Pak Gatot Dan Selera "Monokromnya"

Siapa orangnya sih yang rela citra baiknya tercoreng apalagi luntur? Saya kira tak satupun orang yang mau, karena itu adalah personal capital alias kapital pribadi yang mahal, apalagi jika kapital itu hendak didaya-gunakan sebagai bekal pertarungan di kancah politik.

Dan tokoh kita kali ini, Pak Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, juga berusaha menjaga citra positifnya itu meski -menurut saya- sempat terpeleset sedikit namun cukup fatal saat tampil di acara Rosi, sebuah acara Talk Show-nya Kompas TV pada Kamis malam kemarin tanggal 27 September 2018.

Apa yang beliau lakukan di akun twitter-nya itu, dengan hanya memajang potongan videonya yang sangat heroik, adalah sesuatu yang bisa ditafsirkan demikian. Tidak memajang video secara lengkap rangkaian acara talk show adalah penting mengingat ada segmen dimana beliau melontarkan pernyataan yang kurang (untuk tidak mengatakan sebagai tidak) argumentatif.
Mengapa layak disebut demikian, karena pernyataan beliau sangat spekulatif namun sangat serius serta berimplikasi yang juga sangat serius yang lantas secara lugas bisa dipatahkan oleh keterangan yang sangat clear dari Bung Usman Hamid (Direktur Amnesty International Indonesia).

Sangat hitam putihnya statement Pak GN dengan menyebut 'pihak lain' terkait beberapa hal yang dibahas pada acara itu sebagai (kekuatan) PKI yang tidak disertai argumentasi dan data yang kuat, memang suatu hal yang sangat disayangkan. Mengingat beliau adalah mantan panglima TNI yang mempunyai semacam beban moral yang sangat besar karena terkait (meskipun telah purna tugas) dengan institusi penting di negeri ini, sehingga tidak pas jika dari beliau keluar pernyataan yang tidak benar, bahkan misalnya hanya ada bias meski kecil sekalipun.

Saya tidak mengerti kenapa keterpelesetan seperti yang demikian itu mesti terjadi pada sosok sekaliber beliau. Adakah maksud tertentu dari monokromnya sikap dan pandangan beliau itu, satu misal, untuk mendapatkan simpati dari kelompok atau kalangan yang terkecewakan dengan keadaan politik saat ini? Tapi apakah iya sekaliber Pak GN melakukan yang demikian?. Saya kira kok tidak dan akan terlalu naif karena kelewat besar pertaruhan namanya.

Namun, seandainya benar, maka panggung talk show Rosi tempo hari yang menghadirkan pula dua nara sumber lain yang tidak kalah hebat darinya adalah panggung yang tidak tepat. Pernyataan yang bersifat spekulatif saya kira hanya cocok pada acara yang tidak ada sesi tanya jawab di dalamnya, seperti pidato, briefing, pengarahan atau lain-lainnya yang sifatnya satu arah. Dan satu lagi mungkin, yaitu status media sosial yang andai ada pertanyaanpun bisa diabaikan.

Saya kira masih cukup ada waktu dan peluang untuk bersinar benderang pada peta perpolitikan tanah air, hanya saja diperlukan kecermatan dalam membidik dan memilih hot issue di negeri kita ini untuk selanjutnya dikapitalisasi -kalau meminjam istilah campur-campur ala pak lurah mantan- to be capitalized untuk pertarungan next presidential election di 2024. Atau minimal untuk bekal masuk kabinetnya sang pemenang pilpres tahun depan.

Nah, mengenai Hot Issue itu sendiri, saya kira tidak melulu harus tentang Bahaya Laten PKI khan pak?
Ada banyak issue penting lain yang bisa diangkat supaya lebih berwarna, lebih menarik dan ngga se-ngebosenin seperti si monokrom itu.

Video lengkap talk show Rosi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!