Biarkan Sang Waktu 'Bekerja' Time Is Making Solution.

Biarkan waktu yang membuktikan!

Mungkin ini yang paling tepat untuk dikatakan sehubungan dengan maraknya gegontokan, serang menyerang, saling hina dan hujat terkait dengan kontestasi politik di tanah air.

Biarkan sang waktu juga menjawab atas semua persepsi kita, semua yang kita yakini saat ini pihak mana yang kelak bekerja dengan sepenuh hati untuk kemajuan dan kebaikan kita semua, negara dan bangsa Indonesia.

Pilihan yang ada sudah jelas, koalisi pendukung berikut dengan semua personilnya sudah ada dan nampak jelas yang bisa kita telusuri latar belakang dan sepak terjangnya selama ini. Jadi sebenarnya dengan semua yang sudah tersajikan itu kita sudah mulai bisa mempertimbangkan akan kemana pilihan kita.

Dan kalau kita bermaksud ingin mempengaruhi orang yang sudah kekeuh dengan keyakinannya untuk mengajak sependapat dengan pilihan kita, tentu hal yang sangat sulit -untuk tidak dikatakan mustahil- oleh karena setiap kita punya preferensi sendiri-sendiri tentang pilihan kita itu. Yang tentu saja sudah siap dengan alasan entah itu berupa alasan logis yang kuat maupun alasan yang dicari-cari dan dipas-pasin, sebagai dasar keputusannya. Tak peduli pula apakah alasan itu baru berupa persepsi, spekulasi ataupun (baru) sebagai harapan.

Ambil contoh saja;
Ketika para pendukung Pak Prabowo melancarkan serangan terkait dengan garis keturunan Pak Jokowi yang asal usul keluarga, katanya ngga jelas itu dan bahkan sampai ada pihak yang menginginkan test DNA segala, untuk memastikan siapa orang tuanya dan ada kaitan dengan Organisasi Terlarang atau ngga-nya?!.
Toh para pendukung Pak Jokowi tetap saja tak beringsut dari pilihannya.

"Yang sedang berkontestasi di pilpres ini siapa? Khan Jokowi sama Prabowo, bukan para moyang leluhur mereka toh?. Kalau sang calon itu berasal dari kalangan elit negeri dengan segala kemoncerannya yang sudah sangat dikenal di seantero negeri, ya anggap saja itu sebagai bonus keistimewaan tambahan. Pertanyaan pentingnya, apakah dengan keistimewaan bawa-an itu sudah pula memastikan kehebatannya dalam mengelola negara kelak? Belum tentu juga!.
Nah sebaliknya, apakah dengan latar belakang berasal dari keluarga yang marjinal dan tidak pernah terkenal di percaturan; politik, perekonomian, sosial budaya, keamanan, secara nasional pada masa lalu sudah bisa memastikan ketidak layakan sang kandidat? Khan ngga juga".

"Lagian, kalau masih mengangkat issue ini sebagai senjata serangan, sebenarnya sudah usang, sudah tidak tepat lagi. Karena Jokowi sedang menjabat presiden saat ini. Lha apa tidak sama dengan menyangsikan dan menuduh bahwa lembaga negara yang menggawangi intelijen yaitu BIN, tidak bekerja dengan benar?".

Pun sebaliknya, ketika para pendukung Pak Jokowi menyerang dengan issue pelanggaran HAM berat yang pernah dilakukan Pak Prabowo, toh ada jawaban tangkisannya yang mana dari tangkisan itu pula ada semacam pukulan balik pada para penyerangnya. Sorotan pada para purnawirawan jenderal yang saat ini ada di belakang Pak Jokowi menurut mereka adalah orang-orang yang perlu dimintai keterangan dan bahkan tanggung jawab pula, bukan hanya Pak Prabowo seorang.
Atas serangan-serangan itu, apakah para pendukung Pak Prabowo surut langkah? Tidak! Bahkan terlihat semakin solid dan militan.
Nah saya kira jelas bahwa masing-masing dari mereka punya alasan 'pembenarnya' untuk mendukung pilihannya itu.

Maka yang menjadi pertimbangan penting, kembali melongok pada rekam jejak prestasi masing-masing kandidat yang bisa kita telusuri, yaitu Personal Achievement mereka selama ini, dan bukan Family Achievement-nya (karena yang disebut belakangan adalah bagian dari masa lalu).
Lihat dan perhatikan semua sepak terjang masing-masingnya selama ini. Apa saja yang telah mereka perbuat.

