Protagonisme Antagonisme...Setali Tiga Uang!!!

Seruan pemilu damai dari para tokoh yang terlibat kontestasi politik dengan anjurannya agar semua pihak bisa menggelar kampanye sehat, santun dan bermartabat, kadang terdengarnya mirip lagu yang ber-syar indah namun sumbang dan sember terlantunkannya.

Bagaimana akan bisa terdengar merdu jika untuk meraup suara dan dukungan, mereka-mereka tak ada lagi sungkan-segannya sama sekali ketika memberikan cap negatif ke pesaingnya.
Bahwa penyebutan -baik langsung maupun tidak- pada lawan politiknya sebagai pihak pemeran antagonis dan menganggap diri dan kubunya sebagai protagonis sempurna adalah sikap dan tindakan yang tidak elok sama sekali.

Dalam situasi dan keperluan tertentu itulah, sikap antagonisme bagi lawan dan sikap protagonisme untuk diri sendiri, itu setali tiga uang, sama-sama jahat dan buruknya.

Saya masih ingat betul pernyataan politisi yang sangat senior yang bergelar profesor itu terjebak dalam pemikiran yang tidak sehat ini sampai berulang kali. Bahkan, beliau sanggup melakukan polarisasi kubu-kubuan itu membawanya masuk dalam perspektif agama. Dilihatnya secara sangat hitam-putih. Haq-bathil, jalan hidayah-non hidayah.

Permainan yang demikian ini sangat berlebihan dan saya kira bisa sangat berbahaya untuk persatuan dan persaudaraan kita.

Saya harus bersetuju dengan pernyataan Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi, bahwa kontestasi politik di tanah air ini tidak bisa dan boleh dipandang sebagai kontestasi sehitam putih demikian.

Kontestasi yang berlangsung ini adalah -yang dalam bahasa agama Islam-sebagai wujud dari fastabihul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Berkontestasi untuk berbuat dan menciptakan kebaikan serta kemajuan bagi hidup kita bersama.
Oleh karenanya adalah faktor meritokrasi-lah yang menjadi pijakan kita dalam menentukan pilihan.

Kontestasi ini memang bukan memilih siapa yang mendapat hidayah dan tidak. Sungguh amat berlebihan jika kita menyebut pihak lain sebagai pihak yang tersesat (sebagai kata ganti 'tidak mendapatkan hidayah').

Yang harus terus diingat bahwa kita adalah warga negara dan bangsa yang sama yang selalu berharap kebaikan dan peningkatan kemakmuran, kesejahteraan, kemajuan bagi kita semua.

Kita ini bukanlah musuh yang akan saling menikam satu sama lain. Kisah-kisah buram masa lalu itu tidak boleh kita ulangi lagi. Cukup sudah pengorbanan darah dan air mata itu milik masa lalu negeri ini. Jangan biarkan tanah-tanah di seantero negeri kita ini harus kembali terguyur dan mandi darah para pemiliknya yang tinggal di atas hamparannya.

Kita sudahi sikap antagonisme dan protagonisme yang hanya akan berujung pada kesedihan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!