Bangsa Pelupa dan Pemaaf

"Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga".

Peribahasa ini saya yakin masih tetap sesuai sampai kapanpun. Bahwa atas perbuatan buruk yang kita lakukan meski hanya sekali saja bisa merusak citra baik yang sudah kita buat selama ini. Biasanya orang akan lebih mengingat keburukan kita dari pada kebaikan yang kita punya. Biasanya loh...ngga mutlak juga sih.

Tetapi kadang, dengan alasan dan sebab tertentu keburukan itu bisa saja dilupakan orang. Atau dengan kata lain orang sudah tidak lagi peduli dan menggubris apa saja hal buruk yang pernah dilakukannya. Yang demikian ini seringnya terjadi pada ranah politik kita.

Apakah memang ada yang demikian itu?

Tengok saja politisi yang punya catatan buruk atas ekonomi rakyat, catatan buruk atas perpajakan bahkan pernah terkena kasus kriminal pada masa lalu toh tetap saja ada pendukungnya, ada pemilihnya. Bahkan sosoknya masih bisa dilihat berkibaran di seantero negeri.

Kekuatan finansial, kiranya itulah magnet yang senyatanya kekuatan medannya demikian dahsyat menghisap daya ingat bahkan merontokkan integritas dan idealisme orang.

Kalau sikap apatis itu dibenarkan, sebenarnya tokoh yang demikian itu mau ngapain aja, ya apa peduli saya? Lha orang-orang yang kesohor dan ditokohkan di negeri ini yang berkeinginan membenahi negeri oleh sebab keterpurukan (yang katanya) hampir tak berujung dengan bertekad adanya presiden baru tahun depan itu saja sanggup berkolaborasi dengan tokoh semacam itu kok!

Tapi terus terang ada rasa kecewa yang ikut berdetak kencang bersama dengan degup jantung saya manakala (atas pertimbangan apa saya ngga ngerti sekaligus menolak menyebut alasan logistik😁) tokoh nasional semacam AR, YIM, MSI, HSSJ dan beberapa Ulama sanggup melakukan hal yang demikian itu.

Saya kira oleh karena yang demikian itu, maka tidak boleh disalahkan juga jika pada akhirnya muncul anggapan dan pendapat bahwa pertemuan itu lebih pada urusan politik kekuasaan semata dan agama boleh jadi hanya dijadikan instrument pendukung dan kosmetik belaka.

Kita mesti cermat dan terus mengasah dan menggunakan akal kita serta tidak melupakan rasa keadilan dalam menilai dan menyikapi setiap perkembangan yang ada.

Sebutan sebagai bangsa pemaaf dalam kasus dan titik tertentu sangat tidak mengenakkan apalagi ditambah dengan sebutan bangsa pelupa...anjrit pisan eta teh!😈 Terus terang aku keras menolaknya!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!