Pak Prabowo dengan segala prestasi dan kecemerlangannya selama di militer dengan tugas dan misi-misi penting yang diembannya.  Serta kontribusi pada masyarakat melalui organisasi-organisasi massa (HKTI) yang pernah dipimpinnya selama ini.
Lalu lihat Pak Jokowi  -tentu dengan segala kelebihan dan kekurangannya- telusuri rekam jejaknya dalam birokrasi, dalam urusan pengelolaan publik sebagai Walikota, Gubernur dan sekarang Presiden selama 4 tahun.

Lalu dari rangkaian penelusuran rekam jejak itu telah membuat kita yakin pada salah satu kandidat yang akan sanggup membawa kebaikan dan kemajuan seperti yang diharapkan, ya sudah dipilih saja. Simpel dan tidak perlu bersitegang urat leher apalagi kepalan tangan!.

Tentang kekhawatiran akan salah pilih kandidat yang ditakutkan bisa berujung pada keterpurukan negara dan bangsa, perlu diingat bahwa rasa itu ada bersemayam pada pendukung kedua belah pihak. Rasa khawatir itu bukan monopoli pendukung salah satu kubu saja. Yakini itu. Nah makanya kita hanya perlu menunggu waktu saja yang akan membuktikannya.

Terkait dengan hal diatas, tentang sulitnya memastikan bahwa kita berada pada pilihan yang tepat, saya ingin sedikit memberi ilustrasi (ngga tahu apakah ilustrasi ini akan tepat atau ngga), begini;

Ketika dahulu kala muncul konflik besar dalam sejarah peradaban Islam, Perang Shiffin yang berkepanjangan, pihak yang berkonflik pada masa itu sudah pasti sama-sama merasa dalam pembelaan kebenaran. Pun ketika saat itu muncul kelompok ketiga yang melahirkan tokoh fenomenalnya yang bernama Abdurrahman bin Muljam, kelompok inipun sama, mereka juga sedang menganggap diri mereka tengah berupaya dalam menegakkan kebenaran. Nah tafsir tentang kebenaran yang berdasar pada pemikiran masing-masing inilah yang menyebabkan terbentuknya kelompok yang berbeda-beda tersebut.

Apakah masing-masing akan rela disebut sebagai pihak yang salah?
Apakah kelompok Ibnu Muljam akan menerima, pada saat itu, jika disebut sebagai kaum para penyempal alias Khawarij?
Tentu saja jawabannya akan sama, mereka masing-masing sudah pasti menolaknya.

Nah penilaian pada siapa yang berada pada jalan yang lurus hanya bisa diketahui setelah masa-masa itu lewat. Saat ini kita tahu bahwa kelompok Ibnu Muljam disebut sebagai kelompok Khawarij adalah setelah dilakukan kajian dan penulisan sejarahnya oleh para ulama yang juga sejarawan, beratus tahun setelah masa konflik itu lewat, pada akhirnya.

Ilustrasi itu sebenarnya hanya untuk menegaskan bahwa ketika kita sedang terlibat atau mengalami sendiri masa-masa yang sulit atas pilihan kita, maka sejatinya kita belum bisa yakin bahwa kita sedang berada pada pilihan yang benar.
Dan hanya waktu saja kelak yang akan memberikan jawabannya.

Apakah jika dengan terpilihnya Pak Prabowo kelak betul-betul bisa membawa pada perubahan positif sesuai cita-cita negara ini dibentuk atau malah sebaliknya, mengantar pada tahun 2030 yang kata beliau Indonesia bubar?, kita bisa mengetahuinya ketika masa itu telah lewat. Boleh jadi jauh berpuluh tahun setelahnya.

Pun demikian dengan Pak Jokowi, apakah 5 tahun periodenya ini yang gencar dengan pembangunan infrastruktur yang 'berakibat pada membengkaknya hutang' yang sebentar lagi selesai ini bisa dibuktikan kebenaran langkahnya sebagai semacam Turning Point atas 'ketidak-tepatan' kebijakan masa lampau sehingga betul-betul mengarah pada jalur yang benar menuju cita-cita?

Waktu saja yang akan membuktikannya.
Time is Making Solution.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!