Mendadak Penyair

Sebenernya ngga tahu persis juga sih sejak kapannya lelaki bertubuh subur itu gemar bersyair.

Hanya saja kelihatan agak getol ketika helatan pilpres 2014 yang lalu itu. Dan masih keterusan hingga kini, apalagi tahun depan adalah tahun politik, barangkali saja kegemarannya akan semakin menjadi-jadi karena bagai menemui durian runtuh bahan-bahan syairnya.

Penamaan Mendadak Penyair itu terus terang saja karena ngerasa agak jengah dengan konten syairnya, maaf.

Dulu, saya termasuk penyuka sang nara sumber ini ketika almarhum Soegeng Sarjadi dengan acara SSS (Soegeng Sarjadi Syndicate)-nya di TVRI sering mengundangnya untuk berbagi pendapat dan wawasan tentang tema-tema yang diangkat. Tetapi belakangan, karena pilihan politiknya yang berseberangan dengan yang saat ini memegang pemerintahan, buah pikirnya menjadi tercampur-campur. Dan itu yang bikin jadi ngga asik lagi.

Apalagi jika memperhatikan beberapa kali twit-nya yang malahan tendensius terhadap presiden, menjadikan kejengahan itu semakin bertambah. Bahkan muncul kekagetan, benarkah ungkapan yang semacam itu bisa keluar dari lisan (tulisan) seorang wakil ketua DPR yang pernah dipuji-puji host-nya Tripple S?

Barangkali saja saat ini pak Soegeng di alam sana juga merasakan hal yang sama. Bek-bek e ae ngono rek!

Sebuah twit-nya yang dia akhiri dengan kata tanya yang menggiring opini orang itu saya kira tendensius dan bertujuan politik kepentingan. Semacam strategi perontok elektabilitas lawan politik terbesar dari boss besarnya?

Framing atau mungkin branding sebagai anti islam yang berusaha disematkan pada lawan politiknya itu saya kira terlalu mengada-ada dan sebuah kesimpulan yang naif. Dan tak lebih dari sekedar untuk mencari dukungan saja dengan cara mengaduk emosi orang.

Politisasi SARA dalam kontestasi politik sudah semestinya dihentikan, digantikan dengan cara dan strategi serta program yang brillian untuk menyelesaikan semua persoalan yang sering kali dijadikan bahan serangannya itu.

Dimana beradanya dan bagaimana caranya menjemput kemakmuran seperti yang tertuang dalam puisi Kaos dan Sepeda?.

Masih dalam kerangka isi dari puisi yang sama, bagaimana dan dengan cara apa untuk mewujudkan agar negara tidak lagi berhutang untuk menopang segala kebutuhan sementara ada defisit pada APBN. Program realnya seperti apa?.

Tapi saya tentu saja tetap khusnuZon bahwa bung penyair dan juragannya itu mempunyai semua cara dan program jitu untuk menyelesaikan segala persoalan negara dan bangsa.

Serasa ada yang membuncah di dalam dada
Penuh dengan harap dan berlaksa asa
Kapan waktu itu kan tiba? 
Akankah pula kesempatan berpihak? 
Dan sang penyair menjadi ujung tombak?

Sementara pada saat yang sama
Sang Ikan Merah Kerempeng di aquarium itu
Yang melompat ke sungai
Terdampar di samudera raya 
Berbaur dengan hiu, paus serta gurita itu
Berangsur menjadi perkasa
Terpaan arus sungai
Hempasan gelombang samudera
Malah telah menguatkannya
Lalu sanggup berhadapan dengan predator-predator di sekitarnya 
Bahkan telah mendadak pula menjadi Diktator di samudera raya

Sang Ikan Kerempeng Merah yang dulu di aquarium itu

Nampaknya semakin kuat saja hari ini
Apalagi tersiar kabar
Ada sosok gurita kuat sedang merapat berdekat-dekat
Akankah ada koalisi erat? 
Boleh jadi!
Sangat logis
Karena Gurita yang biota laut itu tentu merapatnya ke Ikan dan bukan ke kuda!

Ah sudahlah...waktu yang dua tahun lagi akan menjawab sang penyair.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolo Dupak...Apakah Sebutan ini Untuk Kita Juga?

Immigrant Song

Ini Dadaku Mana Dadamu?!