"Rakyat Sudah Cerdas!!!"

Klaim seperti subyek di atas itu seringkali diper-tonton-dengar-kan melalui tayangan televisi oleh para nara sumber ketika diundang pada acara Talk Show. Sering ditulis orang pada media online, sering pula bertebaran di media sosial baik dalam status atau komen dari status.

Pertanyaannya:
"Apakah benar kita ini sudah sedemikian cerdas dalam memahami situasi yang telah dan tengah terjadi ini?". 

"Apakah benar dan yakin pula bahwa kita sudah memperoleh informasi faktual, informasi yang bener-bener sesuai dengan fakta yang terjadi sesungguhnya?"

Pertanyaan demikian itu atau pertanyaan lain yang bersifat kontemplatif yang lebih dulu melongok pada diri sendiri adalah hal penting yang harus dilakukan, karena dengan demikian kita sudah berhati-hati dalam mengambil sikap dan tindakan lanjutannya terkait dengan setiap informasi.

Pertanyaan-pertanyaan itu akan memaksa kita untuk mencari informasi pembanding, cover both sides, bahkan jika memungkinkan mengkonfirmasinya alias tabayyun pada pihak-pihak yang kredibel.

Mengingat saat ini begitu luar biasanya serbuan arus informasi yang bercampur-baur antara yang benar dan yang tidak, yang telah menghadirkan ruang-ruang gelap yang sedemikian rupa di kanal dunia maya, maka memastikan kebenaran informasi sudah menjadi sebuah keharusan.

Kita bisa bayangkan ketika 'suara' kita 'didengar' oleh banyak orang. Kesalahan yang kita sampaikan pun akan dianggap sebagai kebenaran. Bukankah yang demikian ini sangat berbahaya?

Makanya saya merasa sangat bersedih ketika ada da'i-da'i atau ustadz-ustadz yang banyak digandrungi dan didengar suaranya itu menyampaikan suatu perkara yang masih bisa di-challenge akan kebenaran faktanya. Ketika para penceramah itu sudah memihak pada sebuah kelompok atau golongan, ketika para penceramah itu masih terdorong pada asumsi-asumsi, atau berdasar pada apa yang ia persangkakan tanpa adanya observasi mendalam dan lengkap, maka mis-persepsi dari para pendengarnya akan berakibat buruk. Konflik yang semestinya tidak terjadi bisa saja timbul dengan skala kerusakan yang barangkali saja sulit untuk diperkirakan.

Jika para yang dianggap mempunyai keilmuan yang cukup saja masih bisa terjebak pada kekeliruan akibat pekatnya ruang-ruang gelap media, lalu bagaimana dengan kita ini?

Menjadi sesuatu yang sulit untuk membenarkan klaim bahwa rakyat dan masyarakat kita sudah cerdas, sudah melek informasi. Fakta pertengkaran di media sosial yang terus berkelanjutan sebagai akibat dari adanya perbedaan persepsi tidak bisa dinafikan begitu saja.

Malah kadang terlintas dalam pikiran, jangan-jangan klaim yang demikian itu bentuk dari menghibur diri dari kesulitan memahami realitas. Atau yang terburuk, seperti menghendaki keadaan yang banyak salah paham di masyarakat itu tetap demikian adanya. Ah taulah...gelap!

Nah, barangkali senjata kita berupa akal (yang InsyaAllah masih sehat) dan sikap kehati-hatian saja yang akan membimbing kita keluar dan terselamat dari ruang-ruang gelap itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!