saja ketercepatan terhubung satu sama yang lainnya, pencarian data yang cepat dan mudah, terciptanya aplikasi-aplikasi yang sangat membantu dan memudahkan urusan, semakin meluasnya pemakai internet dari berbagai lapisan sosial masyarakat. Dan masih banyak hal positif lainnya yang rasanya bakal kewalahan deh kita untuk menuliskannya.


Yang menyedihkan itu sebenarnya pada pemanfaatannya saja, pemanfaatan yang tidak tepat guna oleh para penggunanya.

Ya memang begitulah adanya, apapun jenis peralatannya apakah menjadi manfaat atau mudharat ya sangat bergantung pada orangnya. Seperti kata pepatah populer "Man behind the Gun" (beruntung ya yang woman ngga terlibat berarti..?!)

Ada sangat banyak ketidak tepatan penggunaan atau sebut saja sebagai kekeliruan yang bisa di listing-up, dari yang berdampak negatif secara individu saja maupun secara luas pada masyarakat.


Salah satu dari sekian banyak kekeliruan, saya kira yang sangat berbahaya dan berdampak luas pada masyarakat adalah penyebaran hoax, penyebaran berita-berita palsu atau berita-berita yang "terpelintir".


Sangat berbahaya tersebab tidak semua orang yang berinteraksi di dunia maya -para penikmat berita dan pecandu media sosial- mempunyai kemampuan yang sama dan memadai dalam melakukan cross-check, klarifikasi, tabayyun pada berita atau khabar yang berasal baik dari portal berita maupun media sosial. Melakukan klarifikasi bukanlah perkara mudah karena dibutuhkan waktu dan juga kemampuan menelaah berita dan faktor pendukung lain yang salah satunya dan cukup penting adalah kesabaran. 


Kesabaran dalam bentuk ketelatenan dalam menelusuri kebenaran suatu berita, karena untuk hal ini mengharuskan kita mencari dari berbagai sumber kredibel yang benar-benar bisa dipercaya. Energi bisa terkuras banyak lantaran harus membaca, menelaah dan menelitinya. 

Lalu kesabaran dalam wujud menahan diri dari luapan emosi yang memancing kita untuk marah atau bentuk emosi lainnya lalu serta merta menanggapinya dengan gegap gempita dan menyebarkannya apalagi jika diikuti dengan bumbu-bumbu yang mempertajam "berita" itu, tanpa sebelumnya melakukan klarifikasi sebagaimana mestinya. 

Yang saat ini sedang terjadi -perlu dijadikan catatan- ada sementara orang yang ketika ditanyakan tentang komentar yang ia tulis, mereka ternyata merujuk pada blog pribadi berupa opini atau merujuk pada portal yang belum bisa dianggap sebagai portal berita lantaran dalam posting-posting yang dibuat portal-portal itu tidak mengindahkan kaidah-kaidah jurnalistik. Atau ketika melansir sebuah berita misalnya, tidak melakukan apa yang disebut dengan cover both side. Khan bisa runyam!


Belum terlalu lama ini ada beberapa kejadian yang menimpa, bahkan pada orang yang mempunyai pengaruh cukup besar.


Sebut saja sebagai contoh ustadz Tengku yang populer itu tuh...yang pernah memperbandingkan salah satu warisan budaya yang diakui internasional, batik kita dengan gamis. Beliau sempat termakan hoax juga. 


Pada suatu kesempatan beliau men-cuit dalam akun twitter-nya @ustadtengkuzul sekaitan dengan maraknya sharing dari capture-an video  dilucutinya seragam militer anggota ormas yang sebenarnya berita itu adalah berita setahunan yang lalu yang di-daur ulang untuk menyambut momen dibentuknya akademi bela negara-nya partai Nasdem. Oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, narasinya dirubah, yang semestinya ormas diganti dengan partainya pak Paloh. Dan jadilah hoax itu menelikung pikirannya pak ustad. 


Cuitan yang pak ustad buat itu sifatnya public share dengan mention ke puspenTNI. Secara sigap akun @puspenTNI segera mengklarifikasi dan meluruskan bengkoknya cuitan sang ustad. Oh my goat!


Cerita lainnya, tentang Cak Nun yang budayawan terkenal yang juga biasa disebut kyai mbeling itu agak kepeleset ketika dalam forum yang diasuhnya beliau menyinggung berita (isu) bahwa NU mendapatkan gelontoran dana 1.5 trilyun rupiah yang berbarengan dengan keluarnya PERPPU Ormas. Katanya:

"Sing siji ngrakoti duit sing sijine diidek-idek"
(Yang satu "memakan rakus" duitnya, yang satunya lagi diinjak-injak)

Tentang dana yang 1.5T itu sebenarnya berita awal tahun. Dan bukan hanya untuk PBNU tetapi program pemerintah melalui 4 kementerian untuk menyalurkan dana tambahan yang ditujukan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Penambahan permodalan untuk usaha-usaha mikro.



Contoh cerita tentang termakannya hoax oleh para pengguna dan penghuni dunia maya tak terkecuali latar belakangnya, ada banyak sekali bertebaran di dunia maya. Dari yang berdampak kecil hingga yang berdampak pada kerusakan dan kehancuran sebuah negeri. 

Kiranya hal-hal yang demikian itu bisa menjadi pengingat buat kita bahwa melakukan klarifikasi dan berlaku cermat itu merupakan keharusan yang mesti kita lakukan. Karena kita bertanggung jawab atas dampak yang mungkin saja timbul tersebab apa yang kita sebarkan. 


Nah baiknya memang kita harus sudahi saja kebiasaan buruk dalam "Ngrakoti" Hoax. Yakinlah kita bisa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!