Ketapel vs KaTePeL

Masih ingat betul ketika masih kanak dulu. Yang dinamai orang dengan ketapel atau dalam bahasa Ponoragan disebut Plinthengan itu pernah jadi semacam asesoris. Bisa untuk gaya-gayaan. Dikalungkan di leher dan tentu jelas, kebawa kemanapun pergi. Tapi jangan ditanya ketepatan bidikannya ya...dari seratusan butir pelor berupa kerikil itu, itungan genap lima butir saja yang tepat sasaran sudah sebuah prestasi. (Eh tapi emang lima khan bukan bilangan genap toh? Seingatku masih belum berubah deh!)

Karena saking populernya masa itu, para pemilik pohon, terutama pohon Sawo karena pohon jenis ini sangat bagus untuk bahan ketapel, sering merasa was-was. Boleh jadi, entah kapan saja akan didatangi anak-anak untuk minta ranting-ranting yang berbentuk why piece, yang biasa disebut cekeh itu.
Atau malahan...kehilangan ranting-ranting itu di pagi hari lantaran pada malamnya digerilya anak-anak yang nyokleki ranting-ranting itu tanpa ijin. Biasanya yang begini terjadi karena dua hal, si anak-anaknya memang badung atau pemilik pohonnya yang pelit.

Bagi anak-anak ketapel itu tetaplah sebuah mainan, tidak lebih. Tapi ternyata bagi politisi kita, ketapel yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa hingga menjadi KaTePel itu punya potensi mengucurkan fulus yang sedemikian besarnya. Dua koma sekian Te. "Iku dhuwit kabeh tah rek? Opo campur larakan?"

Skandal KaTePel benar-benar telah merugikan negara. Aksi culas para politisi itu ditengarai telah terjadi beberapa tahun lalu ketika Si Ohm yang begitu kelewat dibenci oleh beberapa kelompok orang, Si Ohm yang dianggap kelewat cerewet nan kasar penuh arogan plus sekarang sebagai terdakwa penista dan plus plus lainnya itu masih duduk usreg tidak pernah anteng di Komisi II DPR RI. (Sudah cukup lama juga ya dan ini berarti pula bahwa ketenangan sekian waktu itu kini terusik...tungguilah saja nasibmu Tuan)

Bancakan anggaran KaTePel itu ditengarai hingga 49% dari total anggaran setelah dipotong pajak 11.5%. Jadi belanja modal riilnya untuk pembiayaan proyek masih lebih banyak khan, 51%. Sila simak cuplikan beritanya ini (kompas, 9 Maret 17)

Kesepakatan ketika itu adalah:
1. Sebesar 51 persen atau Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek.
2. Sisanya 49 persen atau sekitar Rp 2,558 triliun akan dibagi-bagi ke banyak pihak. Rinciannya:
- Beberapa pejabat Kemendagri termasuk kedua terdakwa sebesar 7 persen atau sekitar Rp 365,4 miliar.
- Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp 261 miliar
- Setya Novanto dan Andi sebesar 11 persen atau sekitar Rp 574,2 miliar
- Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen atau sekitar 574,2 miliar
- Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen atau Rp 783 miliar
"Selain kesepakatan mengenai pembagian keuntungan, dalam pertemuan juga disepakati bahwa sebaiknya pelaksana atau rekanan proyek tersebut adalah BUMN agar mudah diatur," kata Jaksa KPK.

Banyak nama-nama besar nan populer yang ikutan disebut dalam lingkar pengembat. Mestinya berita seperti ini sangat memprihatinkan dan membuat miris, namun karena sudah sering kejadian dimana para nama yang sangat mentereng dan agamis nyatanya juga terjerat kasus perduwitan, maka kita sepertinya sudah kehilangan sebagian rasa terkejut. Di Indonesia keterkejutan itu rasa-rasanya sudah agak sulit. Haha ngarang ini mah!

Tentu saja sang empunya nama tidak tinggal diam, mereka meradang membela kebersihan nama dan martabat. Namun jika nantinya kalah dalam data dan fakta, saya kira panggung akan lebih meriah dan menarik. Tentu mereka akan sebut juga nama-nama yang mempunyai keterlibatan.

Benar-benar asyik, rasanya agak-agak tidak sabar menanti arah dan akhirnya...ujung atau muara dari skandal KaTePel ini.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!